20. Dekat-dekatkan.

98 17 8
                                    

Maaf ya... jarang update 😔 Penulisnya lagi ngerasa capek, sekali lagi maaf banget.. Aku janji bakal sembuh cepat..

Aku tunggu ya voment kalian... terima kasih...

____________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________________

"Obat itu tak selalu bisa untuk mengobati luka."

-KSG
__________________

"Non Giya! Udah siap belum, Non?" tanya seorang maid dari luar pintu.

Sementara itu, di dalam kamar masih ada seorang gadis yang menatap kosong pantulan dirinya di dalam cermin. Bibirnya terlihat pecah-pecah, karena tidak makan dan minum sejak kemarin. Kantung matanya yang semakin menebal, akibat tidurnya yang tak nyenyak. Membuat tampilan gadis berseragam sekolah itu semakin terlihat kacau.

"Non!" Suara maid itu kembali berteriak.

Tanpa menunda-nunda, Giya langsung menyambar tasnya yang berada di atas kasur. Lalu, beranjak pergi ke arah pintu. Tangannya yang masih tersisa luka lebam, menarik pintu tersebut dan menampilkan seorang maid yang masih berdiri di sana.

"Maaf menggangu waktunya, Non. Tapi, Nyonya udah nyuruh Non Giya buat berangkat sekarang," tutur Bi Riya sedikit menundukkan pandangannya, hormat.

Tanpa membuka suara, Giya hanya mengangguk sekilas dan beranjak pergi melewati samping maid itu begitu saja.

Namun, maid itu kembali membuka suara. Yang membuat Giya menghentikan langkahnya.

"T-tapi, Non. Dari kemarin pulang sekolah, Non belum makan apa-apa," ucap maid itu membuat Giya berbalik dan tersenyum tipis.

"Gapapa, Bi. Toh, udah sering ini. Giya masih bisa tahan, kok," ucap gadis itu seakan semuanya mudah. Padahal, tidak. Ini sulit.

"Tapi, Non. Ini ada sedikit pemberian dari Bi Riya." Maid itu tiba-tiba menyodorkan sebuah kotak bekal berwarna kuning.

"Kemarin Bi Riya ngeliat Nyonya marah besar sama Non Giya. Bi Riya jadi nggak tega," tutur Bi Riya yang membuat mata Giya membulat dengan sempurna. Bi Riya seakan memperlakukannya selayaknya anaknya sendiri.

"T-tapi, Bi? Ini beneran gapapa?" tanya Giya masih ragu untuk mengambilnya.

Bi Riya mengangguk pelan. "Iya, Non..."

"Terima ya, Non? Bibi merasa sangat di hargai kalau Non mau menerima pemberian Bibi yang sederhana ini," ucap Bi Riya membuat Giya semakin menatapnya.

"M-makasih banyak, Bi." Tangan Giya menerima kotak bekal itu dengan gemetar. Dia tak tahu harus merespon apa lagi di saat seperti ini.

Sudah sering Giya di didik keras oleh mamanya. Yang membuatnya sekarang merasa aneh, jika menerima rasa peduli dan perhatian padanya.

Bi Riya tersenyum lebar melihat itu. "Yang penting, Non Giya nggak ketahuan Nyonya. Insyaallah, semuanya aman."

Kamu Siapa, Giya? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang