Prolog

1.4K 176 25
                                    

     Seoul, 2016 . . .

     .

     Hoseok terbangun akibat suara bel rumah yang terus berbunyi tanpa henti. Dia baru saja kembali dari dinas luar kota dan kini waktu istirahatnya harus tertunda karena bel rumahnya sendiri. Dengan mata setengah terpejam dan sambil terus menggerutu, pemuda itu membukakan pintu. Ia terkejut bukan main melihat sahabatnya tergeletak tak berdaya di depan pagar rumahnya. Rasa kantuknya seketika lenyap.

     "Wendy!"

     Segera saja Hoseok berlari keluar tanpa memakai alas kaki apapun. Dia bahkan tidak peduli dengan hujan deras yang mengguyur seisi kota. Hoseok menggendong Wendy memasuki rumahnya. Bisa dirasakan tubuh gadis itu menggigil hebat dan gendongannya.

     "Hoseok-ah...tolong aku....." Wendy menangis dalam pelukan Hoseok.

     Hoseok mengusap rambut Wendy. Pemuda itu lantas mendudukkan Wendy di sofa ruang tamunya. Tak mempedulikan kalau sofanya nanti akan basah. Saat hendak mengambilkan handuk, Wendy menggenggam erat tangan Hoseok sambil menggelengkan kepalanya. "Jangan tinggalkan aku..."

     "Aku hanya ingin mengambil handuk, Wen. Janji tidak akan lama."

     Hoseok tersenyum menenangkan. Memastikan tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Walau ragu, Wendy pun akhirnya melepaskan genggaman tangannya. Hoseok berlari ke kamarnya demi mengambil handuk bersih dan sepasang pakaian untuk sahabatnya itu. Semua dia lakukan dengan cepat karena tidak ingin lama-lama meninggalkan Wendy.

     "Sekarang kamu mandi dulu sementara aku membuatkan sesuatu untuk dimakan. Setelah itu kamu bisa cerita padaku, oke?"

     Hoseok memapah Wendy ke kamar mandi. Gadis itu benar-benar lemas dan membuat Hoseok khawatir. Tapi karena mereka berbeda gender, tentunya mustahil bagi Hoseok untuk ikut masuk ke kamar mandi. Dia tidak sekurang ajar itu.

     ***

     Hoseok membuatkan sup ayam sederhana beserta beberapa lauk kecil untuk Wendy. Selang tiga puluh menit, Wendy pun keluar dari kamar mandi mengenakan kaus hitam dan celana basket milik Hoseok yang nampak kebesaran di tubuhnya. Terutama di bagian kerahnya hingga mengekspos bahu gadis itu. Hoseok masuk ke ruang kerjanya dan mengambil dua buah peniti.

     "Kupasangkan peniti dulu supaya kerahnya tidak lebar begini, ya?"

     Wendy hanya mengangguk dan diam saat Hoseok memasangkan peniti di kerah baju bagian bahunya. Saat Hoseok menuntunnya ke ruang makan pun dia masih tetap diam.

     "Ayo makan dulu..."

     Wendy menatap Hoseok. "Kenapa mangkuk nasinya hanya satu?"

     Hoseok mengusap rambut Wendy yang masih agak basah. "Aku sudah makan, Wen. Jadi aku hanya akan menemanimu. Ingin disuapi?"

     "Biar...aku makan sendiri..."

     Hoseok mengangguk. "Ya sudah. Aku akan buat teh dan susu dulu..."

     Wendy makan dalam diam sembari memperhatikan Hoseok yang sedang berdiri di dekat rak dapur sambil menunggu air mendidih. Gadis itu benar-benar sedang kacau dan tidak tahu harus bagaimana selain menemui Hoseok. Sahabatnya itu adalah satu-satunya harapan Wendy saat ini setelah orang tuanya membuangnya.

     Selesai membuatkan minuman hangat, Hoseok menuju kamar mandi dan bermaksud membereskan pakaian Wendy yang basah dan mencucinya. Saat itulah sebuah benda kecil keluar dari saku celana Wendy. Mata Hoseok membulat menyadari benda putih merupakan testpack. Terdapat dua garis merah di bagian penandanya. Hoseok keluar dari kamar mandi dan melihat Wendy yang sudah meletakkan semua alat makannya di wastafel.

     "Wendy..."

     Wendy menoleh, terkejut melihat testpack yang ada di tangan Hoseok. Tubuhnya oleng dan langsung jatuh terduduk. Wendy menutup wajahnya dan kembali menangis. Hoseok menghampiri gadis itu lalu memeluknya erat.

     "Aku takut, Hoseok..."

     Hoseok berusaha menahan diri untuk tidak mengeluarkan emosinya saat sebuah nama terlintas di pikirannya.

     "Park Chanyeol?"

     Wendy tak menjawab. Hanya kepalanya saja yang mengangguk perlahan. "Dia harus bertanggung jawab, Wendy."

     "Orang tuanya tidak percaya ini anak Chanyeol, sedangkan aku hanya pernah tidur dengannya. Mereka bahkan mengusirku, Hoseok..."

     Rahang Hoseok mengeras. "Orang-orang brengsek."

     Hoseok harus berulang kali menarik nafas panjang untuk meredakan emosinya. "Orang tuamu sudah tahu tentang hal ini?"

     "Sudah. Dan mereka membuangku karena bagi appa dan eomma aku hanyalah aib..."

     Hoseok terdiam syok. Dia tak menyangka orang tua Wendy akan tega mengusir anak mereka sendiri. Terlebih saat ini kondisi Wendy sedang jatuh dan terpuruk.

     "Tolong aku, Hoseok-ah. Aku.....aku tidak punya siapa-siapa lagi. Aku tidak tahu harus bagaimana..."

     Tangisan Wendy berubah menjadi semakin histeris. Berulang kali dia memukuli kepalanya dan Hoseok segera menahan tangannya. "Berhenti menyakiti dirimu sendiri, Wendy."

     Hoseok hanya memiliki satu jalan keluar untuk persoalan Wendy saat ini. Meskipun jalan itu bertentangan dengan hatinya sendiri. Tapi Hoseok tidak masalah selama hal itu bisa membuat Wendy baik-baik saja kedepannya nanti.

     "Besok urus cutimu dan ayo ikut aku ke Gwangju, Wen..."

     Wendy mendongak menatap Hoseok. "U-untuk apa?"

     "Bertemu orang tuaku. Kita beritahu mereka masalah ini."

     "Tapi kenapa harus ke orang tuamu?"

     Hoseok mengusap air mata yang masih mengalir di pipi sang sahabat. Dia menatap Wendy dengan sorot mata penuh keyakinan. "Aku akan menikahimu."

     Mata Wendy terbelalak. Dia sama sekali tidak menyangka Hoseok akan berkata seperti itu. Terlebih dia sendiri tahu bagaimana hati Hoseok yang sebenarnya. "Kalau kau menikahiku, bagaimana dengan hubunganmu dan Nam——"

     "Hubungan kami sudah selesai, Wen. Dia sudah memutuskanku beberapa hari lalu."

     Hoseok kembali mendekap Wendy. "Kamu sahabat baikku, saudariku, orang yang selalu mengerti tentang diriku selain eomma dan appa. Aku tidak akan membiarkan kamu hidup menderita."

     Wendy terenyuh mendengar setiap kata yang terucap dari bibir Hoseok. Begitu tulus, begitu menenangkan. Hoseok adalah satu-satunya sahabat yang selalu ada untuknya. Orang tuanya pun menyayangi Wendy seperti anak mereka sendiri di saat orang tua kandungnya lebih suka mengacuhkannya dan memanjakan adik lelakinya saja.

     "Setelah bertemu orang tuaku, ayo kita segera menikah. Aku yang akan bertanggung jawab. Biar aku yang menjadi ayah dari anakmu."

     ***

     To Be Continue...

    

Haaaaiiii! 😁
Ini book official pertama Bang Nu setelah sebelumnya cuma edit2 berhadiah booksnya Panda...
Kenapa berhadiah? Karna tiap abis bang Nu edit dan publish booksnya (walaupun tetep aja masih banyak typo bertebaran 😭🙏🏼) si panda suka ngasih 'bayaran' berupa hasil eksperimen masakannya yang hasilnya enak2 semua 😂
Untuk ukuran laki yang tinggal ngekos sendirian, masakannya Panda adalah penyelamat gizi dan isi dompet 🤭

Kok malah oot dan curhat begini dah?
Pokoknya komen dan kasih pendapat buat cerita ini ya.
Semoga pada suka~ Bye bye 👋🏼

Betewe itu book cover seadanya aja karna gue ga bisa bikin cover cerita 😅

Salam,
N U N U 😎

[KookHope] - Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang