Setelah berbelanja bersama setidaknya hubungan mereka menjadi lebih baik. Mentari jadi tahu makanan kesukaan dan sesuatu yang Langit tidak suka. Langit mengakui kalau dia penggila ayam, dia suka sekali makan sayap ayam dimasak dengan saus Korea. Kalau yang tidak suka, secara keseluruhan dia tidak menyukai sayur, tapi masih bisa kentolelir yang umum, seperti wortel, kentang, brokoli dan lain-lain. Mentari juga heran, padahal calon dokter tapi rupanya Langit tetap manusia biasa. Dia makan sayap ayam juga rupanya.
Mentari mulai menyusun bahan masakan ke kulkas. Sementara Langit asik ngemil di meja makan, sembari memperhatikan mentari.
"Udah biasa ya kamu?" tanya Langit, menurutnya Mentari terlihat mahir, dia memilah sayur dan daging kemudian meletakkan ke tempat masing-masing.
Mentari menggeleng, justru dia sangat tidak terbiasa. Mentari bukan gadis mandiri, dia biasa dikayani di rumahnya, bahkan jika tidak ada mbak juga mamanya tidak akan membiarkannya melakukan apa pun. Kecuali jika mamanya tidak ada di rumah, tidak mandiri, tapi juga tidak begitu manja. Dia bisa menempatkan dirinya tergantung situasi yang sedang dihadapi, karena dirinya merupakan seorang istri sekarang, maka dia bisa menjalankan tugas itu dengan baik. Dia bisa melayani Langit, walau terpaksa.
"Nggak!"
"Jadi berusaha ya? Kagum aku, kamu berusaha menjadi istri yang baik." Kini Langit memakan es krim, beberapa kali cowok itu memasukkan es krim ke dalam mulutnya, wajahnya sangat songong, benar-benar seperti tidak ada niat membantu Mentari.
"Aku kan berusaha jadi istri yang baik, kamu nggak ada niatan buat jadi suami yang baik gitu?" Lebih kepada sebuah sindiran daripada pertanyaan.
Bukannya tersinggung, Langit malah tertawa. Hal itu membuat Mentari semakin menyimpulkan bahwa memang Langit tidak punya perasaan, tingkat kepekaan laki-laki itu sangat rendah.
"Kamu mau es krim?" tanya Langit. Sebenarnya bahan belanjaan mereka juga didominasi oleh camilan Langit, makanya dia bisa tenang walau habis banyak karena memang yang banyak adalah kebutuhannya.
Mentari yang duduk bersimpuh di depan kulkas mengangguk, sejujurnya sangat ingin, tapi seluruh pekerjaan meronta-ronta memintanya untuk menyelesaikan semuanya.
Langit turun dari kursi makan, ikut duduk bersimpuh dengan Mentari. Mentari sudah sangat pede mengira bahwa Langit akan membantunya, bergantian Langit yang menyusun belanjaan, dia yang makan es krim.
Tapi ternyata Mentari salah sangka, Langit menyuapkan es krim ke mulut Mentari.
"Aku bantu kamu makan es krim."
Mentari menaikkan sudut bibirnya sewot, berharap pada manusias saja sudah salah, apalagi manusia seperti Langit.
"Kirain mau bantuin."
"Ini, 'kan, aku bantu suapin, sekalian do'ain dalam hati."
Aneh bukan? Iya itu adalah suami Mentari. Benar! Mentari akan menghabiskan sisa hidupnya dengan laki-laki aneh itu.
***
Meski tinggal di bawah atap yang sama, tapi itu tak lantas menjadi alasan untuk mereka selalu bersama. Keduanya tetap memiliki kehidupan masing-masing dan Mentari menghargai segala hal yang memang ingin Langit habiskan sendirian. Mentari juga menghabiskan sepanjang hari dengan rebahan di dalam kamarnya, memainkan posel sesekali berbalas pesan dengan teman-teman di grup kelas. Mentari tidak bisa dikatakan pandai bergaul, tapi gadis itu memiliki lumayan banyak teman dan tidak canggung jika harus berbincang di grup chat.
Mentari memutuskan keluar dari kamar, perutnya agak lapar, mungkin dia akan ngemil sembari menonton series Thailand. Mereka keluar dari kamar secara bersamaan, Mentari dangan daster batiknya khas ibu-ibu, sementara Langit dengan kemeja kotak-kotaknya yang tidak dikancing, lengkap dengan kaus dalam hitam, celana jeans hitam dan sepatu kets hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentarinya Langit
Romance~Young Adult *** Bagaimana jika kedua orang tuamu menghadiri pernikahan sepupumu, tapi tiba-tiba kamu yang hadir secara virtual dinikahkan juga? Itulah yang dialami Mentari. Ketika orang tuanya sampai di rumah mereka sudah membawa menantu yang nota...