Part 14 : Tawaran

2 2 0
                                    

Semakin tinggi matahari berada semakin panas udara yang terasa, itulah yang dirasakan Asa dan Saka. Keduanya telah kembali ke penjara setelah melakukan pemeriksaan berjam-jam. Sekitar 5 jam lebih mereka baru di lepaskan setelah menjawab pertanyaan yang sama.

"Kalian siapa?"

"Apa yang kalian bawa?"

"Siapa yang menyuruh kalian?"

"Mau kemana?"

"Mau bertemu siapa?"

Untungnya Asa dan Saka menjawab secara cepat untuk mengurangi kecurigaan mereka. Keduanya juga tak membocorkan tujuan mereka yang sebenarnya. Itu sudah kesepakatan mereka sebelumnya. Beruntung tas ransel Asa juga tas pinggang Saka yang diperiksa. Meski ada pemeriksaan badan. Saka sempat khawatir pada Asa namun kekhawatirannya itu berangsur menghilang setelah melihat bagaimana Asa bersilat lidah dengan sangat pintar untuk menghindari pemeriksaan itu.

Kini dua orang berbeda jenis kelamin ini saling diam meski berada di ruang yang sama.

"Kenapa kamu bersikap seperti itu tadi?" ujar Asa merusak dinding tak kasat mata di antara mereka.

Saka tak menjawab melainkan tersenyum seperti orang bodoh. Hal itu membuat Asa jengkel. "Aku tak butuh belaanmu atau perlindunganmu!"

"Cih! Jangan sok hebat bisa tolong diri sendiri. Buktinya, jika aku tidak membelamu seperti tadi apa kamu bisa menjaga peta itu?" sahut Saka sinis.

Asa bungkam tak bisa menjawab. Saka tersenyum menang. "Pada akhirnya, kamu tidak bisa membalasku, Sa ..."

Asa memalingkan wajahnya tak suka. "Meski pun begitu, aku tetap bisa menolong diriku sendiri di banding kamu yang rela dipukuli oleh mereka," ejeknya.

Benar apa yang dikatakan Asa. Saka mendapat luka disekujur tubuhnya setelah dipukuli habis-habisan oleh mereka agar Saka menjawab yang sebenarnya. Namun, pada akhirnya mereka tidak bisa dan memilih melepaskan mereka berdua.

"Setidaknya itu bukan kamu, Sa. Kamu harus tetap hidup bukan?" balas Saka dengan senyum yang dipaksakan membuatnya terlihat meringis.

Kali ini Asa tak bisa menjawab apalagi membalas. Ia benar-benar kehilangan kata-katanya. Kini yang bisa gadis tomboy itu lakukan hanya menatap ke luar pagar besi yang menahan kebebasannya begitupula dengan Saka. Pikiran keduanya sudah melayang entah kemana bersamaan dengan mata keduanya yang tertutup rapat secara bergantian. Setidaknya dengan begini rasa lelah mereka hilang.

***

Asa merasa guncangan hebat di bahunya, membuat tidur gadis itu terganggu. Gadis itu membuka mata terpaksa dan langsung mendelik tajam begitu tahu siapa pelakunya.

"Maaf," katanya.

"Menjauh sana!" usir Asa membuat laki-laki yang membangunkannya itu perlahan mundur.

"Ada apa membangunkanku?" tanya Asa ketus.

"Kamu belum makan 'kan? Ini makan jatahmu. Aku sudah makan," sahut Saka sambil memberikan nampan berisi roti dan beberapa lauk. Laki-laki yang membangunkan Asa tadi tidak lain adalah Saka sendiri.

Begitu melihat makanan di depannya. Asa segera mengambil dan memakannya lahap, ia telah melupakan sopan santunnya. Saka yang melihat itu tersenyum kecil, cara makan Asa begitu lahap sampai-sampai membuatnya terlihat semakin lucu sekaligus manis di matanya.

The Silver AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang