Aku tidak seperti yang mereka pikirkan, tapi aku terus melangkah lebih jauh.
Bol4-To My Youth2022
"Mau pesen apa?"
Sudah lima menit membolak-balik lembaran buku menu salah satu saung lesehan di Terminal Wisata Grafika Cikole, Arkan belum juga menemukan makanan yang pas, padahal hanya tinggal tunjuk gambar. Pemuda itu tidak perlu membayar, karena Ruis yang sudah bosan menunggu sedang berbaik hati mau mentraktir.
"Nggak tau. Kita belum sarapan. Nasi bakar aja, deh, biar aman."
"Nasi bakar dua, Teh. Sama dua es jeruk," ujar Ruis kepada seorang pelayan.
Setelah pelayan itu pergi meninggalkan meja mereka, Ruis segera menyodorkan map tebal yang sudah dibuka. Tampak tumpukan kertas yang tak begitu banyak di sana. "Ini, Ar, dokumen kontraknya. Coba baca dulu, udah sesuai sama yang kita diskusiin selama ini atau belum."
Arkan segera meraih dokumen tersebut. Sambil membaca, pemuda yang rela datang ke Bandung padahal sibuk bekerja di Yogyakarta itu, merogoh waist bag miliknya, lantas mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sana. Dia juga membuka knop kecil pada kotak itu untuk mengambil sesuatu di dalamnya.
Setelah cukup lama membaca deretan ketentuan yang ada di dokumen itu, Arkan pun bertanda tangan di atas meterai sepuluh ribu yang sudah ditempelkan Ruis sebelumnya. Dia lalu kembali menyodorkan dokumen tersebut kepada Ruis, beserta bolpoin yang sejak tadi menjadi perhatian gadis itu.
"Aku tau, Kakak nggak bawa pulpen," tebak Arkan.
"Ha? Sok tau. Kakak selalu bawa pulpen ke mana pun. Kebetulan aja hari ini lupa gegara kamu minta cepat dijemput di stasiun," sergah Ruis seraya mengambil map dan bolpoin milik Arkan yang sekarang hanya menyengir kuda.
Sedetik kemudian, ketika bolpoin milik Arkan sudah dalam genggaman, Ruis tiba-tiba mematung. Dia terpaku melihat detail bolpoin yang sangat dia kenal, juga tiga huruf yang tercetak jelas di bagian badannya.
Han.
Ruis sudah curiga sejak melihat kotak itu.
"Ar?" panggil Ruis tanpa memindahkan pandangan. "Kamu beli pulpen ini di mana?"
"Kak Ruis udah berapa lama, sih, merantau di Bandung ini? Logat Medan-nya sudah nggak kedengaran sama sekali," sahut Arkan yang tanpa sengaja membahas topik lain. Dia sedikit geli mendengar kata kamu dari bibir Ruis.
"Ar, serius. Beli di mana?"
"Pulpen itu? Dulu, sebelum Bang Ezra berangkat ke Malang, dia nitip ini ke aku. Eh, ngasih, ding. Katanya, dia nggak bisa pake pulpen ini. Dan daripada mubazir nggak kepake, dia ngasih ke aku. Baru setahun ini juga aku pake, Kak. Dan, udah beberapa kali ini juga isi ulang," terangnya.
Ruis tercenung, menatap barang yang sempat ia pertanyakan keberadaannya.
"Kenapa, Kak?"
"Eh, nggak. Bagus."
Ruis segera menandatangani dokumen tersebut juga, bertingkah tidak apa-apa meski sedang berpikir cukup rumit. Otak sudah memunculkan sebuah konspirasi, bahwa mungkin Ezra sudah tahu tentang perasaannya. Dan, karena tidak bisa membalas perasaan itu, sukar bagi pemuda tersebut untuk menerima pemberiannya. Ruis baru sadar akan hal itu, sekarang.
Setelah sama-sama menandatangani kontrak, Ruis dan Arkan berjabat tangan sebagai tanda memulai. Bukan kerja sama yang menakjubkan, karena mereka hanya akan membuat studio visual tanpa punya kantor fisik.
"Kemarin udah ada tiga adik kita dari Jejak Narasi yang ngirim aplikasi pendaftaran. Soal detail, kayaknya nanti malam aja, deh, kita bahas? Soalnya bentar lagi kita kedatangan tamu, sekaligus sponsor penginapan hari ini. Teh Lila sama suaminya."
"Seseorang pernah berkata padaku; sambil menunjukkan satu buku bersampul putih dengan ornamen biru dan beberapa warna lain. Dia bilang, tidak perlu menyenangkan semua orang. Tapi berbuat baiklah pada siapapun. Sungguh, nasihat yang amat berat untuk kulakukan tapi, bukan sesuatu yang mustahil, bahkan semua orang bisa melakukannya."
-Ersylla Alanza Ruis-End.
Tulisan ini berakhir pada 18 Mei 2022
Terima kasih sudah mendukung cerita ini mulai awal tahun 2022.
Meski didedikasikan untuk seseorang yang sudah pergi, cerita ini lebih sangat aku harapkan bisa menjadi satu titik semangat untuk kalian. Bahwa nggak semua yang kita inginkan, akan menjadi milik kita. Dan, nggak semua yang Tuhan tunda, sama sekali tidak akan pernah menghampiri kita.
Sekali lagi, terima kasih sudah menemani menyelesaikan cerita ini. Sampai bertemu di buku fisiknya.
Salam sayang
Orizuru🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Meja Redaksi [SUDAH TERBIT]
General FictionSuara bising yang berasal dari dapur di lantai bawah, belum juga membuat Ruis yang sudah membuka mata tersadar penuh. Ia sedang punya keringanan sehingga bisa meninggalkan salat Subuh dan tertidur sampai matahari meninggi. Kesadaran kembali seratus...