9. Pandang mu.

138 12 5
                                    

Aku tau kalian pembaca yang baik, vote dan komen ya^^

Komen di part ini lebih dari 20 aku bakal update lebih cepat!

Follow me:
IG: joynad_cr
Tiktok: joynad_crrr
Twitter: J_jiuuu0

Follow me:IG: joynad_crTiktok: joynad_crrrTwitter: J_jiuuu0

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________________

"Katanya, sayang bukan tentang seberapa lama mengenal. Namun, tentang seberapa besar rasa peduli kita, bahkan di saat pertemuan pertama."

-Kata Ku yang begitu percaya diri.
_____________________


Cahaya hangat mentari menyelinap di celah-celah tirai putih. Menerangi salah satu sudut kamar, yang masih membiarkan seorang gadis tertidur lelap.

Cahaya hangat, semakin lama menusuk kelopak mata yang masih tertutup rapat itu. Berhasil membuat tubuhnya menggeliat. Bersamaan dengan matanya yang mulai terbuka, terganggu akan cahaya yang terus berusaha membangunkannya.

"Eughhh," lenguh gadis itu membentang lebar kedua tangannya. Melemaskan otot-ototnya yang kaku setelah tidur semalaman.

Setelah mengumpulkan nyawa selama beberapa menit, Giya mulai bangkit dari tidurnya. Tak lupa ia membereskan selimut dan spreinya yang porak poranda seperti habis di terjang badai puting beliung.

Setelah ia rasa rapih, Giya mulai berjalan menuju meja riasnya. Mata hazelnya menatap pantulan wajahnya di cermin. Rambut yang berantakan dan naik seperti singa. Serta wajah bangun tidur yang sangat kusam.

Wah, ternyata selama ini muka gue mirip gembel. Batin Giya dengan muka watadosnya.

Namun, matanya kembali tertuju pada tempelan kain berwarna coklat di pipinya. Tangannya perlahan terangkat, menyentuh plester itu dengan jari-jari lentiknya.

Kepalanya langsung tertunduk. Beralih menatap plester yang juga tertempel di punggung tangannya.

"Buka mata lo, sekarang udah aman."

"Sampai rumah, bersihin sisa darahnya. Baru pasang plesternya."

Suara bariton khas cowok itu kembali terlintas di kepala Giya, saat ia melihat plester itu selama persekian detik. Spontan, sudut bibirnya berkedut, tertarik membentuk senyuman di bibir pucatnya.

"Lo sebenarnya baik, Agi," monolog Giya. Menatap hangat secarik plester yang tertempel di tangannya itu.

Tanpa mau membuang waktu lagi, Giya langsung tersadar dari lamunannya. Kepalanya beralih menoleh pada jam dinding di atas meja belajarnya.

Masih ada waktu tiga puluh menit untuk ia mencuci muka dan bersiap menemui personal trainer-nya di gym.

Dengan segera ia menapakkan kakinya ke dalam kamar mandi di kamarnya.

Kamu Siapa, Giya? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang