PART 01

15.8K 1.2K 12
                                    

"Uhh" Lenguhan seorang bocah perempuan berhasil mengalihkan atensi milik bocah laki-laki yang ada di depannya itu.

"Elin?" Ucap bocah laki-laki itu dengan pelan, sambil sesekali mengusap keringat yang ada di wajah cantik sekaligus imut milik adiknya.

Perlahan netra seindah samudra itu mulai terbuka, sedangkan bocah laki-laki yang melihat mata indah itu mulai terbuka segera mengembang kan senyum terindah miliknya.

"Apa yang teljadi?" Gumam bocah perempuan itu setelah menyesuaikan cahaya yang masuk di penglihatannya sambil mengelus kepalanya yang terasa sakit.

"Elin, apa kepala kamu masih sakit?" Suara khas anak-anak itu mengalih kan atensi Anna, netranya segera menatap bocah laki-laki yang ada di depannya itu.

"Hei kamu masih marah pada kakak?" Pertanyaan itu sukses membuat Anna mengerutkan keningnya, memang bocah laki-laki itu punya salah apa dengannya?. Mereka bahakan tidak pernah bertemu.

"Ehh maaf mungkin anda salah Olang" Anna sedikit menjauh dari bocah laki-laki yang ada di depannya ini.

"Baiklah Elin ini sudah tidak lucu lagi, kakak benar-benar minta maaf, jadi Elin, kakak mohon kamu maafin kakak ya" bocah laki-laki itu mulai menarik tangan Anna dengan lembut dan mengelus pipi tembem milik Anna.

Anna yang mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja terkejut. Ia membulatkan matanya dan segera mendorong bocah laki-laki itu sedikit keras untung saja bocah laki-laki itu tidak terjatuh.

"Ma..maaf kamu nggak papa?" Tanya Anna gugup, dia terkejut dengan kelakuannya sendiri bagaimana mungkin ia bisa mendorong seorang anak kecil.

Saat Anna ingin turun dari kasur untuk membantu bocah laki-laki yang ada di depannya ini, tiba-tiba saja tubuhnya terhenti.

Ia menundukkan kepalanya karna merasa ada perubahan dalam tubuhnya dan betapa terkejutnya dirinya saat menyadari tubuhnya sudah mengecil. Ini apa yang terjadi? Bagaimana mungkin tubuhnya bisa mengecil? Apakah ini mimpi?

Tapi jelas-jelas Anna ingat bahwa dirinya baru saja tertabrak mobil, karna menyelamatkan kakaknya dan Tania. Tapi kenapa sekarang ia malah menjadi anak kecil?.

Anna mendongak ke arah bocah laki-laki yang tadi sempat dia dorong. Seketika Anna melebarkan matanya bagaimana mungkin anak laki-laki ini memiliki surai berwarna merah dan netranya juga berwarna merah. Apa dia mengecat rambutnya atau menggunakan wig? Dan dia juga menggunakan softlens?.

"Elin kamu tidak apa-apa?" Sebuah tepukan lembut di bahu menyadarkan Anna dari lamunannya.

Ia kembali menatap bocah laki-laki yang ada di depannya ini dengan pandangan yang sulit di artikan.

Bocah laki-laki yang melihat tingkah adiknya itu merasa gemas dan mencubit pipi Anna sampai memerah
Dan sontak hal itu mulai membuat mata Anna berkaca-kaca.

Sementara bocah laki-laki yang melihat mata adiknya berkaca-kaca, merasa bersalah, ia segera membawa Anna ke dalam pelukannya.

"Sttt..hei kakak minta maaf ya" Anna yang mendapat perlakuan manis itu langsung menegang, selama ini ia tidak pernah di peluk oleh siapapun termasuk Daddy dan kakaknya, ya walaupun Alvian sempat memeluknya di saat dia sekarat, tapi itu sangat berbeda.

"Siapa" gumam Anna yang masih bisa di dengar oleh bocah laki-laki yang ada di depannya itu.

Bocah laki-laki itu mengernyitkan matanya, ia kemudian melepaskan pelukannya dan menatap Anna dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Kamu tidak ingat kakak?" Tanya bocah laki-laki itu.

