Seperti bocah nakal yang mencoba meretas batas,
Di tengah dengkuran puluhan orang yang tertidur pulas, ketika Subuh masih pekat, Ruis tampak mengerahkan seluruh tenaga untuk bangun dan duduk, demi melakukan panggilan video dengan seseorang yang akan pergi ke Bandung sebentar lagi.
"Siapa aja, yang anter?"
Suara terdengar parau; belum minum air putih setelah bangun tidur seperti biasa. Selain memaksa suara agar terlafal jelas, Ruis juga berharap kedua mata yang masih setengah terpejam bisa terbuka lebar dan menyaksikan penampakan Bandara Kualanamu yang mulai sibuk meski hari masih gelap.
"Arkan, Dirga, dan beberapa orang lain. Mau tidur lagi, atau langsung Subuh?"
"Mau ke kamar mandi. Sikat gigi, wudu, salat."
"Ya udah. Buruan, mumpung baru selesai azan."
"Iya. Bang Ezra, Bika ambonnya nggak ketinggalan di sekret, 'kan? Jangan lupa kasih ke Teh Rina. Nanti aku kirimin kontak temen Teh Rina kalau udah dikirim ke aku."
Lelaki yang sudah segar meski terjaga sepanjang malam itu mengangguk. "Siap! Agenda pagi ini apaan?"
Ruis seketika terbangun secara utuh ketika mendengar pertanyaan Ezra. Kedua mata langsung melebar. Pemuda itu bertanya seolah tidak tahu apa yang dilakukan kru Jejak Narasi sampai harus menginap di ruang rapat utama gedung UKM seperti sekarang.
"Situ yang panitia upgrading! Kenapa nanya saya?!"
Acara upgrading yang rutin dilakukan tiap tahun bertujuan meningkatkan minat organisasi sekaligus kemampuan masing-masing SDM. Sebagai panitia, Ezra sudah seharusnya hafal rundown acara. Namun, beberapa kesibukan membuatnya terlupa. Mulai dari keberangkatan dan kepulangan Arkan dari Festival Milenial Islami, persiapan upgrading yang dijadwalkan berlangsung selama tiga hari, serta administrasi yang harus diurus sebagai salah satu mahasiswa UND untuk keberangkatannya ke sebuah acara yang dilaksanakan oleh KPK.
"Kak Liliana ketua panitianya. Abang udah izin karena banyak kesibukan lain."
"Alibinya bagus, sih. Hmm."
"Ruis jangan terlalu sedih walau nggak lulus seleksi, ya. Nanti Abang bawain oleh-oleh spesial dari Bandung."
Kini, ganti Ruis yang mengangguk. "Selamat jalan-jalan ke Bandung, ya. Titip salam, semoga aku segera ke sana. Titip salam juga ke Bang Janu kalau Abang jadi singgah ke Jogja!"
"Pasti. Jaga Medan baik-baik. Sampai ketemu lagi!"
***
Tidak seperti biasa.
Tiap kali hendak beranjak dari kontrakan, Ruis biasa mendapat chat dari Ezra agar membelikan sarapan di depan gang lantaran belakangan sudah jarang tidur di rumah. Ezra nyaris seperti hantu sekretariat yang menghuni selama 24 jam. Namun, keributan itu hanyalah jejak untuk sekarang. Ezra baru pergi sehari lalu, tetapi Ruis sudah merasa kalau itu sudah sangat lama.
"Ruis! Nitip nasi uduk depan gang, ya. Soalnya enak. Tambahin bakwan jamur!"
Di sekretariat pun, terasa amat berbeda. Ruangan yang memang lebih sering hanya diisi olehnya dan Ezra itu terasa amat sepi. Ruis duduk di salah satu bangku dengan jari menekan-nekan papan tik, berharap sesuatu tertulis di lembar word-nya. Namun, nihil. Kursor yang tertampil di layar bergerak statis, tidak menambah satu huruf pun, bahkan sampai ponsel Ruis berdering menandakan panggilan video.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Meja Redaksi [SUDAH TERBIT]
General FictionSuara bising yang berasal dari dapur di lantai bawah, belum juga membuat Ruis yang sudah membuka mata tersadar penuh. Ia sedang punya keringanan sehingga bisa meninggalkan salat Subuh dan tertidur sampai matahari meninggi. Kesadaran kembali seratus...