A Junior - Part 4

4.2K 137 5
                                    

Jeongguk tak mengetahui apa yang sebenarnya ada di pikirannya. Pikirannya seolah penuh dan kosong di saat yang bersamaan. Menyesakkan namun juga hampa. Ia tak mengetahui alasannya secara pasti, kemungkinan rasa rindu akan rumah, rasa lelah akan kuliah, atau rasa sepi yang mendera sepenuhnya.

Satu hal yang ia tahu kemudian adalah ketika ia memakai jaket kulitnya dan melangkah dengan pikiran kosong menuju kamar dorm seorang Taehyung, adik tingkat yang akhir-akhir ini menjalin hubungan dekat dengannya. Lalu kemudian, ketika Jeongguk berdiri tepat di depan pintu kamar pria itu, kesadaran seolah kembali sepenuhnya.

Ia menelan salivanya gugup, ia sudah berada di sini, sudah berada tepat di depan kamar pria itu. Mulutnya terasa kelu untuk berbicara tetapi kakinya juga terasa berat untuk melangkah pergi. Maka, yang dapat ia lakukan hanyalah maju. Tidak ada pilihan lain.

Jeongguk mengangkat tangannya, mengetuk pintu kamar yang lebih muda, dan berdiri kaku menunggu pintu terbuka. Terasa asing rasanya, menunggu selama beberapa waktu seperti ini, sebab ia terbiasa menghubungi Taehyung tiap kali ingin berkunjung dan pria itu akan siap siaga menunggu dengan pintu kamar yang terbuka begitu Jeongguk sampai.

Jeongguk menghela napas, apakah Taehyung tidak ada di kamar? Haruskah dirinya pergi dari sini? Tetapi, ia sangat tidak ingin sendirian saat ini. Ia butuh seorang teman dan hanya satu sosok yang ada untuk selalu menemaninya, yaitu Taehyung.

Sesaat sebelum Jeongguk memutuskan untuk pergi, ia mengetuk pintu sekali lagi. Tetap tak ada jawaban. Namun sedetik kemudian, ada sebuah teriakan berupa, "Sebentar!"

Balasan itu membuat sebuah senyuman tipis di wajah Jeongguk terbentuk, ia menunggu dengan sabar hingga kemudian pintu di depannya terbuka. "Siapa—oh, Kak Jeongguk? Kenapa Kak?"

"Hai." Jeongguk berucap, menatap Taehyung dengan ragu.

"Masuk Kak," ucap Taehyung, membuka pintu lebar-lebar dan mempersilakan Jeongguk masuk ke kamarnya.

Jeongguk mengangguk dan melangkahkan kaki memasuki kamar Taehyung yang sedikit banyak telah ia kenali.

"What brings you here, anyway?"

Jeongguk terdiam dan menatap Taehyung, "Ganggu nggak?"

Taehyung menggeleng dengan cepat, "Nggak. Gue baru aja selesai nugas, lo udah nunggu lama depan pintu ya? Maaf lama bukanya."

"Gapapa."

"Uh, terus, lo kenapa Kak dateng ke sini?" Taehyung berucap, duduk di pinggir ranjangnya.

"Gue ... lagi gak mood." Jeongguk berucap seraya bergabung dengan Taehyung dan duduk di sampingnya.

"Oh? Iyakah? Terus mau ngapain kalo gak mood?" Taehyung bertanya, menatap Jeongguk dengan bola matanya yang membulat layaknya seorang anak kecil.

"C-Can we fuck? Gue merasa pikiran gue penuh banget, I need to fuck this sadness out of me." Jeongguk berucap, menunduk menatap lantai sebab tak enak hati untuk mengungkapkan perasaannya terang-terangan.

Taehyung terkekeh, "Ah, bener juga. Tapi kok lo lagi sedih malah pengen main?" tanyanya.

Jeongguk terkekeh dan menggelengkan kepala, "Nggak tau juga. It's the only thing yang bisa bantu gue hilangin sakitnya, I guess."

Taehyung mengangguk paham, "Yaudah kalo gitu. Kasar atau lembut?" ujarnya seraya menyentuh pundak Jeongguk.

"Medium aja? Gak terlalu kasar tapi gak lembut juga."

Gelak tawa terdengar dari lisan Taehyung, "Medium? Haha, yaudah."

Jeongguk tersenyum tipis, ia melepas jaket kulit yang dipakainya, dan menjatuhkannya begitu saja di lantai. Tubuhnya didorong untuk tertidur di atas ranjang, Taehyung menunduk untuk mengecupi rahang, membubuhkan ciuman tipis sebagai awal.

Pria yang lebih tua membiarkan juniornya melakukan semua hal yang ia inginkan, memberinya seluruh kendali agar dapat bermain-main sepenuhnya, agar dapat menghapuskan rasa sedih dan hampa yang masih ia rasakan sekarang.

Taehyung adalah seorang pencumbu handal, seorang pencinta handal yang dapat membuat Jeongguk merasakan puas dengan mudah. Dengan bagaimana jemari pria itu menelusuri tubuh Jeongguk yang bahkan masih tertutup pakaian, bagaimana pria itu menatap Jeongguk begitu tajam bagai siap memangsanya, bagaimana dalam netra pria itu terdapat sarat kepatuhan untuk seorang Jeongguk yang begitu ia damba hingga ia rela menjadi tempat pria itu datang setiap ia membutuhkan.

Bibir Taehyung melumat lembut ranum merah Jeongguk, bertukar kehangatan dalam tiap lumatan dan menunjukkan kehadiran bahwasannya ia ada di sini untuk Jeongguk dan tak akan membuat pria itu kesepian. Lumat demi lumat diberikan, lidah saling beradu seiring dengan hasrat yang terpacu, tangan tak dapat dihentikan pergerakannya—bergerak menelusup dalam kaus putih Jeongguk dan meraba kulit mulusnya.

Hingga kemudian tautan bibir terlepas, Jeongguk menatap Taehyung lamat-lamat. "Tae ...."

"Hm?" Yang lebih muda membalas tatapan, tangannya yang lain mencengkram erat kedua tangan Jeongguk di atas kepala.

"Jangan lama-lama. Just fuck me with no feelings." Jeongguk berucap tegas. Ia tidak membutuhkan seks yang lembut dan pelan, ia butuh seks yang dapat menghancurkan tubuhnya dan memberantakkan pikirannya. Membuat kesedihannya pergi tergantikan dengan gelombang kenikmatan yang membuat tubuhnya bergetar. Ia butuh itu dari Taehyung.

"No feelings? Rough, kalau gitu? Berubah pikiran lo, Kak?" Taehyung mengangkat sebelah alisnya.

Jeongguk menghela napas dan terkekeh, "Gue cuma mau bad thoughtsnya ilang."

"Iya? Dan itu bakal terjadi kalo gue seks sama lo dengan kasar?"

Jeongguk menutup matanya. Kembali lagi, Taehyung dan ucapan-ucapan kotornya.

"Jangan degrading, please. Hidup udah ngata-ngatain gue rendahan duluan. Seks aja, no talk. Fuck me kaya biasa." Jeongguk berucap lagi.

Taehyung mengangguk paham, "Kalo gitu langsung aja, ya?"

Jeongguk tak menjawab. Tetapi diam adalah tanda bahwa dirinya setuju.

Satu tarikan pada celana jogger sang pria Jeon adalah hal paling mudah untuk Taehyung lakukan sebagai tanda mulai. Begitu mudah, ia terbiasa. Namun, untuk menerka pikiran dan menelusup masuk ke dalam hati pria itu, merupakan suatu yang begitu rumit hingga dirinya bahkan tak sampai hati untuk membayangkan untuk memiliki Jeongguk dalam tangannya.

Taehyung terlampau paham jika pria ini hanya ada untuk seksnya. Hanya untuk kegiatan saling memuaskan—yang nyatanya, Jeongguk yang lebih dipuaskan saat mereka melakukan ini. Hubungan badan semata yang bahkan jika pada akhirnya Taehyung pergi dan tak bersedia lagi, Jeongguk akan melepasnya dengan mudah dan mencari orang lain dalam jentikan jari.

Taehyung tahu jika ia hanya digunakan.

Kelewat tahu.

Namun, apa? Mengapa ia masih di sini untuk selalu hadir jika Jeongguk membutuhkan? Apa alasan bodoh yang membuatnya rela memberi waktu berharganya untuk seluruh omong kosong ini?

Faktanya adalah bahwa Jeongguk terlalu sempurna. Ia terlalu sempurna bahkan ketika baru saja menjejakkan kaki dan mengetuk pintu kamar Taehyung untuk sebuah sesi bercinta. Ia terlalu sempurna bahkan ketika celana miliknya terlepas, masih dengan kaus hitam yang terbalut di tubuhnya.

Hingga pada akhirnya, ia jauh melampaui kata sempurna ketika Taehyung memulai kegiatan mereka dan berusaha melesak kasar. Erangannya kepalang indah, begitu merdu menyapa indra pendengaran yang lebih muda dan membuat ereksinya bertambah tegang hanya dengan sebuah pekikan 'ahh.'

Raut wajahnya berhasil memupuk nafsu bagi siapapun yang melihatnya—dan hanya Taehyung yang dapat melihatnya, sekarang. Pun, ketika dirinya membuka kaki semakin lebar, mempersilakan Taehyung untuk melesak lebih dalam, mempercepat ritme gerakannya, dan menghujam tepat pada titik manis sensitifnya—keparat. Taehyung sampai harus menelan salivanya untuk menahan diri.

Bagaimana ranum ceri Jeongguk terbuka lebar mengeluarkan desahan dan erangan tanpa henti, saliva yang mengalir ke luar tanpa izin, dan tubuhnya yang—jika dilihat dengan saksama, bergetar pada tiap hentakannya. Jeongguk menerima begitu patuh dan tunduk, meminta untuk dipuaskan lagi dan lagi tanpa memberi tanda bagi Taehyung untuk berhenti.

"T-Taehyung ahn—hng." Buku jemari kakinya tertekuk dan memutih, tangannya meremat seprai begitu erat seakan hidupnya bergantung pada sehelai fabrik tipis itu.

Taehyung yang bergerak di atas seolah menghancurkan tubuhnya dan menyatukannya kembali dalam durasi dan ritme yang berantakan, teapi juga mendalam untuk membuat Jeongguk meraungkan desau nikmat yang mengguncang raga. Berulang kali, Taehyung berlaku seperti itu. Tanpa henti dan tanpa jeda, mencapai tujuannya dengan begitu mudah.

Tujuannya, sesuai yang Jeongguk pinta, menghilangkan pikiran-pikiran buruk yang membuat Jeongguk gelisah sebelumnya.

Ia dengan mudah melakukan itu. Hingga sekarang, yang ada dalam pikiran yang lebih tua adalah bahwa Taehyung adalah seorang yang begitu mahir bercinta hingga Jeongguk rela untuk melakukan hal ini hingga fajar tiba.

Selatan Taehyung menghentak begitu cepat, mendera sebuah nikmat dalam tubuh dan pikiran hingga membuat akal hampir menguap.

"Ahh—ahh Taehyung—ahh!" Rengekan terus terdengar, racaunya memanggil nama Taehyung entah untuk apa. Meminta lebih atau berhenti? Sejujurnya Jeongguk tak tahu lagi.

Ranjang kayu tempat keduanya berada berderit dengan lantai, nakas kayu di sebelahnya ikut terguncang dengan tiap hentakan kuat dan tegas yang diberikan.

"Oh—oh shit. God!"

Darah dalam tubuh Jeongguk seakan berdesir panas, mendidih dalam rangsangan, adrenalin meningkat dengan cepat seiring dengan Taehyung yang menggerayangi tubuhnya dan bergerak lebih intens membantunya menyentuh puncak dalam waktu yang singkat.

"Ahh! Ahh Taehyung—sial—hm, cumming!"

"Huh? Cumming?" Taehyung menjeda kalimatnya dengan kekehan, "Cum then, baby."

Rematan Jeongguk pada seprai menguat, punggungnya perlahan melengkung seiring dengan rasa terbakar terasa pada perutnya. "Fuck fuck fuck—hngh, FUCK!" Umpatan kencang terdengar di sepenjuru kamar, Jeongguk mengotori kausnya dan kaus Taehyung dengan cairan putih kepuasan.

Jeongguk rasa, ini adalah keputusan yang tepat untuk datang ketika moodnya buruk dan pikirannya penuh gelisah. Sebab sekarang, satu hal yang ada di pikirannya hanyalah, sial, bagaimana sesi bercinta dapat terasa senikmat itu dengan seorang junior yang lebih muda satu tahun darinya? Jeongguk rasa, ia tidak akan puas dengan semua ini dalam waktu dekat.

Lalu, sebagai satu-satunya saksi dan penyebab utama mengapa Jeongguk datang pada puncaknya yang begitu hebat, hal itu membuat Taehyung sendiri tak dapat menahan orgasmenya lebih lama lagi. Mudah, untuknya sampai. Dari bagaimana Jeongguk meremat miliknya begitu ketat dan sesak, hanya perlu satu hentak dan hujaman dalam, Taehyung sampai begitu saja dan mengeluarkan cairannya dalam titik terjauh Jeongguk.

"Ah, Kak. Shit." Taehyung menarik napas panjang, menikmati orgasmenya dan lantas melepas penyatuan mereka, kemudian bergerak merebahkan diri di samping Jeongguk.

Netra yang lebih muda menatap sang kakak tingkatnya yang menutup mata, terlihat kelelahan namun masih selalu cantik dan indah. Akan selalu begitu.

Kalian tahu, apa yang membuat pria bernama Kim Taehyung itu memilih untuk tetap mencintai seniornya meski ia tahu, rasa sakit seperti ini akan terus mendera hatinya? Adalah kenyataan bahwa, semenyakitkan apapun itu, ia tetap menikmati hubungan mereka ini dengan Jeongguk yang tetap dapat hadir di hidupnya, tetap berada dalam jangkauannya, meski ia takkan pernah memilikinya.

[]

DIRTY HABITS | oneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang