CHAPTER 11

149 14 3
                                    

💔
Jika kalian semua pergi saat aku terjatuh,
Maka jangan pernah datang lagi padaku, jika semua sudah kembali normal:)

Pagi telah tiba, matahari menyambutku dengan sinarnya yang menerangi kamarku melalui celah gorden. Mataku silau, aku menyingkirkan selimutku dan berjalan kearah jendela untuk membuka gorden.

Aku melirik jam dindingku jam menunjukkan pukul 6:15, Ya Allah aku kesiangan aku segera masuk ke kamar mandi. Selesai mandi aku bersiap-siap menuju sekolah, karna ini hari senin, jadi tidak ada yang boleh telat, dan semua harus sudah di sekolah pukul 6:45.

20 menit berlalu, akhirnya aku sampai didepan gerbang sekolah. Alhamdulillah, aku bersyukur karena pintu gerbang belum ditutup, aku juga takut jika Pak Bambang akan menghukumku, jika upacara bendera telah selesai.

Aku berjalan menuju kelasku, aku melihat Ernando, Witan, Rizky dan Riyandi di depan pintu kelas. Ernando melirikku sekilas. Terlihat tatapan benci yang selalu Ernando perlihatkan jika aku berada disekitarnya.

Aku masuk melewati mereka berempat,

BRUK!

Ernando mengait kakiku dengan kaki, sontak saja aku terjatuh. Terdengar tawa meremehkan dari mulut Ernando, ku liat ada uluran tangan dan aku menyambutnya.

Aku terkejut, ternyata yang mengulurkan tangan itu adalah Witan, aku menyambut ularan tangan itu.

"Makasih" ucapku pada Witan dan memberikan senyuman padanya,

Witan tak menjawab ucapanku, dia hanya mengangguk lalu tersenyum kearahku. Kudengar samar samar Ernando seperti marah kepada Witan, tapi Witan tak menggubris ocehan Ernando dan malah mengikutiku masuk kedalam kelas.

Bel terdengar, berarti tanda upacara akan segera dimulai. Aku menaruh tasku di atas mejaku dan berjalan keluar. Tiba tiba

"Asnawi" panggilnya, ada yang memanggilku. Aku segera menolehkan wajahku ke sumber suara

"Iya ada apa?" Tanyaku, ternyata itu Witan

"Mau kelapangan bareng?" Tanyanya, terlihat muka penuh harap

"Em, boleh" ucapku padanya, terlihat senyum bahagia di wajah Witan.

Aku dan Witan berjalan beriringan menuju lapangan, di lapangan aku melihat kak Elkan sedang menyiapkan pasukannya.

"Ya allah, itu kak Elkan" ucapku, sambil terus memperhatikannya sehingga aku menabrak seseorang didepanku.

"Aduh" ringisku, aku menabrak dada bidang seseorang yang belum ku tau siapa orangnya. Aku mendongakkan kepalaku, dan ternyata itu kak Febri

"Eh maaf kak aku gak sengaja", ucapku pada kak Febri,

Kak Febri mengusap rambutku dan tersenyum " Lagi liatin siapa sih? Elkan yah? Hati hati, untung gak nabrak tiang bendera kamu"

Aku tersipu malu dengan ucapan kak Febri "Ih enggak kok kak" ucapku padanya

Dia terkekeh lagi "ya udah sana gih, cari barisan kamu. Bentar lagi mau upacara, kakak duluan yah, mau ambil naskah proklamasi di ruang guru"

"Oke kak" aku mengangguk dan kak Febri meninggalkan ku dengan Witan di lapangan.

Aku dan Witan berjalan ketengah lapangan. Setelah upacara selesai aku dan Witan kembali ke kelas, Ernando menghalangiku ketika aku ingin masuk ke dalam.

"Maksud lu apa?" Tanya nya padaku

Aku yang bingung kenapa Ernando marah seperti itu "maksudnya apa yah?" Tanyaku padanya,

"Gosah pura pura bego, lu udah hasut Witan buat gak temanan ma kita bertiga lagi kan? Ngaku lu" ucapnya sambil mendorong ku, aku yang tak siap didorong langsung menabrak pintu.

"Nggak kok, dia aja yang tiba tiba nyapa aku" ucapku membela diri

"Halah, bilang aja" ucap Ernando lagi, di ingin menamparku, tapi tangannya di tahan oleh Witan

"Ini mau gue sendiri, lu gak bisa nyalahin Asnawi. Kalau lu mau marah, marah ke gue jangan ke dia. Ngerti?" Ucap Witan tepat di depan muka Ernando

Ernando kaget dengan perlakuan Witan "Lu bela dia sekarang?" Tanya Ernando

Witan memutar bola matanya malas, dan melepaskan cengkramannya dengan kasar "gue gak ada bela siapapun disini, gue capek jadi pembully"

Ernando pergi meninggalkan aku dan Witan di depan pintu kelas

"Maaf, gara gara gue lu kena marah sama Ernando" ucap witan padaku, mukanya terlihat seperti tidak enak padaku

Aku tersenyum padanya "Gak papa kok, aku sudah biasa kaya gini"

"Kamu kuat yak, meski berkali kali dijatuhkan tetap terlihat baik baik saja" ucap Witan tersenyum sambil mengusap pucuk kepalaku

"Lantas bagaimana dengan hujan?" Jawabku, Witan terlihat mengkerutkan dahinya sepertinya dia sedang berpikir

"Hujan?, Ada apa dengan hujan? Dan apa hubungannya?" Tanyanya bingung

Aku tersenyum "hujan saja tidak pernah marah jika dia di jatuhkan berkali kali, lantas mengapa aku harus marah?" Ucapku, dan berjalan kedalam meninggalkan Witan didepan pintu.

Tak terasa bel pulang sekolah telah berbunyi, aku segara menyiapkan diri untuk pulang dan kelasku juga sepi. Aku terkejut melihat kak Elkan didepan pintu kelasku dan melambaikan tangannya ke arah ku.

"Asnawi sini" lambainya padaku, aku berjalan mendeketinya dan tersenyum

"Ada apa kak?, Kok gak langsung pulang?" Tanyaku kepo

Kak Elkan tersenyum dan mencubit pelan pipiku, "saya kesino buat jemput kamu" ucapnya padaku, sontak pipiku memerah

"Buat apa kak?, Kakak gak usah repot-repot" ucapku, karena aku merasa tidak enak pada Kak Elkan

"Gak papa ini mau saya" ucapnya lagi

"Tapi kakak bukan siapa-siapa saya" ucapku

"Kamu milik saya sekarang" ucapnya lantang

"Hah? Gak bisa gitu kak" ucapku, terkejut dengan kata kata Kak Elkan

"Kamu taukan saya gak suka penolakan? Kamu pacar saya sekarang" ucapnya lagi

"E-em tapi kak?" Tanya ku ragu

Ku lihat Kak Elkan tersenyum ke arahku " Asnawi, izinkan saya untuk belajar mencintaimu dan izinkan juga saya untuk menjagamu" ucapannya terlihat begitu tulus

Aku memberanikan diri bertanya lagi "Kakak yakin dengan kata-kata kakak?"

Lagi lagi dia tersenyum "Saya yakin Asnawi, bagaimana? Kamu mau?" Tanyanya penuh harap

Aku masih tidak menyangka bahwa Kak Elkan begitu tulus padaku, aku hanya diam dan belum menjawab pertanyaan Kak Elkan sama sama sekali.

*****

Rapuh [Timnas Bromance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang