Chapter 29 - Dream

6 3 0
                                    

{Ravenda}

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

{Ravenda}

☆☆☆

Yoo Seon Ho - Forever Smile

☆☆☆

06:45

"AYAH!!"

Mendengar anak perempuannya berteriak nyaring, Andra yang sedang mengurusi bocah berusia sembilan tahun itu otomatis menyusul ke sumber suara.

"Ada apa lagi? Tidak lihat ayah sedang mengurusi adikmu?"

"Kaus kakiku hilang sebelah! Aku pasti akan terlambat ke sekolah jika tidak kutemukan!" Mengacak-acak rambutnya frustasi. Pasalnya dia sudah mencari-cari ke seluruh penjuru kamarnya namun tetap tidak ada. "Jangan sebut dia adikku, sebut saja tetangga."

"Kaus kakimu ada digantungan kamar mandi dekat dapur," celetuk Rani yang sedang makan.

Sudah sekitar delapan bulan Rani tinggal di rumah ini dan selama itu pula Ravenda selalu mengatakan hal yang sama.

Awalnya sih tertohok, lama-lama biasa saja karena terbiasa, tapi makin lama makin menyebalkan juga. Ada saat di mana Rani ingin menjahit bibir kakaknya itu, tapi di sisi lain dia sadar kalau dirinya beban di keluarga barunya. Padahal bisa saja dia tinggal sendirian di rumahnya.

"Ah, sudah kutemukan!" teriaknya kegirangan sampai berjingkrak-jingkrak tidak sabaran.

Dengan segera Ravenda langsung mengambil tas tanpa memakai kaus kaki terlebih dahulu, padahal benda itu berhasil membuat pagi ini menjadi kacau.

Sebelum pergi, dia mencium pipi chubby anak kecil yang sedang makan roti selai cokelat di ruang makan. "Kamu tahu, aku hanya bercanda. Memiliki adik sepertimu adalah berkah dan bahagia bagi kami semua."

"Tapi kamu mengatakan itu setiap pagi. Kamu tidak perlu memperjelasnya pun aku juga sudah tahu."

"Kamu tahu aku sangat tidak peka, tidak pengertian, dan sangat tidak berperikemanusiaan, harusnya kamu mengatakan kalau kamu sakit hati atau tidak nyaman. Kupikir kamu diam karena memang kamu hanya menganggapnya bercanda, tapi ternyata adikku yang cantik ini tersinggung?" Nada bicaranya dibuat selucu mungkin dan itu berhasil membuat remaja kecil itu tersenyum tipis.

"Ah, sudahlah. Aku geli." Rani mendorong-dorong sang kakak untuk menjauh. "Pergilah jika tidak ingin terlambat. Aku tidak apa-apa. Aku juga tidak marah padamu."

"Aku tidak mau lagi melihatmu sedih atau murung. Kami memang tidak bisa menggantikan ayah dan ibumu sebagai orang tua, tapi kami akan selalu menyayangimu sama seperti yang mereka lakukan untukmu. Aku tidak menyuruhmu untuk melupakan mereka, aku hanya menyuruhmu untuk melangkah ke depan karena perjalananmu masih sangat panjang."

The Magic BooksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang