22. Birthday Aksa

1 0 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Anak-anak SMA Dasar Negara berlarian dari kelasnya masing-masing. Tidak dengan Aksa dan Ranum, keduanya berjalan pelan karena mereka tau bahwa kondisi parkiran sekolah saat jam-jam seperti ini pasti sangat ramai.

"Hari ini kamu bisa kan ikut aku?" tanya Aksa.

Tadi pagi Aksa telah meminta izin pada Devi bahwa dihari ulang tahunnya ia akan membawa Ranum ke suatu tempat, seharian. Ia juga menjelaskan bahwa malamnya Ranum juga harus hadir di rumah Aksa, karena Kirana menyiapkan acara kecil-kecilan untuk putranya. Devi mengiyakan saja, toh Aksa juga anak yang baik dan selama ini yang selalu menjaga Ranum adalah Aksa, bisa dipastikan bahwa cowok itu tidak akan menyakiti Ranum.

"Iya mau, emangnya kemana sih?"

Bibir Aksa perlahan mendekat ke telinga kanan Ranum, "ke suatu tempat yang selalu bikin aku bahagia," bisiknya.

Keduanya kini berada di atas jok motor. Aksa melaju sedikit lebih kencang dari biasanya, ia tidak sabar untuk berbagi kebahagiaan dengan Ranum hari ini. Ranum harus tau banyak hal tentang Aksa, termasuk yang satu ini. Ranum menyandarkan pipi kirinya di punggung Aksa, tangannya memeluk Aksa dari belakang, menghirup aroma kopi yang menjadi wangi khas Aksa setiap hari. Bukan hanya minuman kesukaan, bahkan aroma yang ditimbulkan cowok itu juga sama dengan minuman yang tiap hari ia pesan, kopi susu.

Motor Aksa sampai di depan sebuah rumah sakit. Ranum dibuat bingung. Bukan rumah sakit tempat Devi dirawat, tapi ini adalah rumah sakit umum. Semua orang berlalu lalang dengan langkah cepat. Ranum dapat mencium aroma obat saat pertama kali memasuki rumah sakit, suara anak kecil yang meminta untuk dipulangkan, suara orang tua yang membujuk anaknya, dan suara perawat saling bersahut-sahutan saat keduanya memasuki rumah sakit.

Aksa menggenggam tangan Ranum memasuki lift. Ranum semakin bingung. Rumah sakit adalah tempat paling buruk yang pernah Ranum temui, namun mengapa Aksa mengatakan bahwa tempat yang selalu membuatnya bahagia?

Kini mereka berada di lantai lima. Aksa semakin mempercepat langkahnya membuat Ranum kewalahan untuk mengikuti Aksa. Ranum membeku kala Aksa memeluk dua tubuh yang tidak asing dimata Ranum.

"Mana, Aksa? Yang kamu bilang mirip dengan Rayni?"

Aksa menggeser tubuhnya agar wajah Ranum terlihat lebih jelas. Gadis itu menunduk.

"Kamu?"

Wanita itu langsung memeluk tubuh Ranum sambil menangis di pundak gadis itu. Ranum benar-benar bingung dengan situasi saat ini, terlebih lagi Aksa yang benar-benar tidak tau apa-apa.

"Tante kangen sama kamu. Waktu itu kamu gak pernah jelasin kamu kenapa dan kamu juga gak jelasin siapa nama kamu."

"Namanya Ranum, Tante," ucap Aksa. "Tante kenal dimana?"

"Waktu itu kita lihat dia lari ketakutan di hotel. Kita gak tau dia kenapa, setiap ditanya dia hanya diam." Kata Nata.

"Ranum." Nata memegang bahu gadis itu, "kami rindu dengan anak kami, itu sebabnya kami meminta Aksa untuk membawa kamu ke sini. Aksa pernah bercerita bahwa ia menemukan seseorang yang sangat mirip dengan anak kami dan akhirnya kita punya kesempatan untuk melihat anak itu, kami gak nyangka kalau anak itu kamu."

"Kamu sudah besar, Ranum." Tari tersenyum menatap Ranum.

"Makasih, Om, Tante. Maaf waktu itu Ranum gak ngomong apa-apa ke kalian. Waktu itu Ranum takut, Ranum gak tau harus ngomong apa. Makasih banyak, seandainya waktu itu kalian gak ada, aku gak tau hidup aku kayak gimana sekarang." Ranum beralih menatap Aksa, "mereka orang yang menyelamatkan aku dari Reza, makasih udah mempertemukan aku sama mereka, Aksa."

Aksa mengangguk terharu. Tidak hanya menyelamatkan hidup seseorang, kali ini Aksa berhasil mempertemukan orang yang selalu meminta agar dapat dipertemukan kembali. Aksa berhasil menjadi orang yang berguna. Ia yakin putri dari Tari dan Nata akan bangga padanya.

