Mata Ranum menyipit saat melihat pemandangan di depannya. Sebuah Kelab malam. Anala dan kawan-kawannya membawa Ranum ke sebuah Kelab yang bahkan Ranum sendiri tidak pernah lewat di depan bangunan ini. "Kita ngapain ke sini?"
"Yah senang-senang lah," jawab Anala. "Masuk yuk."
Anala dan kedua temannya lebih dulu berjalan masuk, sedangkan Ranum masih berdiri di depan bangunan tersebut.
"Lo ngapain masih berdiri di situ? Ayo masuk!" Ajak Anala.
Ranum menggeleng. Ia tidak terbiasa dengan pemandangan seperti ini, apalagi melihat banyak pria yang perangainya mungkin sama dengan Reza, bahkan lebih buruk dari Reza. Ranum tidak ingin kejadian dua tahun yang lalu kembali terulang.
"Gue pulang aja yah, kasihan ibu belum makan," tolak Ranum.
"Gak bisa, lo harus ikut kita. Lagian ngapain sih lo mau aja urusin orang tua gila kayak nyokap lo, biar dia rasain sendiri akibat dari....." Belum selesai dengan kalimatnya Ranum segera menyanggah.
"Gue tau nyokap gue salah, nyokap gue jahat, tapi dia gak ada salah apa-apa sama gue. Ngasih dia makan itu kewajiban gue. Gue mau pulang!"
Sinta dan Chaca menahan tangan Ranum agar tidak pergi. Matahari juga mulai terbenam dan sebentar lagi kelab ini pasti akan didatangi banyak pengunjung, Sinta dan Chaca terpaksa menarik Ranum agar ikut masuk ke dalam kelab tersebut. Namun sekuat tenaga Ranum untuk menolak, ia akan kalah dengan tiga gadis yang ada di hadapannya.
Ranum duduk di kursi paling pojok bersama dengan Anala dan dua temannya. Ranum menopang dagunya, ia benar-benar bosan berada di sini tidak ada yang dapat ia nikmati kecuali layar ponsel di depannya dan sebentar lagi ponsel itu akan mati karena baterainya sisa satu persen.
Jam telah menunjukkan pukul tujuh malam dan ponsel Ranum telah benar-benar kehabisan beterai. Entah siapa yang Anala tunggu hingga hampir dua jam mereka berada di kelab ini.
Seorang pria mengenakan jas berwarna hitam tiba-tiba saja menghampiri keempat gadis yang duduk di pojokan tersebut. "Maaf telah membuat kalian menunggu, saya ada rapat penting tadi."
Anala berdiri lalu menunjukkan senyuman termanisnya bahkan Ranum sendiri baru pertama kali melihatnya karena selama ini Anala selalu menampakkan wajah angkuh.
"Gak pa-pa kok Mas, kita juga senang nunggu di sini," jawab Anala masih mempertahankan senyumannya.
"Jadi mana nih yang katanya mau kencan dengan saya?"
Ranum menelan susah payah air liurnya saat ketiga gadis itu menatap ke arahnya. Ranum paham betul apa yang akan Anala lakukan. "ini yang paling kecil dan paling imut," jawab Anala.
Ranum benar-benar panik sekarang, "enggak-enggak. Saya tadi cuma mau rayain ulang tahun saya, Om. Saya gak mau kencan sama, Om. Saya permisi." Ranum mengangkat ranselnya berusaha lari namun tangannya ditahan oleh Sinta. "Lepasin gue!" Berontak Ranum. Semua orang yang berada di dalam kelab menatap ke arahnya, namun beberapa detik kemudian mereka kembali dengan aktivitasnya. Orang-orang di dalam kelab seolah tidak peduli dengan Ranum yang telah memasang wajah memelas nya. "Tolong!"
Semua mata tertuju pada Ranum yang meminta tolong. Namun tetap saja tidak ada yang peduli, mereka hanya semakin risih dengan teriakan yang diciptakan oleh Ranum, "bisa diam gak!" Bentak salah satu pengunjung karena merasa terganggu dengan Ranum.
"Gak usah takut, setelah ini kamu akan mendapatkan banyak uang kok. Saya ini manager dari sebuah perusahaan," ucap pria hidung belang itu.
"Tuh dengerin, lo juga bisa bawa nyokap lo berobat biar gak gila," ucap Anala berusaha menghipnotis Ranum. Tapi tetap saja Ranum tidak mau. Melihat posturnya yang tinggi dengan perut buncit saja Ranum sudah bergidik ngeri. Apalagi Ranum yang tidak terbiasa dekat dengan laki-laki sejak kejadiannya bersama Reza, kejadian itu seolah membuat Ranum tak percaya bahwa masih ada laki-laki yang benar-benar bisa menjaganya.
Bahkan ayahnya sendiri, Ranum tidak pernah sedikitpun merasakan cinta pertama darinya. Sosok ayah yang menyayangi justru menyakitinya bahkan menyakiti empat perempuan sekaligus. Sejak kecil ia harus mendengarkan pertengkaran antara Dewi dan Devi, Dewi dan Hanis, Devi dan Hanis bahkan pertengkaran antara dirinya sendiri dan Hanis. Ranum tak percaya lagi bahwa masih ada laki-laki yang dapat menyayanginya. Semua laki-laki hanya mampu menyakiti perempuan.
