18. Menuju keabadian.

193 23 4
                                    

Berikan aku maaf, atas apa yang telah ku perbuat, berikan aku maaf, jika aku telah ingkar, tak ada manusia yang bisa melawan takdir tuhan termasuk aku. Tolong!, berikan aku maafmu!.
♥Anzel♥

⚠️⚠️sory for typo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️⚠️sory for typo

Azril meremat kuat jemari sang kakak mencoba membantu menghilangkan rasa sakit yang tengah dirasakan Anzel. Matanya terus menatap monitor yang bunyinya semakin lambat, hal itu menandakan detak jantung Anzel yang semakin lambat berpacu.

"Ma-mah, pa-pah." Suara itu begitu lirih, namun Azril bisa mendengar dengan jelasnya. Satu tangan Azril ia gunakan untuk mengusap surai sang kakak. Matanya kini beralih menatap pintu menunggu kehadiran Airin dan juga Dokter Raza.

"Zel, Jangan sekarang!, lo belum pernah ngebantuin gue ngerjain PR kaya abangnya temen gue!" ucapnya lirih, ia menatap Anzel penuh harap.

"Azril!" Azril menatap Dokter Raza yang sudah berdiri di ambang pintu, dokter itu yang barusan memanggil namanya.

"Dokter tolongin abang saya, pleasse!" Azril melangkah mendekati dokter Raza, ia menatap dokter itu dengan penuh harap.

"Azril, keluar dulu ya!" ucap Dokter Raza, tangannya menmegang pundak Azril, dengan tujuan untuk memberi kekuatan kepada lelaki itu. Namun Azril dengan cepat menepisnya dengan kasar.

"Selamatin abang saya dok!" ucap Azril sebelum ia keluar dari ruangan itu. Dokter Raza tersenyum sekejap menatap pintu yang sudah tertutup.

"Maafkan saya, hanya tuhan yang bisa menyelamatkan nyawa seseorang." ucapnya ia menundukan pandangannya, kemudian melangkah mendekati brankar Anzel bersama beberapa perawat lainnya yang siap membantunya.

💐💐

"Maaf, kami tidak bisa berbuat apapun, takdir tuhan sudah datang sebelum kami bertindak. Kami pihak rumah sakit akan segera melepaskan suma alat medis yang di gunakan."

Semua orang yang berada di ruang tunggu, mematung tak petcaya apa yang barusan mereka dengar. Atau bahkan mereka menulikan pendengaran mereka atas kenyataan pahit itu.

"Mau di lepas alat medisnya, soalnya dia udah sembuhkan dok?" ucap Azril, tubuhnya gemetaran bukan main.

"Abangmu udah sembuh dari luka dunia." Dokter Raza memegang pundak Azril yang begitu rapuh. Kemudian membawa anak itu kedalam dekapannya. "Dia udah ga sakit lagi, udah ga takut lagi, dia udah ga ngerasa bersalah lagi lahir di dunia ini, kamu harusnya seneng kalau abangmu udah bahagia." Dokter Raza membisikan kalimat itu pada remaja yang ia peluk.

Shena, ia berlari kedalam ruangan Anzel, ia memeluk tubuh putranya yang sudah terbujur kaku. Ia terus mengecup kening putranya yang sudah tak bernyawa. Ia hanya bisa memeluk raga putranya, ia tak belum pernah, bahkan tak akan pernah memeluk jiwa putra sulungnya.

Form His Diary | Haechan (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang