Part 9 - Bangunan Tua

4 2 0
                                    

Satu hari penuh Nanden tertidur pulas di kamarnya. Proses balas dendam karena kemarin-kemarin jam istirahatnya banyak disita oleh skripsinya, jadi, hari ini dia tertidur dengan sangat nyaman dan leluasa tanpa beban revisian lagi di kepalanya. Hari sidangnya kemarin menjadi hari terakhir untuknya menjadi beban keluarga. Kini, Nanden harus mulai mandiri dan mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya sendiri.

TING!

Suara ponsel berbunyi pagi-pagi begini. Nanden yang sedari tadi sudah terbangun, dia langsung mengecek ponselnya. Terlihat dalam aplikasi hijau Nadira mengirim sebuah foto laki-laki kepadanya, dia menyipitkan mata karena dia tak begitu mengerti maksud Nadira mengirim foto ini untuk apa, kemudian pesan tertulis menyusul di bawah foto itu.

-
Isi pesan:
Nadira: “Den, mohon maaf kalau ini agak sedikit ganggu kamu. Tapi di sini aku ingin ngasih tahu kamu mengenai laki-laki di foto itu. Aku ngga tau nama dia siapa, tapi aku berulang kali melihatnya bersama dengan Rista. Dan foto ini aku ambil beberapa hari yang lalu di tempat hiburan malam.”

Aku: “Terus hubungannya sama aku apa, Nad?”

Nadira: “Kamu bisa cari tahu siapa laki-laki itu, dan apa hubungannya dengan Rista. Kalau kamu yang tanya, Rista pasti akan berkata jujur, karena dia masih menyimpan perasaan sama kamu. Tapi ingat, kamu jangan terbawa perasaan, kamu masih ingin tahu tentang gelang rantai itu, kan?”

Nanden tak membalas pesan itu lagi, dia menutup ponselnya dan mencerna baik-baik apa yang dikatakan Nadira. Ada benarnya juga, Rista memang salah satu kunci untuk bisa membuka kisah muasal gelang rantai itu. Dalam hati kecilnya dia memang sudah tak ingin melibatkan Rista dalam masalah hidupnya, tapi kenapa semua masalah ini justru sangat berkaitan dengan dia? Terlebih setelah dirinya mengetahui kalau Rista memiliki gelang rantai yang sama.

***

Tiga hari pascasidang, kini Nanden terus gencar mencari-cari lowongan pekerjaan di media massa. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menabung untuk membiayai kuliah Nayla suatu saat nanti, karena dia juga tak ingin jika Nayla pergi jauh darinya.

Tidak ada yang menyadari, hanya Nanden seorang diri yang bisa merasakan keanehan itu. Semenjak dia tak sengaja melihat Mala dari balik jendela yang tengah mendengarkan pembicaraan ayah dan adiknya di taman pada malam itu, membuat Nanden semakin yakin kalau ada rahasia lain yang disembunyikan oleh Mala, tapi apa? Apa dia hanya mengincar harta ayahnya saja?

***

“Yah? Gimana persiapan buat kuliah Nayla ke luar negeri?” tanya Mala pada Rudi, dia duduk di sofa ruangan kerjanya.

Hari itu Mala nekat datang ke kantor hanya untuk membicarakan masalah perkuliahan Nayla. Tak seantusias ini, dia sangat bersemangat untuk memberangkatkan Nayla pergi ke luar negeri. Bukan semangat karena dia merasa hebat bisa mengantar anaknya menempuh pendidikan tinggi di luar negeri, tetapi bersemangat karena dengan menyingkirkan putri bungsunya, mungkin akan mempermudah urusannya menguasai harta Rudi. Namun, bukan hanya itu? Lalu apa yang akan Mala lakukan?

“Aku masih bingung, Nayla masih ngga mau bicara sampai sekarang.” Tuturnya kemudian mengalihkan sejenak pandangannya dari layar komputer.

“Kamu rayu terus dong, kamu kan ayahnya. Anak perempuan itu pasti akan cepat luluh kalau diajak bicara sama ayahnya.” mala terus mendesaknya tanpa henti untuk segera melakukan tindakan. Sedangkan Rudi masih merasa berat hati.

“Kamu ngga usah takut kehilangan dia. Bukannya kamu pernah bilang sama aku kalau almarhum Rita ingin Nayla menjadi orang sukses? Kamu ngga perlu ragu untuk memutuskan yang terbaik untuk anak kamu, aku sebagai Ibu sambung tidak bisa ikut andil terlalu dalam. Jadi, hanya kamu yang bisa ngebujuk Nayla.”

NandenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang