Part 24 : Pondok Kayu

6 1 0
                                    

Asa sampai di depan sebuah pondok kayu, terlihat cahaya kuning berpendar-pendar dari dalam pondok tersebut. Ia menatap Saka sebentar, "Bertahanlah. Aku akan mencari bantuan." Kemudian berjalan mendekati pondok kayu itu dan membaringkan Saka di lantai kayu pondok itu.

Tok. Tok. Tok.

Asa mengetok pintu dengan harapan seseorang di dalam sana mau membantunya. Tak ada jawaban. Asa mencoba lagi.

Tok. Tok. Tok.

Barulah terdengar sahutan dari dalam. "Sebentar!"

Asa menghela napas lega, kemudian menunduk memeriksa keadaan Saka. Tubuh laki-laki itu dingin dan terlihat bibirnya komat-kamit tidak jelas. "Setelah pemiliknya keluar, aku akan segera mengobatimu," janjinya.

Tepat setelahnya, seorang pemuda membuka pintu. Pemuda itu memiliki tubuh yang tak terlalu tinggi dan agak kurus dan di mata Asa pemuda itu seusia dengan adik perempuannya.

"Apa yang terjadi dengannya?" ujar pemuda itu terkejut.

"Dia terluka parah. Aku mohon bolehkan kami menumpang semalam di pondokmu ini untuk mengobati temanku." Asa memohon.

Tanpa banyak kata pemuda itu mengangguk dan membantu Asa menggotong tubuh Saka ke dalam pondoknya. Tubuh Saka pun dibaringkan di sofa coklat di ruang tengah pondok itu. Setelahnya, Asa segera mengeluarkan apapun yang bisa membantu mengobati Saka dari dalam sakunya. Sementara pemuda pemilik pondok kayu ini pergi entah kemana dan Asa tak peduli karena prioritas utamanya sekarang adalah Saka.

Asa pun menyingkap baju Saka untuk melihat seberapa parah lukanya. Kemudian, ia mengambil pisau kecil dan berniat menyobek bajunya namun dicegah dengan kedatangan pemuda itu.

"Jangan merusak baju, pakai ini." Asa melihat kain bersih yang disodorkan padanya.

"Terima kasih—,"

"Felix."

"Ah, ya! terima kasih Felix." Asa mengulangi.

"Tidak masalah," balas Felix ramah. Pemuda itu melihat kepiyawaian Asa mengobati Saka, ia bedecak kagum dalam hatinya. Dan tanpa sadar ia bertanya lagi, "Siapa namamu?"

"Asa," jawab Asa singkat karena ia sibuk mengobati Saka.

"Dan temanmu? Apa yang terjadi padanya?" tanyanya lagi penasaran.

Asa menghentikan sejenak kegiatannya dan menatap pemuda itu. "Ceritanya panjang. Kau mungkin tidak akan mengerti. Tapi, bisakah kau membantuku?" tanyanya.

Felix mengangguk. "Tentu. Apa yang bisa kubantu?"

"Tolong ambilkan aku sebaksom air bersih dan kain bersih lagi," pinta Asa dengan senyum.

"Baiklah."

Felix pun pamit ke belakang dan Asa bisa fokus kembali mengobati Saka. Ia berharap setelah ini Saka akan segera sadar. Tak lama setelahnya, Felix kembali dengan apa yang Asa minta. Sebaskom air dan kain bersih.

"Maaf telah merepotkanmu, felix." Felix menggeleng. "Tidak perlu seperti itu, anggap saja ini adalah bantuan dari teman."

Asa menatap Felix beberapa detik kemudian mengangguk. "Baiklah teman."

***

Saka mengerjapkan matanya begitu tersadar. Ia melihat ke sekeliling ruangan yang tampak asing baginya. Di ruangan itu tak ada siapa-siapa di sana selain dirinya. Ia mencoba bangun dari tidurnya dengan perlahan, mencari sosok Asa yang pergi entah kemana. Saat dia hendak berjalan mendekati jendela, seseorang meneriakinya.

The Silver AppleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang