"Tamu kerajaan kita udah sampai ternyata," heboh Kirana saat melihat Ranum berdiri memandangi bingkai foto. Ranum menoleh melihat seorang wanita paruh baya yang menggunakan daster selutut. Kirana langsung menghampiri Ranum dan mencium pipi gadis tersebut, sedangkan Ranum hanya terdiam lebih tepatnya ia bingung berada di situasi seperti ini. "Cantik banget lho anak ini. Kenapa baru dibawa sekarang sih? Kenapa gak dari awal kenal di ajak ke rumah? Kamu juga kenapa sih menghindar terus sama Aksa? Aksa itu anak baik, Itu anaknya Mamah Kirana gak mungkin macam-macam!"
Aksa memutar bola mata malas. Lagi-lagi Mamahnya bersikap sok akrab dengan orang baru yang Aksa bawa. "Mamah pertanyaannya banyak banget sih, kasihan Ranum capek abis loncat pagar."
Mata Kirana melotot lalu memukul bahu putranya, "kamu ini ada-ada aja. Mana ada gadis secantik ini loncat pagar!"
"Ranum sayang kita ke meja makan yah kita makan siang bareng, di meja makan udah ada Aldi anak ke dua Tante." Kirana segera menggandeng tangan Ranum lalu membawanya ke ruang makan.
"Anak kandungnya dicuekin nih!"
"Kamu kan udah tau letak ruang makannya dimana," jawab Kirana lalu berlanjut mengantarkan Ranum.
"Ohhh ini namanya Kak Ranum," ceplos Aldi. Aldi turun dari kursinya menghampiri Ranum lalu mengelilingi gadis tersebut, "cantik, kelihatan ramah juga, wangi pasti kakaknya rajin mandi yah?" Ranum hanya mengangguk sambil tersenyum kikuk. Aldi menyodorkan tangannya, "kenalin aku Aldi saudara Kak Aksa umur aku sepuluh tahun," ucapnya sembari memamerkan deretan giginya yang rata.
Ranum berjongkok untuk menyamakan tubuhnya dengan tubuh Aldi, "nama aku Ranum, aku umur......" Ranum menggantungkan ucapannya.
"Pacarnya Kak Aksa yah? Gila kak Aksa milih pacar mirip-mirip semua mukanya," sela Aldi.
Kirana berdecak kesal, "Aldi, ayo makan dulu jangan gangguin Kak Ranum!"
Ranum memilih duduk di tempat Aldi sedangkan Aldi duduk di tempat Papahnya. Tak lama Aksa muncul lalu duduk di samping Ranum, "lo udah punya mantan?" bisik Ranum namun Aksa menjawabnya dengan menggeleng. "Tapi adek lo tadi ngomong gitu."
Aksa mendekatkan bibirnya di telinga Ranum, "lo percaya sama kera sumbang kayak dia?" bisik Aksa lalu terkekeh.
"Mah, Kak Aksa ngeledek tuh!" Aldi mengadu manja.
"Udah gak usah ribut, ayo makan."
Ranum nampak bingung memilih makanan apa yang akan ia makan. Pasalnya di meja makan terlalu banyak varian lauk pauk jika biasanya ia hanya memakan makanan sisa Devi hari ini ia bisa makan sepuas-puasnya.
Aksa menyendok cumi dari mangkuk ke piring Ranum, "cumi saos Padang buatan Mamah gak ada yang bisa ngalahin," ucap Aksa. Ranum yang penasaran langsung saja mencobanya dan benar saja matanya dibuat melotot oleh rasa cumi buatan Kirana, "enak kan?"
Ranum mengangguk lalu kembali menyuap nasi serta cumi yang masih ada di piringnya. "Kalau pulang lo bawa aja nih cumi saos Padang buat nyokap lo," ucap Aksa.
"Emangnya boleh?" tanya Ranum.
"Boleh lah, apa sih yang enggak buat calon besan," ledek Kirana. Ranum sampai tersedak dibuatnya, buru-buru Aksa menuangkan air di gelas Ranum. "Makannya makan pelan-pelan Ranum," peringat Kirana.
Sendok yang semula tergeletak di piring Ranum kembali Ranum ambil lalu melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda. "Orang tuanya Ranum kerja apa?" tanya Kirana, "boleh lah sekali-kali kenalan," canda Kirana.
Kepala Ranum sedikit menunduk, ia bingung harus menjawab apa jika diberi pertanyaan seperti itu. Sedangkan Aksa ia melotot ke arah Kirana. "Ayah Ranum udah meninggal, sedangkan ibu gak kerja soalnya sakit sejak ayah meninggal," jawab Ranum.
Kirana jadi tidak enak sendiri akibat pertanyaan yang ia lontarkan. Demi Tuhan ia tidak tau bahwa hidup Ranum akan se-tragis itu,"maaf yah Ranum, Tante gak ada maksud buat kamu sedih." Ranum hanya membalas dengan senyumannya yang kaku.
***
Mobil merah milik Aksa berhenti tepat di depan pagar rumah Ranum. Kali ini Aksa ikut masuk ke dalam rumah Ranum melihat keadaan Devi apakah ia masih histeris atau tidak karena posisinya juga sedang terik Devi bisa melihat wajah Aksa yang jauh berbeda dengan wajah Reza.
Aksa menarik napasnya dalam-dalam sebelum masuk ke dalam ruang keluarga mengikuti Ranum yang lebih dulu berjalan. Nampaknya Devi biasa saja, ia tidak histeris bahkan ia tidak berekspresi sama sekali. Aksa mencium punggung tangan Devi yang duduk di depan televisi sedangkan Ranum menyiapkan nasi untuk Devi,
"kamu temannya Anala?" Aksa mengangguk kaku, "teman apa teman?"
Aksa menggaruk tengkuknya yang tak gatal, jujur saja ia bingung harus merespon apa dengan setiap ucapan yang Devi utarakan. "Nama kamu siapa?"
"Aksa, Tante." Aksa semakin bingung berada di situasi seperti ini, "Aksa nyusul Ran, maksudnya nyusul Anala ke dapur dulu yah," pamit Aksa yang diangguki oleh Devi.
Aksa sedikit sulit mencari keberadaan Ranum karena tidak ada penerangan di dapur namun akhirnya Aksa menemukan Ranum yang berada di sebelah meja makan mengambil piring dan sendok. Mata Aksa tak henti menyaksikan Ranum yang sibuk menyiapkan makanan untuk Devi.
Ranum yang sadar bahwa Aksa terus memperhatikannya menatap tajam ke arah pria yang bergigi gingsul tersebut. "Ngapain lo ngeliatin?"
Aksa mendekatkan tubuhnya ke arah Ranum lalu berbisik, "lo cantik." Ranum yang tak bisa menahan senyumnya langsung saja mencubit bahu pria di sampingnya. Aksa berteriak kesakitan akibat cubitan Ranum. "Tega lo yah sama teman sendiri!"
"Apa itu ribut-ribut!" teriak Devi dari arah ruang keluarga.
"Aksa kejatuhan panci, Bu," jawab Ranum lalu kembali fokus pada aktivitasnya.
"Berdosa lo, bohong sama orang tua," ucap Aksa menyalahkan Ranum namun Rara hanya menjulurkan lidahnya. "Ngomong-ngomong soal orang tua. Lo gak niat bawa Nyokap lo ke rumah sakit jiwa?"
Ranum menghela napas panjang, "gue sih maunya gitu. Tapi lo tau sendiri lah, uang yang dikasih sama mamahnya Anala aja gak cukup buat makan gue sama nyokap gue. Gue harus ekstra irit lihat aja lampu ruang tamu dan ruang makan aja udah lama gak gue ganti."
"Temannya mamah gue salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit jiwa gimana kalau kita bawa ke sana?"
"Aksa!" Ranum menatap Aksa, "gue kan gak punya uang."
"Yang nyuruh lo bayar siapa, Maimunah?!"
"Yah namanya rumah sakit pasti bayar lah!"
"Gratis, pakai jalur orang dalam, orang dokternya kenal baik kok sama nyokap gue!" Bohong besar. Aksa memang kenal dengan dokter tersebut namun tetap saja harus ada biaya yang dikeluarkan namun Aksa berinisiatif ia yang akan membayarkan seluruh pengobatan Devi. Jika Ranum sampai tau bahwa Aksa mengeluarkan uang untuk ibunya jelas saja Ranum akan marah besar maka dari itu Aksa harus berbohong.
"Ini serius?"
"Emang muka gue kelihatan bercanda?"
"Kapan kita bawa nyokap gue?"
"Besok! Hari ini lo siapkan semua perlengkapan. Lo sisa terima beres!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialog Dari Ranum
Short Story"Pada akhirnya aku menyadari bahwa kehadiran mu hanyalah ilusi yang aku ciptakan." gadis cantik dengan masa lalu kelam, Ranum. Wajah yang selalu teduh saat dipandang itu memiliki trauma yang mendalam yang membuat hidupnya saat ini kian terombang-amb...