"Lo gila yah nyuruh nyokap gue berobat pakai uang hasil kencan bareng om-om girang? Lo aja, nyokap lo kan yang maksa-maksa minta tukeran rumah?" bentak Ranum.
"Menurut gue, lo lebih cocok, soalnya lo kan udah biasa sama Reza dua tahun yang lalu!"
Ranum kembali teringat hal itu. Hal yang seharusnya tak pernah terjadi, hal yang membuat kehidupannya semakin suram, hal yang seharusnya tidak merubah kehidupannya saat ini.
"Gue gak mau!" Ranum melepaskan cengkraman Sinta lalu berlari ke sembarang arah. Untungnya ia menemukan pintu keluar dari kelab ini. Ia sekuat mungkin berlari dari kejaran tiga iblis yang mengikutinya. Sejujurnya ia sudah tidak mampu namun jika ia berhenti maka ia akan mengulang kembali kejadian kelam yang pernah ia lalui. Pikirannya kalut, ia berlalu tak tentu arah, terserah kemana jalan pikirannya membawanya, yang penting ia bisa menjauh dari ketiga gadis yang kini mengejarnya.
Ranum berbelok ke arah gang sempit, ia menutup matanya ketakutan. Hingga ketiga gadis yang mengejarnya tersebut tidak terlihat lagi, Ranum baru bisa merasakan napasnya berderu normal kembali.
Ranum mengambil duduk di kursi panjang yang berada di gang tersebut. Ia menutup matanya dengan kedua telapak tangannya, lalu menangis tanpa suara. Hanya ada isakan kecil yang keluar dari mulutnya. Tangis yang telah ia tahan sejak pagi tadi ia luapkan malam ini. Ini adalah ulang tahun terburuk yang pernah ia lalui. Jika orang-orang mengharapkan hadiah mahal untuk ulang tahunnya, Ranum hanya berharap kehidupan yang tentram.
Ranum membuka matanya lalu melihat selembar tisu berada di pahanya. Ia menoleh ke samping melihat seorang laki-laki sedang membaca. Entah sejak kapan laki-laki itu muncul, mungkin sebelum Ranum datang laki-laki itu telah duduk di kursi tersebut namun karena tidak ada pencahayaan Ranum tidak menyadarinya.
Ranum berdiri ketakutan, alhasil selembar tisu yang berada di pahanya terjatuh. Laki-laki itu kembali mengambil selembar tisu dari kantong jaketnya lalu menyodorkan pada Ranum.
"Gak usah gemetaran gitu, gue bukan orang jahat," ucap laki-laki itu menampilkan deretan giginya. Meski salah satu giginya tepatnya pada bagian sebelah kiri terdapat gigi yang tumbuh di tempat yang tidak semestinya, tepatnya ia memiliki gigi gingsul.
Ranum mengambil selembar tisu tersebut lalu berbalik membelakangi laki-laki tersebut sebelum menghapus jejak air mata yang berada di pipinya. "Gue lihat-lihat hidup lo berat banget."
Ranum tak berkutik ia masih diam ditempat memegang tangannya yang terasa dingin. Sejujurnya ia ingin lari namun rasanya sangat lelah, ia tak mampu. Entah mengapa harinya sangat sial. Ia terbebas dari pria hidung belang dan tiga gadis yang hampir menjualnya. Namun sekarang, ia bertemu dengan laki-laki yang tidak tau dari mana. Tubuh Ranum bergetar ketakutan, semakin laki-laki itu mendekat, semakin napasnya berderu tidak karuan.
"Lo kenapa ketakutan banget sih kayak korban pemerkosaan aja."
Mata Ranum melotot. Dengan segera ia berjalan cepat meski rasanya kakinya akan lumpuh. Laki-laki itu nampak kaget saat melihat reaksi Ranum ia tau bahwa Ranum sedang tidak baik-baik saja.
"Hey jangan pergi dong!" Teriak laki-laki tersebut namun dihiraukan. "Gue tau lo korban kekerasan. Kita satu Sekolah, seragam lo dengan seragam gue sama. Lo sekolah di SMA Dasar Negara sama kayak gue." Laki-laki itu terus mengoceh sambil mengikuti langkah Ranum yang semakin cepat.
"Lo jangan takut sama gue. Gue orang baik kok, gue emang jarang kelihatan di Sekolah tapi gue bukan orang jahat, gue gak suka bolos, ngerokok apalagi mabok, gue juga gak cabul, tapi gue masih normal kok suka sama perempuan." Ranum menambah kecepatan berjalannya bahkan hampir berlari.
"Gue mohon percaya sama gue, nama gue Aksa." Aksa berhasil menahan lengan Ranum hingga gadis itu berbalik arah menatap bola mata Aksa yang berwarna hitam pekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Dari Ranum
Kısa Hikaye"Pada akhirnya aku menyadari bahwa kehadiran mu hanyalah ilusi yang aku ciptakan." gadis cantik dengan masa lalu kelam, Ranum. Wajah yang selalu teduh saat dipandang itu memiliki trauma yang mendalam yang membuat hidupnya saat ini kian terombang-amb...