4

52 46 43
                                    

Di meja makan pagi ini, Fatimah sarapan pagi bersama kedua orang tuanya dan Kirana.

"Kak nanti tolong anterin bunda ke rumah sakit ya," ucap Indah pada Fatimah di sela sela sarapannya.

"Loh bunda sakit?" Tanya Fatimah menatap Indah khawatir.

"Bunda sakit apa?" Tanya Kirana ikut menimpali.

"Nggak, bunda nggak sakit. Bunda mau jenguk Fani, mamanya Abian. Soalnya ayah ada meeting."

"Tante Fani sakit apa bun?" Tanya Fatimah penasaran.

"Bunda juga belum tahu. Bunda tadi denger dari tetangga komplek waktu belanja sayur."

"Yaudah ayah berangkat dulu ya, assalamualaikum. Ayo Kiran," ucap Dio pamit pada Fatimah dan Indah.

"Kiran juga pamit dulu bun, kak. Assalamualaikum." Kirana menyalami tangan Indah dan Fatimah.

"Waalaikumussalam."

Sepeninggalnya Dio dan Kirana, Indah dan Fatimah segera membereskan bekas sarapan mereka tadi.

"Mending kamu siap siap aja kak," ucap Indah saat Fatimah hendak mencuci piring.

"Bunda aja deh, Fatimah tinggal ganti baju kok," balas Fatimah melanjutkan kegiatannya mencuci piring.

"Yaudah bunda ke atas dulu ya. Kamu abis ini langsung siap siap okey?"

"Siap bun."

***
"Kiran sekolah dulu ya. Ayah hati hati, assalamualaikum," ucap Kirana sambil mencium punggung tangan Dio.

"Waalaikumussalam. Belajar yang bener," balas Dio kemudian mulai melajukan mobilnya meninggalkan sekolah Kirana.

Titt tittt
Suara klakson motor itu mengalihkan atensi Kirana. Seorang cowok dengan motor ninja warna merah dan helm full face, berhenti tepat di sampingnya.

"Ih ngagetin aja deh," ucap Kirana kesal sambil menabok lengan cowok itu pelan.

"Tumben nggak dianterin sampai dalam?" Tanya cowok itu dengan satu tangan membuka kaca helmnya.

"Biasa, ayah ada meeting pagi."

"Pagi pagi udah pacaran aja kalian." Seorang cewek berseragam sama seperti Kirana itu tiba tiba datang dan ikut nimbrung.

"Ganggu aja lo!" Kirana menatap cewek itu kesal.

"Yaudah, aku ke kelas dulu ya," ucap cowok itu pada Kirana diakhiri dengan senyum kecil. Kirana hanya mengangguk singkat dan senyum tipis yang menghiasi wajah cantiknya itu.

"Udah kali senyumnya. Udah nggak kelihatan juga tuh si Viko. Lagian lo tuh nggak ada kapok kapoknya ya. Ketahuan Kak Fatimah tau rasa lo!" Kirana mendengus malas mendengar perkataan sahabatnya itu.

"Ya jangan diaduin dong Vidia. Kak Fatimah nggak akan tahu kalau nggak ada yang ngadu ke dia."

"Hati hati lo, nanti kualat lagi," ucap Vidia yang dihadiahi cubitan oleh Kirana di lengan kanannya.

"Sakit woy!" Vidia mengelus elus tangannya yang ngilu karena ulah Kirana.

"Makanya mulut tuh dijaga. Jangan asal ngomong aja lo," omel Kirana membuat Vidia mencebik sebal.

"Habisnya lo sih. Bohong mulu, nggak capek apa."

***

"Bun, Fatimah ke toilet dulu ya. Bunda duluan aja nggak papa," ucap Fatimah pada Indah saat keduanya sudah sampai di rumah sakit.

"Yaudah jangan lama lama ya."

Fatimah kemudian bergegas menuju toilet. Namun tiba tiba dirinya ditubruk seseorang dari belakang yang membuatnya tersungkur ke lantai.

"Eh sorry sorry, gw nggak sengaja," ucap cowok berhoodie hitam itu yang kemudian mulai memunguti barang Fatimah yang berserakan di lantai.

"Lo nggak papa kan?" Tanya cowok itu sambil mengulurkan tangannya pada Fatimah yang masih menunduk memegangi lututnya.

"Nggak papa kok," balas Fatimah mencoba berdiri dengan berpegangan pada dinding dan mengabaikan tangan cowok itu.

Cowok itu menatap tangannya datar karena diabaikan begitu saja oleh Fatimah. Kemudian menarik tangannya dan memasukkannya ke dalam saku hoodienya.

"Andrean!" Teriakkan dari arah belakang cowok itu membuat dirinya menegang.

Tanpa sepatah kata pun cowok itu langsung berlari menjauh. Meninggalkan Fatimah yang masih bingung di tempat.

"Andrean!" Teriak pria paruh baya yang menghentikan langkahnya di sebelah Fatimah.

"Permisi, lihat cowok yang pakai hoodie hitam lewat sini?" Tanya pria itu pada Fatimah.

Fatimah yang masih belum bisa mencerna tentang kejadian yang baru saja terjadi itu pun hanya menggeleng tanpa sadar. Pria yang mendapat gelengan seperti itu, lantas pergi berlalu meninggalkan Fatimah.

"Eh bentar, cowok tadi bukannya pakai hoodie hitam ya?" Fatimah berbicara sendiri sambil mengingat ingat.

"Loh ini dompet siapa?" Fatimah mendapati dompet kulit berwarna hitam yang jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri. Dirinya kemudian mengambil dompet itu dan membukanya.

"Andrean Bramatajaya." Baca Fatimah saat mendapati KTP di dalamnya.

"Andrean? Kok kayak pernah denger." Fatimah berfikir keras, mencoba mengingat ingat.

"Oh iya, bapak bapak tadi kan manggil manggil nama Andrean ya."

"Taulah pusing. Aku simpan dulu aja kali ya." Fatimah membuka totebagnya dan memasukkan dompet tadi ke dalam totebagnya.

"Fatimah." Fatimah menoleh saat merasa ada yang memanggilnya.

"Kamu ngapain di sini?" Tanyanya lagi saat tak mendapat respon apapun dari Fatimah.

"Kak Abian, ini tadi Fatimah nganterin bunda. Mau jenguk Tante Fani," balas Fatimah pada Abian.

"Oh, terus Tante Indahnya mana?"

"Udah duluan. Oh iya, ruangannya Tante Fani di mana ya kak?" Tanya Fatimah pada Abian.

"Bareng aja. Saya juga mau ke sana."

Keduanya kemudian berjalan beriringan dengan Fatimah yang membuntuti Abian dari belakang.

"Assalamualaikum," ucap Abian sambil memasuki salah satu ruangan di rumah sakit diikuti Fatimah setelahnya.

"Waalaikumussalam. Kalian kok bisa barengan?" Tanya Indah.

"Iya nih. Abian nggak ada pasien?" Tanya Fina ikut nimbrung.

"Tadi nggak sengaja ketemu di depan. Abian lagi nggak ada pasien, istirahat siang," ucap Abian menjelaskan yang membuat Fina mengangguk paham.

"Oh iya, Fatimah abis lulus kuliah kemarin udah ada niatan mau nikah?" Tanya Fina pada Fatimah yang diam saja sedari tadi.

"Hah? Belum kepikiran tante. Lagian belum ada calonnya juga," ucap Fatimah membuat Indah dan Fina tersenyum singkat.

"Kalau ada yang ngelamar mau?" Tanya Fina lagi.

"Emmm, gimana ya tan. Fatimah belum tahu kalau itu."

"Fatimah itu sama aja ya kayak Abian. Abian setiap ditanyain pasti gitu. Kenapa kalian ...  ."

"Mah, udahlah jangan bahas itu," ucap Abian memotong perkataan mamanya.

"Biarin ajalah mbak. Mungkin mereka masih pengen nikmatin masa mudanya," ucap Indah ikut menimpali.

"Abian itu setiap kali aku kenalin sama cewek selalu nolak. Katanya ada yang lagi diperjuangkan. Terus ... ." Belum sempat Fina menyelesaikan ucapannya, Abian kembali memotong lagi.

"Mah." Fatimah mendongak menatap Abian yang juga sempat menatap ke arahnya sebelum pandangan keduanya terputus.

"Kak Abian udah ada calon ya?" Tanya Fatimah membuat Abian kembali melirik ke arahnya singkat.

"Belum."

Belum bisa di sebut calon. Tunggu sampai waktu itu tiba.

                                •~~~~~~~~•
TBC

FaithTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang