“Gue nggak tahu lo punya gelang keberuntungan Ka,” kata Dewa di kantin pada istirahat kedua siang ini.
Numa yang tengah sibuk mengunyah lontong pada kuah sotonya ikut mengangguk, “Jimat nenek moyang lo ya?” tanyanya dengan mulut penuh.
Raka bersandar pada kursi kantin, ia menyedot es teh manis mbak Sari sekali lalu mendesah panjang. “Ngapain gue bawa jimat kalo ujungnya tiap hari gue ditempelin dua anak setan kayak lo berdua?”
“T*i lo!”
“Iteng, gue lagi makan ya anjing jadi gak nafsu lagi kan gue!” kata Numa merajuk. Pasalnya di antara mereka bertiga memang hanya Numa yang memesan makanan, sementara Raka dan Dewa hanya memesan minuman karena tidak begitu lapar.
“Makan tinggal makan kok repot bener,” kata Dewa mencibir.
Raka terkekeh, “Perasaan istirahat pertama tadi lo udah makan donat lima biji Num, masih kurang aja lo?”
“Kalau nggak sama nasi mah artinya belum makan Ka,” sahut Numa beralasan.
“Eh tapi beneran gue kepo sama yang tadi Ka,” kata Dewa menyela. “Gelang apa sih? Yang mana?”
“Gada anjir, gue boong.” Raka tertawa lebar.
Dewa dan Numa ternganga. “Buat apaan?” tanya Dewa mewakili.
“Kata lo dia pacarnya Bintang kan? Yaudah, mau gue rebut dia,” jawab Raka tanpa beban.
"ASTAGA, SERIUSAN LO? PUNYA ORANG ANJIR,” ucap Numa terkaget-kaget.
“Berisik! Lanjutin makan lo aja sono!” kata Raka pada Numa, “gue nggak bakal jatuh cinta beneran, gue Cuma mau Bintang ngerasain apa yang gue rasa saat kehilangan orang yang paling gue sayang.”
Dewa mengulum bibir, “Jadi apa rencana lo sebenernya?”
“Gue bakal ninggalin tu cewek saat dia bener-bener cinta sama gue,” kata Raka tanpa beban.
Numa mendengus, “Jahat banget Ka,” katanya berkomentar.
“Dari dulu gue selalu jadi antagonisnya kali Num,” sahut Raka santai.
Numa mencibir, “Awas aja sampai lo yang jatuh cinta beneran sama dia, gue ketawain pake speker sekolah.”
Dewa tertawa, “Gublu.”
“Eh tapi, emangnya lo bisa deketin cewek Ka?” tanya Dewa menantang, “tadi aja langsung ditolak,” lanjutnya membuat Numa refleks tertawa keras mengingat.
PLAK, Pukulan keras langsung Raka hadiahkan pada Dewa di sampingnya. “B*ngs*t! Baru sekali juga,” kata Raka beralasan.
Dewa mencibir, “Sekali apanya? Waktu itu juga banci pengkolan lari pas lo deketin,” katanya lagi yang membuat Raka kembali mengumpat.
“Ah inget gue tuh!” Seru Numa heboh. “Hahaha. Lagian Banci tuh emang suka cowok ganteng, tapi kalo cowok gantengnya sama-sama banci juga ya gak mau lah mereka haha.”
“Lo tuh ganteng Ka, tapi otak lo sedeng makanya gada yang mau,” sahut Dewa menimpali.
“Heh itumah gue akting doang ya anjing, yakali gue beneran jadi banci macam mereka!” ujar Raka emosi.
Dewa menyedot habis minumannya karena tertawa membuatnya haus, ia berdehem. “Tapi beneran Ka, bakal susah mah kata gue.”
“Bantuin lah nyet, cewek lu kan banyak,”
“Banyak apaan, ngaku-ngaku doang dia mah,” ucap Numa berkomentar.
Dewa mendecih, “Yang sirik gak dibales DM nya sama Aira gak usah ngatain,” katanya meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay
Roman pour Adolescents[Slow Update] [R 13+] Blurb: Ruu datang ke Jogja untuk bertemu kembali dengan teman masa kecilnya. Bintang, si cowok dingin yang irit bicara itu sudah lama ia taksir diam-diam. Kedatangan Ruu sebagai siswa angkatan baru di sekolah Harapan Sakti mem...