9. Pengacau

2 0 0
                                    

Ini adalah kali pertama Ranum berada di kantin. Kantin cukup ramai dan membuat Ranum sedikit tidak nyaman namun dibandingkan berdiam diri di kelas bersama dengan teman-teman sekelasnya yang selalu saja mencari masalah Ranum lebih memilih duduk di kantin sambil memakan gorengan. Toh di kantin hanya sedikit yang mengenalnya, jika bukan teman sekelasnya paling hanya Anala dan dua sohibnya.

Berbicara tentang Anala sejak kemarin Ranum tidak mendengar kabar dari gadis dengan rambut lurus yang selalu terurai itu. Bahkan saat inu Ranum tidak melihat tiga gadis itu berada di kantin.

Ranum menghela kasar saat aktivitas makannya berhenti karena seseorang menutup matanya dengan telapak tangan. "Jangan ganggu deh!" Ranum benar-benar muak, tidak di kelas tidak di kantin orang-orang selalu saja mengusik kehidupannya.

"Tebak ini siapa?"

"Aksa...... gue lagi makan nih!"

Aksa tertawa pelan lalu melepaskan telapak tangannya. "Maaf," ucapnya masih tertawa.

"Lo kenapa bisa tau kalau gue di kantin?" tanya Ranum.

"Soalnya teman sekelas lo bilang kalau lo gak di kelas berarti lo di kantin," jawab Aksa.

"Teman sekelas gue gak ngomong sembarangan kan?"

Aksa menggeleng, "emangnya mereka sering ngomong apa?"

"Gak jadi," Ranum kembali memakan bakwan yang ada di depannya.

"Gue pesan makanan dulu yah tungguin gue," pamit Aksa lalu berjalan menuju stan kantin Bu Darsih.

Ranum mengunyah kembali bakwan yang telah masuk ke dalam mulutnya, namun tiba-tiba ia tersedak saat seseorang menariknya hingga ia hampir saja terjatuh. Posisi Ranum kiri berdiri di bagian tengah kantin. Orang-orang yang melihat Ranum ditarik secara paksa langsung mengalihkan perhatiannya ke arah Ranum.

Plak......

Tangan mungil Ranum memegang pipi kirinya yang terasa amat nyeri akibat tamparan bebas yang Anala layangkan, bahkan bakwan yang belum Ranum kunyah hingga benar-benar halus tertelan begitu saja.

"Kurang ajar lo yah!" jari telunjuk Anala berada tepat di antara kedua mata Ranum, "maksud lo apa kabur? Mau mempermalukan gue?!" bentak Anala. "Lo tau gak sih betapa susahnya gue nyariin lo pelanggan dan dengan seenaknya lo main kabur gitu aja!" Kini Anala tersulut emosi, wajahnya bahkan memerah saat menatap Ranum. "Gue gak akan pernah biarin lo hidup tenang, jalang!"

Plak......

Kini Ranum yang melayangkan tamparan pada pipi Anala. Ini pertama kalinya Ranum menyakiti Anala disaksikan oleh banyak orang, Ranum tak sanggup lagi berdiam diri. Terbukti Anala adalah gadis yang lemah setetes air mata membasahi pipinya seolah ia adalah orang yang paling tersiksa di dunia.

"Emang selama ini lo pikir hidup gue tenang!?" Bentak Ranum.

"Selama ini lo pikir hidup gue bahagia-bahagia aja semenjak bokap gue meninggal dan nyokap gue sakit?!"

"Kalau lo sesusah itu nyari om-om girang kenapa gak lo aja yang ajak dia kencan, kenapa harus gue, bukannya lo yang gila duit?!"

"Karena lo lebih pantas, Jalang!" Anala menarik kerah baju Ranum hingga keduanya dapat mendengar deru napas mereka yang saling bersahut-sahutan.

"Lo gak nyadar juga kalau lo jauh lebih diidamkan om-om dibanding gue?"

"Lo gak nyadar alis pelakor lo itu mencang-mencong buat om-om cabul di luar sana ketar-ketir?!"

Seisi kantin tertawa saat Ranum menghina Anala. Ranum melepaskan tangan Anala yang masih menggenggam kerah baju Ranum lalu merapikan kerah bajunya yang sedikit kusut. "Tangan kotor lo yang dipenuhi dosa itu udah buat baju gue ikutan kotor! Lo nyadar gak kalau dosa lo itu banyak banget?" Ranum menaikkan telunjuknya menunjuk wajah Anala yang semakin memerah, "lo ngerasa makhluk paling suci padahal lo hampir aja melecehkan saudari lo sendiri! Lo bahkan udah jebak saudari lo sendiri sampai dia trauma dan secara gak langsung lo bunuh bokap lo sendiri!" Teriak Ranum.

Anala menutup kupingnya rapat-rapat lalu menggelengkan kepalanya, "gak, gue gak pernah bunuh Ayah! Yang bunuh Ayah itu lo bukan gue!" Teriak Anala histeris bahkan kedua sahabatnya menjauh karena ketakutan melihat Anala yang histeris bagaikan kera sumbang. "Gue gak pernah bunuh Ayah! Gue gak pernah! Gue bukan pembunuh! Lo yang pembunuh!"

Ranum mengangkat sudut kiri bibirnya membentuk sebuah senyuman penuh arti. Ranum melipat kedua tangannya di depan perut, "lo pembunuh, Anala dan lo harus terima itu." Ranum tertawa puas berhasil mempermalukan Anala bahkan orang-orang menatap Anala seperti makhluk yang menjijikkan karena bertingkah seperti orang yang memiliki gangguan jiwa.

Anala yang merasa sedikit tenang menatap sekelilingnya. "Asal kalian tau, yang lebih menjijikkan adalah jalang yang ada di depan gue ini!" Teriak Anala.

"Ranum. Secara gak langsung dia udah bunuh bokap gue karena skandal yang dia bikin sama pacarnya pada saat dia masih kelas tiga SMP. Bayangkan kelas tiga SMP dia udah bikin skandal!"

"Lo yang jebak gue, A*j**g!" Ranum berusaha membela dirinya. Namun naas, semua tatapan kini tertuju pada Anala.

"Terus nyokap dia!" Anala menatap sekelilingnya sambil menunjuk wajah Ranum, "adalah pelakor yang menghancurkan keluarga kecil bokap gue!" lanjutnya menggebu-gebu.

"Nyokap dia tau kalau bokap gue punya istri dan punya anak, tapi yang namanya jalang gak akan peduli sama hal itu!"

"Nyokap nya nikah sama bokap gue, dan dia lahir membawa kesialan di keluarga gue!"

Ranum menggelengkan kepalanya tak menyangka Anala akan berbicara seperti ini di depan orang-orang. Anala memang selalu mengancam tapi Ranum pikir hal itu hanyalah ancaman semata, namun kini Anala benar-benar melakukannya, Anala membongkar rahasia keluarganya sendiri.

Anala mendekatkan wajahnya dengan Ranum, meraih dagu Ranum lalu menggenggamnya dengan kasar. "Selama ini gue gak ngancam doang yah," bisik Anala lalu melepaskan tangannya.

"Nyokap nya sekarang gila, dan gak mau mengakui Ranum sebagai anaknya. Ya iyalah orang tua mana juga yang mau mengakui anak yang udah gak berharga, anak yang gak bisa jaga dirinya."

"Asal kalian tau gue cuma dijebak sama dia!" Ranum menunjuk wajah Anala namun nampaknya orang-orang di kantin tidak ada yang percaya dengan ucapan Ranum. Lagipula siapa yang mau percaya kepada gadis yang wajahnya saja sangat asing di SMA Dasar Negara.

"Gak akan ada yang percaya sama lo," ledek Anala memelankan volume suaranya.

"Jadi yang punya pasangan hati-hati aja yah sama dia, tanda-in aja mukanya. Soalnya kata pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, jadi harap hati-hati semuanya!" Teriak Anala.

"Nyokap gue gak sejahat itu!"

"Tapi ada buktinya lho!" Anala mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan foto keluarganya. "Nih, jadi dia itu saudara tiri gue, tapi tenang aja gue gak kayak dia kok, gue gak suka rebut kebahagiaan orang lain." Seandainya saja Anala sadar bahwa selama ini ialah yang selalu merebut kebahagiaan Ranum.

"Yang rebut kebahagiaan gue selama ini itu lo yah, Lo masih gak nyadar!" Kesal Ranum berapi-api. Matanya mulai memanas akibat menahan air mata yang berada di pelupuk matanya.

"Gue ngelakuin ini karena lo dan nyokap jalang lo yang duluan merebut kebahagiaan gue dan nyokap gue!"

"Gue tau gue salah, tapi apa pantas lo ngelakuin ini ke gue? Kalau gitu lo sama jahatnya dengan nyokap gue!"

"Lo emang pantas dapatin ini, Lo pantas dipermalukan, semua orang juga tau hukum sosial. Kalau berani berbuat kenapa gak berani menerima konsekuensinya?"

Dialog Dari RanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang