"Sama siapa lagi kali ini?" tanya Bintang tenang seakan sudah paham tabiat dari teman kecilnya itu.
Disisinya Ruu tengah menekuk wajah kesal, mereka berdua duduk di salah satu bangku Taman Sekolah. Sementara itu beberapa murid yang berada di sekitar jadi diam-diam melirik dan berbisik-bisik kecil membicarakan keduanya.
Ruu menipiskan bibir, melirik bintang dengan ekor matanya. "Elo lihat?" tanyanya berusaha tenang dan tidak tertangkap basah.
Pasalnya gadis itu sudah berjanji pada orang tuanya untuk tidak membuat masalah karena keduanya tidak sedang bersamanya. Orang tuanya takut anak mereka malah jadi menyusahkan orang tua Bintang yang mana adalah teman dekat mereka.
"Liatlah bego, kelas gue depan lapangan," sahut Bintang datar.
Ruu memanyunkan bibir, "Khilaf," ucapnya membuat Bintang mendelik. "lagian ya, masa sih gue harus diem aja pas mereka dorong-dorong gue? Di pikir nggak sakit apa!" lanjut gadis itu mengomel.
Bintang menghela nafas, ia merogoh saku seragamnya dan mengambil sesuatu lalu melemparkannya pada Ruu.
Ruu mengambil plester yang jatuh di pangkuannya, ia mengernyit lalu menoleh pada Bintang di sampingnya yang menatapnya tanpa ekspresi.
"Leher lo luka," kata Bintang menjawab raut bingung Ruu yang kini mengangguk paham.
Ruu mengambil kaca mini dari saku seragamnya. Gadis itu membuka bungkus plester lalu dengan bantuan kaca mininya ia menempelkan plester pada luka bekas cakar yang ia dapat akibat pertarungan dadakan tadi pagi.
Ruu menunduk, ia menyedot pop Ice Taro yang sebelumnya ia beli kemudian menoleh, "Gara-gara lo," katanya singkat memecah hening yang sukses membuat Bintang jadi mendelik karena disalahkan.
"Gue ribut sama kakak kelas, angkatan lo. Mereka bilang gue nggak boleh deket-deket sama lo," kata Ruu menjelaskan. "kayaknya lo terkenal banget ya, fans nya bejibun sampai harus war dulu buat deket sama lo."
Bintang memejamkan mata mengerti sedang disindir sekarang.
Mata Ruu membulat menyadari sesuatu. "Ah... pantes aja waktu gue bonceng lo anak-anak lain pada merhatiin. Lo beneran se terkenal itu?" tanyanya polos.
Bintang merapatkan bibir memilih diam. Padahal tadi Ruu sendiri yang mengakui dirinya terkenal, eh malah ditanya lagi. Bintang menghela nafas, kadang polosnya gadis itu jadi buat Bintang geregetan walau masih bersikap tenang.
"Eh mana tadi gue dibilang anak belagu lagi, sok tahu banget gak sih? Tiga hari MPLS juga perasaan gue diem aja gak aneh-aneh. Nyebelin banget! Hah! Tahu deh, dasar kakak kelas sinting!" lanjut Ruu kembali mengomel sembari membuka bungkus roti miliknya dengan sedikit kasar karena terbawa emosi.
"Gue juga Kakak Kelas lo," sahut Bintang datar membuat Ruu menoleh dan tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapi.
"Maksud gue Kakak Kelas yang tadi Bi, bukan elo kok. Hehe," kata Ruu menjelaskan disertai tawa bodohnya.
"Harusnya lo tuh belajar, bukan baku hantam," kata Bintang heran.
Ruu mendengus, "Mereka duluan yang mulai, gue Cuma balas. Lo sendiri yang ngajarin gue buat balas orang-orang yang jahat ke gue. Lagian tadi juga gue nggak kasar-kasar banget kok, paling gue cakar sama jambak doang," ucapnya mengingat, "eh sama satu lagi, gue tendang beberapa kali, hehe."
"Balik ke kampung halaman buat lo kangen berantem?" tanya Bintang sarkas.
Ruu mendelik, "Bukan berantem ih! Namanya membela diri!" katanya setengah kesal, "btw, anak-anak lain di mana? Kayaknya gue nggak pernah lihat mereka," lanjut Ruu menyinggung teman-teman satu Komplek yang biasa ribut atau berkelahi dengannya.
"Di STM, katanya biar kalau lulus bisa langsung kerja," ucap Bintang masih saja datar.
"Ya elah, padahal kan jaman sekarang juga banyak tuh anak lulusan SMA yang udah pada kerja."
Bintang menoleh, "Ya sono lo ngomong sama mereka, ngapain ngomong ke gue."
Ruu mencibir, ia memilih menggigit rotinya yang sempat ia abaikan.
"Oh ya Bi, gue mau daftar ekskul mading, hehe," ucap Ruu tiba-tiba membuat Bintang tersentak kecil. "Sayang kan kalau bakat menulis gue disia-siakan. Tapi gue juga kepengin gabung rados, kayaknya seru deh ngoceh panjang lebar didengerin anak se sekolahan," lanjutnya bercerita sambil mengunyah roti cokelatnya.
Bintang menoleh, "Mading?" tanyanya ulang memastikan.
Ruu mengangguk, "Hm, gue udah ambil formulirnya sih, tapi belum gue tulis."
Bintang menipiskan bibir, ia menatap lekat gadis dengan poni rata itu yang asyik mengunyah roti cokelat kesukaannya tanpa memandang ke arahnya.
"Nggak mau ke OSIS aja?" tanya Bintang dengan intonasi yang sedikit berubah jadi lebih ramah.
Ruu menoleh, mengerutkan dahi dengan pipi menggembung. "Di OSIS pasti berat, gue nggak mau terlalu sibuk ngurus sekolah kayak lo," katanya menolak. Ia jadi memajukan wajah menatap Bintang lekat, "Apalagi kalau tiap hari harus ketemu lo, makin nggak mau gue," lanjutnya kemudian merotasikan bola mata malas dengan lidah terjulur mengejek.
Bintang mendecak lalu meraup kasar wajah Ruu dengan tangan besarnya.
Ruu mendorong Bintang kesal, dengan Bintang yang menyeimbangkan tubuh agar tak terjatuh dari bangku Taman.
Ruu mengalihkan wajah, tanpa Bintang sadari cewek yang tengah menyedot pop ice Taro dalam diam itu justru sedang mengasihani diri sendiri. Matanya menyendu menyadari kepura-puraannya akan terus berlanjut entah sampai kapan.
Hening. Bintang sedikit melirik kemudian mengangkat satu alisnya tinggi, heran tiba-tiba cewek itu jadi diam. Tapi ia tak peduli banyak, memilih mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya kemudian membuka pesan grup dengan kedua temannya yang sudah heboh saling mengumpat.
Ruu menghela nafas, kembali mengusai diri kemudian menoleh pada Bintang yang sibuk pada ponsel dengan satu tangan lagi yang bergerak memainkan kaleng kopi kosong.
"Bi lo masih ikut basket? Katanya tahun ini bakal ada lomba tingkat Kota?" tanya Ruu memecah hening seraya berusaha terlihat biasa saja.
Bintang menoleh sebentar kemudian mengangguk tenang, cowok itu kembali memfokuskan diri pada layar ponselnya yang mungkin lebih menarik dari gadis di sampingnya.
Sementara itu Ruu tiba-tiba jadi memekik heboh membuat Bintang telonjak kecil tak siap. "Beneran? Terus lo masuk team intinya nggak? Lawannya dari mana aja? Ah, gue mau ikut nonton!" ucap Ruu menggebu kini jadi bersemangat.
Bagi Ruu, melihat Bintang bermain basket adalah momen yang tak boleh terlewatkan olehnya. Karena saat bermain basket, Bintang terlihat lebih bebas. Wajah tampannya menjadi lebih hidup, ekspresinya pun menjadi lebih beragam. Bukan hanya Bintang yang datar dan dingin, tapi ada Bintang yang bersinar dengan senyum cerahnya meski hanya terlihat sekali atau dua kali tiap ia mendapat point. Atau wajah kesal Bintang saat melihat team lawan berlaku curang. Banyak sekali ekspresi yang dapat Ruu lihat setiap kali menyaksikan Bintang bermain basket.
Bintang agak menarik diri dengan rentetan pertanyaan gadis itu, ia mengulum bibir tak menjawab. Cowok itu kemudian berdiri, ia membalikkan tubuhnya mengadap Ruu yang tengah mendongak kini membalas tatapannya.
"Rados aja. Lo kan berisik, bisa berguna lo kalau di sana," kata Bintang yang kemudian melangkah pergi.
Ruu tersentak, ternganga tak mengerti sambil memandangi kepergian Bintang. "Emang gue tadi nanya apaan dah?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay
Novela Juvenil[Slow Update] [R 13+] Blurb: Ruu datang ke Jogja untuk bertemu kembali dengan teman masa kecilnya. Bintang, si cowok dingin yang irit bicara itu sudah lama ia taksir diam-diam. Kedatangan Ruu sebagai siswa angkatan baru di sekolah Harapan Sakti mem...