Part 2 - Hari Buruk

20 6 0
                                    

Sepertinya kali ini tidak akan pernah berhenti lagi, sedikit pun tidak akan pernah.
Nanden berusaha keras untuk bisa menyelesaikan skripsinya tahun ini. Hari itu dia menyambangi perpustakaan untuk mencari beberapa buku referensi yang ia perlukan.
Duduk di suatu sudut ruang baca, membuka lembar demi lembar buku referensi yang berhasil dia ambil dan lekas mengerjakannya sedikit demi sedikit.

Nanden terlihat sangat fokus saat itu. Kau tahu? Ketampanan seseorang bisa meningkat ketika orang itu sedang fokus melakukan sesuatu. Tidak percaya? Jika tidak percaya, ya sudahlah.

Oh iya, kita kembali membahas kesombongan Nanden saat menunggu taksi bersama Nayla tadi.
Dia menyombongkan diri di depan adiknya bahwa dia pernah menjuarai lomba lari. Benar, sedikit kisah, Nanden pernah menjadi atlit lari kebanggan sekolahnya dulu saat di bangku SMA, tak heran jika banyak perempuan-perempuan yang kagum dan mendambakannya.
Ternyata selain tampan, dia juga pintar dan berprestasi dalam bidang olahraga. Bisa dilihat dari postur tubuhnya yang tinggi dan gagah. Cukup ideal.

Baiklah, kita kembali ke perpustakaan. Cukup lama Nanden mengerjakan skripsinya di dalam perpustakaan itu dengan tenang. Dengan wajah siapnya, dia menutup buku-buku itu dan kembali ia taruh di tempat semula.

Setelah itu Nanden keluar perpustakaan untuk menemui dosen pembimbingnya dan menyerahkan beberapa hasil kerjanya untuk diperiksa kembali. Saking terburu-burunya, Nanden tak sengaja menabrak seorang perempuan di pintu masuk perpustakaan, hingga beberapa buku yang dibawa perempuan tersebut jatuh berserakan.

“Ah! Maaf, maaf.” Ucapnya kaget.

Mereka berdua kemudian bersamaan membereskan buku yang berserakan di lantai itu. Untung saja hanya buku-buku yang jatuh, jika ponsel perempuan itu juga ikutan jatuh dan pecah? Ah! bisa-bisa jadi urusan panjang ini.

“Kak Nanden?” sapa perempuan itu kaget saat setelah membereskan bukunya dan melihat wajah Nanden.

Nanden tertegun mendengar perempuan itu menyebut namanya, dia memperhatikan wajahnya baik-baik, berusaha untuk mengingat-ingat siapa perempuan di depannya itu. Dan benar, ternyata Nanden mengenalnya. Siapa dia?

“Rista?” lirihnya. Perempuan itu bernama Rista.

Rista mengangguk dan tersipu. Dia adalah adik tingkat Nanden yang ditemuinya pada saat acara seminar kongres sastra di balai bahasa beberapa tahun yang lalu.
Kebetulan mereka mewakili jurusan sekaligus mewakili himpunan mahasiswa sastra bersama dengan rekan yang lainnya. Saat itu mereka berdua tidak saling kenal karena Rista adalah mahasiswa baru.
Namun, semenjak itu pula Nanden mulai mengenalnya dengan begitu dekat.

Cukup lama, selang beberapa bulan setelah pertemuan itu mereka berdua sempat memiliki hubungan. Sialnya hubungan itu kemudian sirna karena Nanden memutuskan untuk berhenti kuliah sementara/cuti.

Mendengar itu, Rista menjadi aneh, dia kerap menjaga jarak dengan Nanden dan menjauhinya tanpa alasan yang pasti. Sempat diajak ketemuan untuk membahas perihal sikapnya yang akhir-akhir ini berubah, tapi Rista selalu menolak ajakannya, dia justru meninggalkannya begitu saja.
Hal itu membuat perasaan Nanden tersakiti, padahal saat itu ladang bunga di hatinya sudah tumbuh rimbun, seketika layu dan akhirnya lenyap.

“Kak Nanden masih inget aku? Aku Rista.”

Nanden masih mematung, dia gugup, dia hanya memandanginya saja. Entah apa yang ada dalam pikirannya? Dia sungguh kaget karena tak sengaja bertemu kembali dengan perempuan yang pernah disukainya sekaligus yang pernah menyakitinya dua tahun yang lalu.

“Kak! Kak Nanden!” sapanya lagi, kali ini dia melambaikan tangan di depan wajahnya karena Nanden masih terdiam.

“Ah! Iya!” sadarnya, “Kamu…. Kamu ngga apa-apa?” sedikit agak gugup.

NandenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang