Chapter 10 : Gadis Jadi-jadian

41 12 17
                                    

Thunder menyembulkan kepalanya dari balik semak-semak. Kembali memastikan bahwa persembunyiannya aman dan tidak akan ketahuan oleh dua orang misterius yang baru saja pergi meninggalkan Hillarośa. Tingkah mencurigakan serta pakaian bak pemuja iblis mendorong Thunder untuk menguntit keduanya. Untung saja, kemampuan berkamuflasenya dapat menolong.

Thunder rela tidak tidur semalaman hanya untuk membuntuti sosok misterius itu. Tapi tidak masalah karena dia sudah terbiasa tidak tidur.

"Sebenarnya mereka siapa dan ada hal apa datang ke Hillarośa lalu pergi lagi?" gumam Thunder. "Sangat mencurigakan."

Kedua orang misterius itu kemudian sedikit berpencad di suatu tempat. Membuat Thunder seketika waspada. Takut jika persembunyiannya akan terbongkar.

"Di sini, dan bau sihirnya mengarah ke menara itu," tunjuk Luther pada sebuah menara tinggi yang mencuat di balik pepohonan tinggi. Cyrus hanya tersenyum miring.

"Itu bukan menara, melainkan sebuah kastil. Rupanya dia bermalam di sana ya?" cakap Cyrus.

"Wah, kau tahu banyak soal tempat ini ya, Kak?" puji Luther sambil terkekeh kecil.

"Diam. Ayo bergerak!" titah Cyrus. Sontak Luther pun berdehem kemudian mengikuti Cyrus yang sudah berjalan lebih dulu.

Melihat kepergian dua orang itu, Thunder seketika keluar dari persembunyiannya. Dia berdecak selepas memastikan dua orang misterius itu sudah cukup jauh darinya.

"Cepat sekali jalannya," decak Thunder. Dia segera memperlaju gerakannya. Namun setelah melihat suatu hal yang terjadi di depan matanya, matanya terbelalak sempurna.

***

Lilac berlari kalang-kabut entah ke mana. Yang dia pikirkan hanyalah bagaimana cara agar bisa pergi dari kastil tua yang rupanya berhantu itu. Bodohnya Lilac yang kemarin yang berlagak sok pemberani—dan tidak menyadari—hingga memutuskan bermalam di sana tanpa memikirkan resiko. Sekarang dia sendiri yang kerepotan karena benar saja kastil itu dihuni oleh hantu.

Gubrag!
Krak!
MeowROARH!

Bunyi-bunyian makhluk itu masih terdengar. Lilac mencoba mencari jalan keluar, tetapi kastil ini begitu luas. Apa sebab kastil ini jadi seperti labirin? Lilac begitu kesal akan hal itu. Dia jadi tidak bisa keluar dan harus bermain petak umpet dengan makhluk itu.

"Akh!" Lilac tersandung balok kayu yang merupakan bagian dari meja tua yang sudah reyot lalu terjerembab ke lantai yang penuh dengan debu. Lilac mengaduh, namun makhluk itu semakin mendekat. Raungannya terdengar semakin keras dan lantang.

Lilac panik dan segera mengambil balok kayu lalu menjadikannya patokan untuk berdiri. Setelahnya dia menumpu pada benda tersebut sambil mengibas-ngibaskan kakinya yang baru saja tersandung. Setelah rasa sakit di kakinya mulai berkurang, Lilac kembali berlari.

Tetapi nahas, tubuhnya malah menabrak sesuatu yang aneh. Lagi, Lilac terjatuh untuk yang kedua kalinya. Dia menggerutu sebal lalu mendongak. Tiba-tiba seketika melotot melihat penampakan makhluk di hadapannya itu.

Makhluk itu memiliki wujud setengah manusia, dengan kepala kucing, tangan dan kaki kelinci, sedikit sentuhan ekor singa juga sayap elang. Matanya menyala merah dengan air liur menetes di ujung taringnya. Tubuh Lilac menegang. Pikirannya tidak bisa membayangkan masa depan yang cerah untuknya. Saat ini yang jelas, Lilac akan berakhir dicincang dan dijadikan makan siang siang oleh makhluk itu.

Makhluk itu sontak medekat. Lalu Lilac dengan seluruh keberaniannya hanya bisa ....

"Aaaa! Jangan makan aku!"

Lilac menutup mata dan berteriak kencang. Merasa hidupnya hanya tinggal seujung jari. Namun, setelah beberapa detik menunggu, Lilac merasakan ada yang aneh. Perlahan mata bulan sabitnya terbuka, makhluk di depannya pun memiringkan kepala seolah bingung dengan sikapnya.

Grandpa's Key [Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang