Chapter 13 : Sebuah Rencana

44 13 6
                                    

"Ugh, d-di mana aku?"

Serulian mengerjab. Memperhatikan Thunder yang menggeliat sembari berusaha membuka matanya.

"Kau sudah sadar?" ucap Serulian tak acuh.

Mendengar suara yang sangat familiar, Thunder sontak terbangun. Menatap Serulian dengan pandangan terkejut.

"Kau?" Thunder memegangi perutnya yang terasa nyeri. Baru dia sadar jikalau lukanya itu telah tertutup perban. Dan baru dia ingat jika dirinya pingsan setelah dihajar oleh Cyrus. Pesuruh raja yang sangat dia benci.

"Di mana kita sekarang?" tanya Thunder.

Serulian menghela napas. "Hillarośa," jawabnya singkat.

"Kau yang membawaku ke sini?" Thunder kembali bertanya.

Serulian mengangguk sekilas. "Ya, tidak juga, seorang gadis membawa kita ke sini. Dia juga menawarkan obat," ungkapnya.

Alis Thunder bertaut. "Gadis? Siapa? Bukannya itu kau?"

Serulian berdecap. "Bukan aku. Charlotte, gadis peri itu yang menemukan kita dan membawa kita ke sini. Bukannya kau mengenal dia?" ucap Serulian.

"Apa? Aku tidak mengenalnya. Aku hanya kenal Krysanthe di sini," sangkal Thunder. Serulian hanya mengedikkan bahu tak acuh. Thunder menghela napas kasar.

"Ah, Lilac! Di mana dia?!" seru Thunder seketika teringat dengan Lilac. Serulian mengerjab, kemudian menunduk.

"Dibawa oleh dua orang itu," ucap Serulian lirih.

Thunder menghela napas kasar sambil menutup mata erat. Dia mengusap wajahnya dengan kasar sambil berdecap. Sesekali bibirnya itu akan mengeluarkan gerutuan beserta umpatan. Bisa-bisanya dirinya membiarkan Lilac diculik.

"Aku pingsan dan kau tidak mencegahnya?" ucap Thunder dingin.

"Apa kau tahu apa yang akan terjadi jika raja itu mendapatkan Lilac?!"

Serulian menukikkan alis kesal. "Dasar tidak tahu diuntung! Pertama, aku sudah menyelamatkanmu, dan kedua, aku menunggumu karena kau lebih tahu soal raja itu," kesalnya.

Thunder tertawa sinis. "Dasar, Kucing Rumahan Bodoh," ejeknya.

Serulian merotasikan mata. "Teruslah bicara dasar jelek!"

Thunder meringis, merasa nyeri di perutnya semakin menjadi kala berdebat dengan Serulian. "Ah, sial. Aku harus menyelesaikan ini sendiri. Tidak ada orang yang berguna di dunia ini!" cibirnya.

Serulian menghela napas kasar. Dia membuang muka. "Itu karena kau terus bicara. Ke mana dirimu itu? Dulu kau lebih menggunakan otak daripada mulut," ucapnya.

Thunder mendengus. "Hilang. Aku sudah membuangnya."

Serulian tertegun. Tak lama kemudian dia menghela napas untuk kesekian kalinya. Entah kenapa bahunya terasa lebih berat sekarang.

"Jadi sekarang mau bagaimana?" tanya Serulian.

Thunder hanya melirik Serulian malas. "Apa lagi? Kita menyelinap masuk dan cari dia. Lalu kita bawa dia pergi dari tempat itu," ucap Thunder santai.

Serulian terhenyak. "Kurasa kau gila. Istana itu pasti dijaga oleh banyak peri," ucapnya. Thunder berdecap.

"Apa kau mau sesuatu terjadi padanya?" sentak Thunder.

"Bodoh, kalau pun kita ke sana sekarang, yang ada kita akan kalah. Kondisiku, terutama dirimu masih belum pulih sejak pertarungan itu."

Thunder mengerang frustasi. Serulian pun hanya merotasikan matanya. Bagi Serulian, Thunder sangatlah keras kepala. Masih sama seperti dulu.

Grandpa's Key [Rewrite]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang