Mentari melangkah cepat menuju lantai satu, jujur dia sendiri yang akhirnya menjadi takut jika berduaan dalam ruang yang sama dengan Langit. Soalnya ketampanan pria itu tidak akan aman untuk hatinya yang lembut seperti gula-gula, kena air sedikit langsung lenyap. Dia sering mleyot seperti pensil Inul dan untuk menghindari itu semua, maka dia harus menghindari Langit.
Sampai di bawah mama dan papanya sudah ada di meja makan.
"Langit mana?" tanya Nia, mama Mentari.
"Masih di atas, baru siap mandi."
Mentari berusaha terlihat sangat biasa, mereka pengantin baru, tapi kalau dipikir-pikir, mereka tidak saling mengenal bahkan sampai saat ini. Mentari mendudukkan dirinya di depan laptop sama seperti posisi sebelumnya saat mereka balum sampai rumah.
"Kenapa nggak ditunggu?" tanya Nia heran.
"Ya masa aku mau lihatin dia pakai baju?" Nada suara Mentari terdengar kesal, bagaimana tidak kesal, pertanyaan mamanya sangat tidak masuk akal.
Nia terkekeh, gemas, padahal belum melihat interaksi antara anak dan menantunya.
"Kamu nggak penasaran sama sesuatu?"
"Bukannya habis ini mau dijelasin?" Mentari bertanya balik sembari menutup laptopnya.
Nia mengangguk, tentu saja dirinya dan suami bertanggung jawab menjelaskan semuanya pada Mentari. Sementara Langit sudah tahu karena yang menjelaskan adalah orang tuanya sendiri. Tak lama menunggu, Langit tampak melangkah menuruni tangga, dia tidak memakai kacamata sekarang dan Mentari seperti sedang melihat orang yang berbeda dari sebelumnya. Langit tanpa kacamata seperti tokoh-tokoh dalam novel, penampilannya hampir sempurna.
Nia mempersilakan Langit untuk duduk di sebelah Mentari, kini mereka semua duduk dalam posisi berhadapan.
Migdad, sosok yang menikahkan mereka dan merupakan seseorang yang paling bertanggung jawab untuk menjelaskan semuanya mulai melipat kedua tangannya di depan wajah, dia menatap anak perempuannya dulu, kemudian menatap Langit.
"Jadi kalian memang sudah dijodohkan dari kecil."
Mentari masih menyimak, tapi jika memang sedadi kecil, kenapa dia tidak diberitahu? Setidaknya diberitahu, jangan asal menikah begini.
"Opung mau anak kalian nanti punya Marga, maka dari itu dinikahkan dengan sepupu jauh kamu yang orang batak."
"Tapi kenapa nggak di bicarain dulu sama aku? Aku juga punya pernikahan impian."
Meski sudah istrinya untuk urusan itu Langit tidak bisa ikut campur, itu urusan Mentari dan orang tuanya.
"Karena sebenarnya kejadian itu nggak terduga, opung tiba-tiba berpulang dan mau nggak mau kalian juga dinikahkan karena dia bilang sama beberapa orang kalau dia paling ingin melihat kamu menikah." Kali ini Nia yang menjelaskan, mungkin memang sosok yang menjadi suaminya sekarang ini tampan, tapi tetap saja dia dinikahkan diam-diam. Mentari tidak bisa menerima semua itu begitu saja.
Pernikahan bukan sesuatu yang gampang untuk dilepaskan, ini adalah sebuah komitmen untuk hidup Mentari kedepannya, dia akan menghabiskan waktu dengan seseorang yang tidak pernah dia kenal sebelumnya.
Mentari diam.
"Kalian sudah saling kenal sebelumnya, kita pernah ke pesta Langit saat dia khitanan dulu."
Sudah lama sekali pasti dan memang Mentari tidak mengingat apa pun.
"Tapi aku masih kuliah."
"Langit juga." Mamanya menjawab. Mentari menoleh dan mendapati Langit mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentarinya Langit
Romance~Young Adult *** Bagaimana jika kedua orang tuamu menghadiri pernikahan sepupumu, tapi tiba-tiba kamu yang hadir secara virtual dinikahkan juga? Itulah yang dialami Mentari. Ketika orang tuanya sampai di rumah mereka sudah membawa menantu yang nota...