“Pulang jam berapa lo kemarin?” tanya Bintang di depan gerbang rumah Ruu pagi ini, ia menjulurkan helm biru muda yang segera Ruu terima.
Ruu terdiam. Ia jadi mengingat kembali hal yang terjadi kemarin sore, dan bagaimana ia berakhir mandi satu setengah jam penuh untuk menghilangkan bau aneh dari tubuhnya.
Ruu merengut, bibirnya mengerucut dengan wajah masam memandang Bintang lurus.
“Apa? Kenapa bibir lo monyong-monyong kayak gitu? Habis di cipok siapa ADUH!” Bintang memekik kala Ruu tak segan menabok kepalanya dengan kuat.
“Mulut lo!” Ruu melotot makin membuat wajah imut itu kini jadi terlihat menyeramkan.
Bintang melengos, “Ya lo kenapa njir, ditanya bukanya jawab malah masang wajah serem kek gitu,” katanya membela diri.
“Kenapa lo masih ke sini? Bukannya Gue udah chat mau naik bus aja! Gue tuh butuh masa tenang dari lo Bintang!” omel Ruu kesal.
Padahal semalam Ruu sudah mengirim pesan pada Bintang untuk tidak menunggunya berangkat sekolah agar dia bisa menghindarinya sementara.
Bintang terlihat acuh tak acuh, ia memutar kunci motor bersiap menyalakannya, “Berisik, cepetan naik,” kata cowok itu datar.
Ruu masih terdiam, gadis itu jadi menunduk dalam. Semalam Ruu terus memikirkannya, tentang bagaimana anak-anak sekolah tidak segan merundungnya. Memang benar jika Ruu mencoba terlihat berani, tapi bukan berarti ia tak takut apapun kan? Ruu juga hanya seorang gadis biasa. Walau dulu agenda hari-harinya adalah berantem dengan anak-anak kompleks seberang, tak memungkiri masa itu juga kerap menyakitinya. Tapi saat itu Bintang di sana, Bintang membantunya melawan mereka yang kerap mengolok-oloknya yang terlihat seperti anak cowok ketimbang anak cewek. Tapi segalanya berbeda sekarang, karena Bintang sendiri yang menjadi alasan dari mengapa orang-orang mengganggunya. Jadi meskipun Bintang ikut campur segalanya akan semakin sulit untuknya.
Ruu tidak bisa membayangkan bagaimana jika kejadian kemarin sampai terulang lagi dan bagaimana jika tidak ada seseorang yang datang saat itu, keadaannya mungkin tidak akan sebaik sekarang.
Bintang mengerjap merasa aneh pada sikap Ruu pagi ini, tapi cowok itu tak ambil pusing dan justru menoyor kening gadis itu membuatnya tersadar. “Masih pagi jangan ngelamun lo, buruan naik,” kata Bintang mengingatkan.
Dalam perjalanan Ruu hanya diam, dia yang biasanya bercerita ini itu dengan Bintang kini terlihat kembali melamun. Ada banyak pertanyaan memenuhi kepalanya. Ruu penasaran apakah Bintang tahu keadaannya? Ruu berharap tidak. Ruu hanya ingin Bintang menganggap dirinya kuat bagaimanapun dirinya terlihat. Ruu tidak ingin Bintang mengkhawatirkannya, walaupun ia ragu Bintang akan melakukannya.
Tapi jika keadaan tak berubah, bukannya suatu saat Bintang juga akan tahu? Tapi meskipun begitu Ruu tidak ingin jauh dari Bintang lagi. Ruu ingin egois sekali ini saja, bahwa dia menginginkan Bintang lebih dari siapapun.
Dulu saat Ruu masih di Jakarta, Ruu selalu mengingat Bintang. Ruu mengingat kenangan masa kecil mereka. Tentang bagaimana Bintang selalu mengeluh jika Ruu merepotkannya. Walau begitu cowok itu tetap saja mau melakukan apapun yang Ruu inginkan. Bintang mungkin selalu mengabaikan ceritanya, dia dingin dan tidak berperasaan, tapi tetap saja Ruu sangat merindukannya. Ruu ingin Bintang memarahinya lagi, Ruu ingin Bintang membuatnya menangis karena menghilangkan bola basket kesayangannya, atau Ruu ingin Bintang meninggalkannya di taman bermain seperti dulu, tidak apa-apa, karena Ruu tahu Bintang selalu berakhir kembali untuk menjemputnya. Intinya, Ruu ingin ketemu Bintang. Ia ingin kembali pada Bintang.
Ruu jadi berpikir keras, apakah ia akan tetap melepaskan Bintang? Seseorang yang dirindukannya selama ia berada di Jakarta. Sekarang Bintang bersamanya, haruskah Ruu pergi hanya karena orang-orang menginginkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay
أدب المراهقين[Slow Update] [R 13+] Blurb: Ruu datang ke Jogja untuk bertemu kembali dengan teman masa kecilnya. Bintang, si cowok dingin yang irit bicara itu sudah lama ia taksir diam-diam. Kedatangan Ruu sebagai siswa angkatan baru di sekolah Harapan Sakti mem...