“Aku tidak akan membiarkan wanita sepertimu menyentuh anak-anakku!” Suara Rita terdengar menggertak Mala di sebuah ruangan lembab, dengan kondisi kaki dan tangan yang terikat.
Pukul 01.00 dini hari. Malam yang dingin, sunyi, tak ada satu pun suara orang-orang beraktivitas. Di dalam gedung tua, satu ruangan lembab, terduduk Rita yang terus menangis memikirkan kedua anaknya entah berada di mana. Dia tak tahu jika sebenarnya Nanden dan Nayla berada di gedung yang sama, tetapi berbeda ruangan.
Gedung tua yang mencabarkan dan gelap, hanya ada beberapa lentera yang bertengger di dinding setiap sudut ruangan sebagai pencahayaan.
“Kamu tahu siapa aku?” ucapnya mendekati Rita dengan tatapan benci.
“Aku tidak peduli siapa kamu!”
Mendengar cibirannya yang sepertinya tak ingin tahu siapa dia sebenarnya, Mala dengan ringan menampar wajahnya keras.
“Semua ini adalah kesalahan suamimu, dia membuat perusahaan keluargaku lenyap.” Jelasnya singkat, dia kemudian berjalan memutari kursi yang Rita duduki dan berhenti tepat di belakangnya, “Bertahun-tahun keluargaku menderita, tapi kalian di sini malah hidup bahagia. Sampai kapan pun aku tidak bisa menerimanya, jika dengan melenyapkan anak-anakmu adalah kepuasan? Maka aku bisa melakukan itu.” Lanjutnya dengan tertawa jahat.
“Jangan, jangan sakiti mereka!” serunya dengan terus merengek, “Jika kamu mau, silakan bunuh saja aku, jangan anak-anak, mereka harus tetap hidup.”
Rasa bersalahnya terus membuncah, dia tak tahu harus melakukan apa lagi selain mengorbankan nyawanya demi Nanden dan Nayla, hanya itu yang bisa dia lakukan. Dia akan merasa semakin bersalah jika anak-anak menjadi korban dari kejahatan orang tuanya.
Mala tertawa kecil, “Rupanya suamimu pengecut! Dia bahkan tak mencarimu. Lalu, kamu mengorbankan nyawamu sendiri demi anak-anak?” ucapnya menyayangkan, Mala mendecak sambil menepuk-nepuk pundak Rita, “Wanita yang malang.”
Dia berjalan dan kembali menghadap Rita, lalu membungkuk. “Baiklah kalau itu maumu, aku akan melenyapkanmu dan anak-anakmu juga, gimana?”
Napasnya menderu, wajahnya memucat dan air mata yang masih mengalir di pipinya. Rita menjawab dengan penuh sanggup, tak ada lagi yang bisa dilakukannya lagi selain pasrah. Sebuah balok kayu besar sudah berdiri di samping pintu dengan tegak, Mala berjalan dengan santai menyambangi balok itu untuk mengambilnya, kemudian berbalik dan melangkahkan kakinya kembali tanpa ada rasa gamang sedikit pun.
Saat sudah berada tepat di samping Rita, dia mengetukkan balok kayu itu ke lantai sebanyak tiga kali sebagai isyarat untuknya menyiapkan diri sebelum balok kayu itu menghantam tubuhnya. Sadis! Memang sadis! Tak ada rasa kemanusiaan sedikit pun dalam hatinya, dia dengan tenangnya melakukan tindakan semengerikan itu. Namun, baginya ini adalah hal yang sudah biasa. Terbukti dari latar belakang Mala yakni mantan narapidana, tidak ada satu orang pun yang mengetahui itu.
Mala mengangkat balok kayu itu tepat berada di atas kepalanya, “Kamu harus membayar perbuatan suamimu, Rita!” ucapnya dengan keras, dan,
BUGHHHH!
AAAAAAAAAAA!!!!!!
***
“Aaaaaaaaaa!” teriaknya tersadar, Mala terbangun dari tidurnya.
Perasaannya berkecamuk, pikirannya tidak karuan, napasnya memburu serta keringat dingin yang keluar dari sekujur tubuhnya di kamar yang ber-AC itu. Dia sempat kelonjotan, mengapa dirinya bermimpi seperti itu? Mengapa peristiwa itu kembali melintas di kepalanya?
Teriakannya membuat Rudi tersentak, dia lekas menyalakan lampu tidur di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanden
Mystery / ThrillerCerita hidup dari seorang pria berusia 23 tahun. Dia adalah Nanden Dermawan, pria yang berasal dari keluarga terpandang. Walaupun hidupnya terbilang mewah, tapi dia adalah pribadi yang sangat sederhana, sesederhana embun pagi yang menyegarkan bunga...