Akan tiba waktunya yang memendam kemudian mengutarakan, yang terdiam kemudian angkat bicara, yang mematung kemudian bergerak. Dunia memang tidak cukup adil untuk orang-orang yang terbilang lemah. Bukan lemah, hanya saja orang itu terlalu baik untuk menerima semua orang di hidupnya.
Mala duduk di tepi jendela kamarnya, memandang area luar dengan sesekali menyeruput teh ditemani beberapa biskuit sebagai cemilan.
Dia berpikir keras melebihi batas pikirannya, cemas dan sebagainya. Dia sepertinya mulai waspada dengan Nanden, karenanya dirinya merasa diintai. Nanden yang sekarang mulai tumbuh dewasa, semakin pintar dan semakin pandai mengamati situasi. Mala juga merasakan jika Nanden sudah mulai bisa membaca gerak-geriknya.Iya. Dia adalah wanita yang hanya menginginkan harta dari suaminya saja, dia tak sedikit pun merasa peduli dengan orang-orang yang ada di dalam rumah itu. Licik memang.
Nanden sedari dulu memang tak menyetujui jika ayahnya menikahi perempuan itu, karena dia memiliki firasat yang tidak baik. Perempuan yang menikahi ayahnya itu hanya tergiur dengan hartanya saja, sikap baik dan perhatian yang didapatkannya itu hanyalah sebuah sandiwara belaka.
“Aku harus berhati-hati mulai sekarang dengan anak itu.” Lirihnya. Maksud dari anak itu yang tak lain dan tak bukan adalah Nanden.
***
Mala keluar dari kamar pribadinya, kemudian menuruni tangga. Entah? Dia mau pergi ke mana hari itu, rupanya dia sudah berdandan rapih, mengenakan dress berwarna merah kelam dengan membawa tas jinjing mewahnya di lengan tangan kanannya.
“Nayla di mana?” tanya Nanden dari belakang membuat Mala menghentikan langkahnya.
Mala menoleh, “Dia ada di kamar.” Jawabnya santai
Selepas itu dia langsung bergegas meninggalkan Nanden, sementara Nanden terus mengamati perempuan itu sampai dia keluar meninggalkan rumah.Baginya dia sudah seperti musuh saat ini, bukan lagi seorang ibu. Pada awalnya Nanden ingin menyangkal jika tidak semua ibu tiri itu jahat seperti apa yang ada di dalam drama-drama televisi.
Namun, kali ini sangkalannya gagal, dia benar mendapatkan sosok ibu tiri yang tidak baik seperti apa yang tidak pernah ia duga.
Sebuah paradigma yang membuatnya merasa bersalah seorang diri. Sudahlah, menyesali pun sudah tidak ada gunanya.Akhirnya dia langsung berjalan ke atas untuk menghampiri Nayla di kamarnya.
***
“Nay!” panggilnya dari balik pintu, tetapi tak ada jawaban.
Nanden mendengar ada suara isakan dari dalam kamar. Apa jangan-jangan Nayla masih menangis? Dia tak berpikir panjang, dia langsung saja masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan adiknya.
Benar, Nayla memang sedang menangis. Dia mendekatinya, duduk di ujung ranjang kemudian menepuk-nepuk tubuh Nayla yang sudah tertutup rapat oleh selimutnya.
“Kamu kenapa, Nay?”
Suara tangisan itu terhenti.
“Buka selimutnya,” ucapnya sembari pelan membuka selimut yang menutupi tubuh adiknya itu.
Nayla pun menuruti perkataan kakaknya, kemudian dia terduduk. Wajahnya tampak lesu, matanya juga bengkak karena dia mungkin sudah menangis terlalu lama.
“Kaaaakk…” rengeknya, tanpa aba-aba dia langsung memeluk Nanden dengan erat.
Nanden terperanjat menerima respon Nayla yang memeluk tubuhnya dengan kencang, seperti anak kecil yang sudah lana tak bertemu dengan orang tuanya. Tangisnya kembali pecah, dia menenggelamkan wajahnya di dada Nanden.
“Aku ngga mau kuliah ke luar negeri….” Ucapnya tersedu-sedu, “Kalau aku kuliah ke luar negeri, lebih baik aku ngga usah kuliah aja, aku mau pergi dari rumah ini!” serunya dengan tangisan yang semakin menjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nanden
Mystery / ThrillerCerita hidup dari seorang pria berusia 23 tahun. Dia adalah Nanden Dermawan, pria yang berasal dari keluarga terpandang. Walaupun hidupnya terbilang mewah, tapi dia adalah pribadi yang sangat sederhana, sesederhana embun pagi yang menyegarkan bunga...