"Kalau gitu Aksa mau ajak Ranum masuk ke dalam yah," pinta Aksa yang diangguki oleh Tari dan Nata.

Kini keduanya memasuki ruang ICU, dimana seorang gadis seusia mereka terbaring tak berdaya dengan berbagai alat medis yang melekat di tubuhnya. Gadis itu benar-benar persis seperti Ranum, matanya, hidungnya, bibirnya, dan rambutnya. Bedanya gadis yang terbaring di atas brankar memiliki kulit yang lebih pucat dibanding Ranum. Ranum juga dapat melihat jelas senyum gadis itu saat mereka memasuki ruangan.

"Rayni." Aksa tersenyum, "aku datang lagi, maaf yah aku udah jarang datang. Aku mau nepatin janji aku untuk menjadi orang yang berguna, menjadi seperti kamu, yang dibutuhkan oleh banyak orang. Aku bawa kembaran kamu nih, aku yakin kalau kamu pasti udah pernah ketemu dia, namanya Ranum. Dia cantik." Bisa dipastikan bahwa pipi Ranum memanas detik itu juga, "persis seperti kamu."

Sejujurnya, Ranum tidak begitu suka disamakan apalagi dibanding-bandingkan. Ranum ingin menjadi dirinya sendiri, menjadi cantik dengan versinya sendiri. Namun karena ini adalah hari bahagia Aksa, ia tidak boleh menghancurkannya, meski di dalam hatinya terbesit rasa sakit.

"Ranum, nama dia Rayn. Seperti namanya, dia suka hujan. Hujan selalu membuat dia bahagia, tapi dia menjadi seperti ini dibawah hujan. Aku benci hujan sejak saat itu, tapi Rayn bilang kita gak boleh benci terhadap apapun."

Ranum tak bergeming. Ia cukup peka untuk mengetahui betapa Aksa mencintai Rayni. Bagaimana semangat Aksa menceritakan tentang Rayni saat ini cukup menjelaskan segalanya. Jujur Ranum sedikit iri dengan Rayni yang dicintai oleh banyak orang, orang tuanya dan Aksa. Mereka semua sangat menyayangi Rayni.

"Aku suka sama dia sejak SMP."

Ada yang patah di salah satu bagian tubuh Ranum. Rasanya seperti petir yang menyambar disiang bolong. Tapi Ranum tidak boleh bersedih apalagi menangis, ini adalah hari bahagia Aksa, ia tidak boleh menghancurkannya.

"Dia cerdas, dia baik hati, dia punya banyak teman, sangat bertolak belakang dengan aku. Aku sering cemburu karena terkadang Rayn lebih peduli terhadap teman-temannya. Tapi Rayn selalu bilang bahwa ia mementingkan orang yang butuh dengannya, ia selalu ingin menyelamatkan orang lain."

"Aku pernah protes kenapa dia suka memiliki banyak teman, sedangkan hidupnya terlampau sempurna, ia seharusnya tidak butuh siapa-siapa karena dia cerdas. Namun Rayn selalu mengatakan bahwa untuk berteman dengan banyak orang bukan tentang bagaimana kita butuh terhadap seseorang, tapi tentang bagaimana kita terlihat berharga dimata orang lain. kita bisa saja tidak butuh dengan orang lain, tapi kita tidak tau betapa banyak orang yang membutuhkan kita."

"Itu yang buat sudut pandang aku berubah. Aku berusaha untuk memiliki teman dan membantu orang lain. Termasuk membantu kamu, Ranum."

Ranum menghembuskan napasnya. Mendengar cerita Aksa tentang Rayni membuatnya sadar bahwa Rayni bukan gadis biasa. Ranum dapat memastikan bahwa Rayni adalah bidadari yang dititipkan untuk Tari dan Nata. Wajar jika Aksa mencintai Rayni begitu hebat. Ranum terlampau egois untuk menjadi seperti Rayni. Ia hanya memikirkan tentang hidupnya yang menyedihkan, tanpa menyadari bahwa ada Ranum lain yang menerima lebih banyak luka di luar sana.

"Kalian berdua pacaran?" tanya Ranum namun Aksa justru menggeleng pelan.

"Enggak, dia gak mau hubungan kita lebih dari teman, meski perasaan kita sama. Dia gak mau terikat oleh sebuah hubungan, jadi sampai detik ini kita berdua cuma teman."

Ternyata Ranum berada di posisi yang sama dengan Aksa. Bedanya Rayni mencintai Aksa, sedangkan Aksa sangat mencintai Rayni. Aksa tidak perlu bersaing dengan siapapun untuk mendapatkan hati Rayni, namun Ranum harus melewati Rayni terlebih dahulu untuk mendapatkan Aksa.

Dialog Dari RanumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang