Part 16 - Jawaban Baru

4 1 0
                                    

“Jangan sentuh anak saya!” teriak seorang perempuan, “Lepaskan mereka!”

Terdengar dua wanita tengah berdebat di suatu ruangan. Entah apa yang mereka katakan, salah satu diantara mereka sepertinya sedang membela anaknya, tapi siapa yang dimaksud? Siapa yang akan disakiti? Sementara satu wanita lainnya terus menyiksanya dengan begitu kejam tanpa ada rasa belas kasih. 

***

“Ibuuuuuuuu!”

Nayla terbangun dari mimpinya. Napasnya menderu tak beraturan, pun keringat dingin menjarah tubuhnya pagi itu padahal kamarnya berpendingin. Nadira yang tengah bersolek di depan cermin seketika terkejut mendengar teriakan Nayla. Dia menaruh gincunya dan berjalan mendekati gadis itu.

“Kamu kenapa Nay?” dengan memegang pundaknya.

Nayla tak merespon, dia hanya terpaku dengan tatapan kosong.

“Kak, aku mimpiin ibu!” jawabnya kemudian.

“Mimpiin ibu?”

Nayla mengangguk, “Iya. Aku mimpi, tapi aku ngga tau itu di mana, tanganku diikat, terus seperti ada suara ibu berteriak kesakitan, Kak.” Jelasnya kepada Nadira, tampak raut wajah Nayla yang begitu takut, seolah-olah dia benar-benar melihat kejadian itu secara langsung.

Nadira tak bergeming, dia berusaha menenangkan Nayla dengan memberikannya air minum padanya. Dalam hati Nadira, sepertinya ini bukan hanya peristiwa penculikan biasa, tetapi ada sesuatu di balik itu.

Dia berprasangka bahwa ini memang ada unsur kesengajaan dan terencana, terlebih saat ini Nayla kembali memimpikan kejadian 10 tahun itu. Seperti sebuah pertanda bahwa kasus ini memang benar-benar belum selesai.

***

Restoran Lentera

Dalam setiap kisah yang pahit akan selalu ada manis setelah itu, tidak selamanya manusia akan terus meneguk kepahitannya saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dengan hidup, kita hanya dituntut untuk terus berjalan dan menjalaninya dengan selalu berbuat kebaikan, terkait urusan orang lain yang menilai kamu baik atau tidak, itu hak mereka.

“Makasih ya, Kak, udah ngeluangin waktu buat aku.”

Siang hari tepat pukul 13.00, Rista mengajak Nanden untuk makan siang bersama. Tujuan Rista mengajaknya makan bersama kali ini adalah sebagai ucapan terima kasih karena Nanden telah membantunya membebaskan diri dari Bima, Si Laki-laki pemeras itu. Rista sudah tak mengharapkan apapun lagi pada Nanden, dia sudah sadar jika sakit hati itu benar-benar menyakitkan, dia tak ingin memberikan harapan lagi padanya.

Nanden mengangguk dan tersenyum saat mendengar Rista mengucapkan terima kasih padanya terus menerus.

“Makasih terus, ngga bosen?” ucap Nanden bergurau.

Rista menyeringai, “Yaaaa, aku ngerasa hutang budi aja sama Kak Nanden, setelah apa yang sudah aku lakuin dulu, tapi sekarang Kakan masih aja peduli sama aku.”

“Apa? Kak Nanden? Tumben, biasanya panggil kakak itu kalau di kampus doang,” tanyanya sedikit kaget, mengernyitkan dahi.

Rista menyeringai, “Aku udah ngga mau panggil kamu-kamu lagi, aku jadi ingat masa lalu nantinya. Jadi yaudah, aku panggil Kakak aja walaupun lagi di luar kampus. Boleh ga?”

Lagi, Nanden tersenyum, “Masa lalu itu biarkan berlalu, yang penting kan sekarang kita udah baik-baik aja.” Lirihnya, “Kamu juga udah ngga usah khawatir, aku pastiin Bima ngga bakalan ganggu kamu lagi.”

“Semoga aja ya, Kak.”

“Iya pasti, kemarin aku bertemu sama dia. Kayaknya dia benar-benar menyesal berbuat seperti itu sama kamu, aku bisa lihat dari sorot matanya.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NandenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang