"Aksa." Tari dan Ranum memanggil bersamaan.
"Tante, Ranum. Kok kalian bisa bareng?"
Ketiganya kini duduk di sofa yang terletak di ruangan putih itu. Hanya Tari yang terus berceloteh di samping putrinya, sedangkan Ranum dan Aksa, keduanya membisu tidak ada yang bisa memulai pembicaraan.
Tidak seperti biasa, Ranum akan bercerita banyak hal pada Rayni. Hari ini Ranum hanya menanyakan kabar gadis itu meski ia tau gadis itu berada di ambang kematian dan itu bukan kabar yang baik-baik saja.
Rasanya canggung bercerita banyak hal sedangkan ada Tari dan Aksa. Lagipula tidak ada yang terlalu penting juga, mungkin ia bisa bercerita kembali esok hari.
Netra Tari tertuju pada jendela yang menghadap keluar rumah sakit. Hujan melanda kota siang ini. Mungkin hujan baru saja turun karena sebelum Tari ke rumah sakit langit nampak cerah meski sebagian tertutupi awan.
"Di luar hujan, kalian nunggu aja sampai hujannya reda," ucap Tari lalu menutup gorden.
"Ranum pulangnya naik angkot, Tante, gak bakalan kena hujan." Dengan segera Ranum mengambil ranselnya hendak beranjak dari tempatnya.
"Nunggu reda aja, kita bareng."
Kali ini Aksa yang berbicara membuat mata keduanya kini tertuju pada laki-laki yang masih duduk di kursi.
"Boleh?" tanya Ranum.
"Boleh, jok motor aku kangen di duduki sama kamu," ucap Aksa memancing tawa kecil dari Ranum da Tari.
Aksa tidak pernah berubah. Bahkan ketika Ranum mulai kembali setelah pengasingan satu bulan lamanya. Ia masih bisa mengeluarkan candaan yang tidak begitu lucu, namun senyuman Aksa yang mampu membuat tawa kecil keluar dari bibir Ranum.
Tak lama menunggu, hujan perlahan reda. Aksa dan Ranum melewati koridor hingga akhirnya sampai di pintu kaca dimana banyak orang yang berlalu-lalang. Tidak ada yang mewah setelah hujan, hanya saja udara jauh lebih sejuk dibanding sebelumnya. Langkah Ranum mengikuti Aksa yang berjalan menuju motornya. Ranum menghentakkan kakinya di genangan-genangan air disekitar rumah sakit. Sesekali Aksa menoleh sambil tersenyum tipis melihat Ranum yang tersenyum lebar karena melihat percikan air perlahan membasahi sepatu Sekolahnya.
Keduanya kini berada di jok motor. Tidak ada pembicaraan, tidak ada tawa, keduanya sama-sama menikmati udara sejuk selepas hujan. Sepanjang perjalanan Ranum menatap pantulan dirinya di genangan air jalan raya, sedangkan Aksa hanya fokus pada jalanan yang ada di depannya. Atau mungkin ia juga fokus pada kaca spion yang menyorot wajah Ranum. Lampu jalanan berubah merah, motor Aksa berhenti tepat digaris zebra cross.
"Kamu gak marah, Sa?"
Akhirnya Ranum membuka pembicara meski Aksa susah payah untuk mendengarnya dari balik helm.
"Marah kenapa?"
"Karena aku udah menjauh."
Jeda, sisa sepuluh detik lampu berubah menjadi hijau kembali. Keduanya mengabaikan pengamen yang sedang menyanyi di samping mereka.
"Maaf, aku terlalu kekanak-kanakan."
"Gak pa-pa, aku ngerti. Kamu baik, kamu mau kembali."
Tiga detik lagi dan lampu akan berubah menjadi hijau. Suara pengamen yang menyanyikan lagu "tongkrongan kami sopan" perlahan lenyap seiring dengan Aksa yang mulai melajukan motornya saat lampu berubah hijau. Keheningan kembali menerjang keduanya, hanya suara klakson dan kendaraan yang saling bersahut-sahutan seolah saling berbicara satu sama lain. Tidak ada lagu "tongkrongan kami sopan" hanya alunan suara kendaraan dan klakson yang mengiringi mereka. Aksa dan Ranum kembali terdiam, atau mungkin kembali bergelut dengan pikiran masing-masing. Aksa berhenti di trotoar jalan, tepatnya di depan sebuah bengkel mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Dari Ranum
Short Story"Pada akhirnya aku menyadari bahwa kehadiran mu hanyalah ilusi yang aku ciptakan." gadis cantik dengan masa lalu kelam, Ranum. Wajah yang selalu teduh saat dipandang itu memiliki trauma yang mendalam yang membuat hidupnya saat ini kian terombang-amb...