Anna yang mendengarkan pertanyaan dari bocah laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya lucu.

Dapat di lihat raut wajah bocah laki-laki itu sangat terkejut, namun beberapa detik kemudian ia tersenyum dengan lembut.

Tangan bocah laki-laki itu terulur untuk mengelus surai seindah salju milik Anna.

"Jadi Elin benar-benar tidak mengingat Kakak?" Tanya bocah laki-laki itu sekali lagi dengan suara yang sangat lembut.

Anna yang mendengar itu kembali menganggukkan kepalanya lucu dan itu sukses membuat bocah laki-laki yang ada di depannya itu terkekeh kecil.

"Baik lah, jadi perkenalkan nama kakak Anzel dan kamu Elina" jelas bocah laki-laki yang mulai sekarang kita panggil dengan nama Anzel.

Anna yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya dengan ragu. Apakah ia mengalami transmigrasi?. Tapi bukankah itu hanya mitos?. Walaupun dia tidak ingin mempercayainya, namun takdir berkata lain, dia sendiri malah mengalaminya sekarang.

"Ka..kak?" Tanya Anna dengan ragu

Sementara Anzel yang mendengar itu segera menganggukkan kepalanya dengan senyum yang mengembang di bibir mungil miliknya.

(Mulai sekarang kita panggil Anna dengan Elina ya)

"Dad...mmm mangsudnya ibu dan ayah?" Tanya Elina dengan ragu sambil memainkan kedua jari mungil miliknya. Sementara wajah Anzel yang awalnya sangat cerah itu berubah menjadi masam.

Elina yang melihat perubahan wajah Anzel mulai takut ia segera menundukkan kepalanya. Walaupun Anzel masih kecil tapi aura yang di keluarkan nya sungguh-sungguh mengerikan, aura milik Anzel hampir sama dengan aura yang di miliki sang Daddy, dan itu benar-benar berhasil membuat Elina ketakutan.

"Mati!" Jawab Anzel dingin.

Elina yang mendengar jawaban dari Anzel segera mendongakkan kepalanya, namun saat melihat ekspresi marah Anzel yang menurutnya sangat mengerikan ia kembali menundukkan kepalanya.

Sementara Anzel yang melihat gelagat adiknya mulai menghela nafasnya, ia tidak seharusnya marah, ia seharusnya ingat bahwa sang adik saat ini tidak mengingat apa-apa, dan seharusnya ia bisa mengontrol emosi miliknya.

Tangan kecil Anzel terulur untuk mengelus Surai seputih salju milik Elina. Sementara Eliana yang merasakan itu mulai menatap manik semerah darah milik Anzel.

"Maaf seharusnya kakak mengerti kondisi Elin" ucap Anzel dengan lirih raut wajah bocah laki-laki itu sudah berubah kembali menjadi hangat.

Elina yang mendengarkan perkataan Anzel mulai menganggukkan kepalanya. Ia tidak tau apa alasan bocah laki-laki ini marah saat ia bertanya tentang ke dua orang tua mereka. Tapi Elina yakin semua itu pasti ada alasannya.

Anzel yang mendapatkan Anggukan dari adiknya langsung saja memeluk Elina dengan erat sambil tersenyum manis dan sesekali ia juga mengecup pucuk kepala Elina.

Dan perlakuannya sukses membuat pipi tembem milik Elina memerah namun tak ayal perasaan milik Elina juga menghangat. Apa ini rasanya di peluk dan di sayangi oleh kakak sendiri?.

Rasanya sangat nyaman, jika setiap hari ia merasakan hal ini, maka Elina akan menerima kehidupan baru miliknya dan mulai sekarang ia akan menganggap Anzel sebagai kakaknya sendiri.

Elina membalas pelukan milik Anzel dan itu sukses membuat Anzel mengembangkan senyuman termanis miliknya. Mereka berdua berpelukan dengan pikiran dan perasaan yang berbeda. Namun tak ayal hal itu membuat mereka berdua sangat bahagia.

Princess Duke'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang