Sekarang Aksa dan Ranum berada di depan pagar rumah Devi. Langit jingga yang indah perlahan memudar. Mendung kembali menutup jingga yang terpancar di langit. Seolah iri dengan pesona jingga, abu-abu perlahan menguasai langit tidak menyisakan tempat untuk jingga. Cuaca awal tahun selalu tidak bisa ditebak.
Sebelum rintik hujan turun, Aksa dengan cepat menurunkan Ranum. Tidak ada kalimat perpisahan yang romantis, hanya sebuah kalimat hati-hati di jalan dan setelah itu Aksa dan motor nya melaju kencang meninggalkan Ranum yang menyimpan harapan semoga Aksa tidak terkena hujan.
Sebelum hujan benar-benar turun Ranum dengan cepat melangkah memasuki rumah. Terlihat Devi yang sedang menghitung lembaran uang kecil hasil jualannya hari ini.
"Dari mana, Ranum? Biasanya pulang lambat, kali ini kenapa lebih lambat?" Devi bertanya tanpa menoleh, ia masih fokus terhadap uang yang ada di depannya.
"Jangan berpikir kalau selama ini ibu gak tau jam pulang kamu, tapi kamu selalu pulang satu jam lebih lambat. Ibu peduli sama kamu, Ranum. Ibu gak mau kejadian yang sama terulang. Ibu tau Aksa baik tapi di dunia ini gak ada yang bisa dipercaya."
Akhirnya Devi menoleh, meletakkan uang-uang yang semula ia pegang ke lantai.
"Bahkan ibu pernah buat kamu kecewa."
Jeda. Devi melangkah mendekati Ranum, memegang kedua pundak putrinya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu gak pernah cerita apapun ke ibu. Tentang Aksa, tentang kemana kamu selama pulang sekolah. Ibu mau jadi teman kamu juga, Ranum. Ibu mau jadi seperti ibu normal lainnya yang peduli terhadap anaknya." Nada bicara Devi melemah seolah meminta pertolongan.
"Setiap pulang sekolah Ranum jenguk teman Ranum, Bu. Dia koma, udah tujuh bulan."
"Teman kamu atau teman....."
"Teman Aksa. Tapi udah jadi teman aku juga sejak Aksa ulang tahun," potong Ranum.
"Perempuan?"
Tidak ada jawaban kecuali anggukan.
"Teman Aksa, atau pacar Aksa?" Kali ini nada bicara Devi sedikit lebih tinggi.
"Teman Aksa, tapi mereka saling suka. Setelah itu dia kecelakaan dan Ranum masuk di hidup Aksa. Ranum gak tau apa-apa tentang dia sampai akhirnya Aksa ngenalin aku ke dia......"
"Jangan pernah suka sama Aksa!" sentak Devi. "Ibu tau apa yang kamu rasain, Ranum. Bodoh jika memang kamu gak suka sama Aksa sedangkan dia memperlakukan kamu dengan baik, memperlakukan ibu dengan baik. Tapi jauh lebih bodoh ketika kamu tau dia milik orang lain dan kamu masih berharap."
"Jangan pernah mengambil hak orang lain! Sekalipun Aksa bilang itu cuma temannya, tapi kalau mereka saling suka kamu gak ada hak."
"Jangan merubah orang baik menjadi orang jahat."
"Jangan ubah bidadari menjadi iblis."
Jeda.
"Belajar dari pengalaman." Imbuhnya.
Hujan benar-benar turun kali ini, bersamaan dengan benteng pertahanan Devi yang ikut runtuh. Ia memeluk putrinya masih dengan isakan tangis.
"Ibu cuma gak mau kamu jadi seperti ibu. Ayah kamu juga dulunya bersikap baik ke baik ke ibu. Tapi pada akhirnya semua orang hanya menyakiti kita, Ranum."
Suara hujan yang menyentuh seng di atas semakin menggelegar. Dari arah jendela Ranum juga melihat tetesan hujan yang jatuh semakin cepat. Devi melonggarkan pelukannya, menghapus sisa air mata yang ada di pipinya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Sedangkan putrinya masuk ke dalam kamar dan duduk di tepi ranjang tanpa melakukan apapun dan tanpa memikirkan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Dari Ranum
Short Story"Pada akhirnya aku menyadari bahwa kehadiran mu hanyalah ilusi yang aku ciptakan." gadis cantik dengan masa lalu kelam, Ranum. Wajah yang selalu teduh saat dipandang itu memiliki trauma yang mendalam yang membuat hidupnya saat ini kian terombang-amb...