Part 10 : Bersatu dan Bersama

3 2 0
                                    

Kini Asa dan Saka tidak memutar balik jalan mereka. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat selanjutnya. Kali ini perjalanan mereka agak berbeda, mereka bersama tiga bocah perampok yang berisik sekali meminta di lepaskan talinya.

"Tuan, Nyonya ... Kapan kalian akan melepaskan ikatan kami?" Robin bertanya pertanyaan yang sama sekian kalinya setelahnya teman-temannya ikut merengek.

"Kami mohon lepaskan kami. Kami janji tidak akan berulah lagi." Asa memutar bola mata lelah. Gadis itu muak sekali dengan ocehan bocah-bocah ini yang melebihi mulut ibu-ibu penggosip.

"Saka, apa kita lepaskan saja mereka?" tanya Asa di atas kudanya.

Saka menggeleng. "Tidak sekarang."

Robin dan teman-temannya mendengarnya hanya bisa menunduk lesu.

Setelahnya hanya hening yang melingkup mereka. Tak ada satupun yang bicara selain suara kaki kuda yang mengiring mereka selama perjalanan. Robin dan teman-temannya sudah tertidur dan tali mereka sudah di lepaskan. Asa tersenyum simpul melihat mereka tertidur.

"Kamu kenapa?" Saka tiba-tiba bertanya mengejutkan Asa.

"Tidak ada apa-apa hanya, melihat mereka tertidur jadi tenang rasanya," ujar Asa masih memperhatikan mereka. Saka pun ikut memandangi bocah-bocah tengil itu seraya tersenyum.

"Kamu benar. Setidaknya ini lebih baik setelah mereka di beri makan." Kemudian hening kembali sebelum Asa berkata lagi.

"Oh ya, terima kasih."

"Untuk?" Saka bertanya heran.

"Di hutan kabut tadi." Saka langsung mengerti. "Tidak papa, kita memang harus saling tolong menolong bukan?"

Asa mengangguk setuju. "Kalau begitu kemana kita harus pergi?" tanya Asa bingung menatap Saka yang tengah membuka petanya.

"Sebentar," ucap Saka dengan mata tertuju pada peta. "Kita akan ke sebelah utara, menuju jembatan penyebrangan menuju ke Ibu Kota."

"Tapi, kita tidak bisa membawa kuda kereta ini." Asa melotot terkejut.

"Apa?"

"Kenapa?"

"Sebelum menuju jembatan penghubung itu, jalannya tak bisa di lewati kuda apalagi kereta. Kita harus menaiki gunung ini," jelas Saka.

"Lalu bagaimana dengan mereka?" tanya Asa lagi.

"Mereka akan menjaga kuda-kuda dan kereta kita." Asa mengangguk-angguk mengerti.

"Sore nanti kita akan bermalam di dekat kaki gunung." Saka memberitahu.

"Tapi, Saka ... Apa kamu benar-benar percaya pada mereka setelah apa yang terjadi?"

"Kenapa tidak?"

"Aku percaya pada mereka. Kamu juga harus percaya. Beri mereka kesempatan untuk merubah diri mereka agar lebih baik."

"Kau mengerti?" Asa mengangguk mengerti seraya tersenyum.

Asa dan Saka pun melanjutkan perjalanan mereka dalam diam menyusuri hutan kabut ini. Kabut yang ada perlahan menghilang seiring mereka keluar dari sana. Kini keduanya bisa melihat cahaya matahari kembali.

The Silver AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang