Saka terlihat mondar mandir di depan bilik bambu yang di dalamnya ada Asa di sana. Raut wajah khawatir tak lepas darinya begitu juga dengan orang-orang yang menunggu Asa sadar. Benar, Saka membawa Asa ke rumah Kakek Sakti dengan bantuan Robin dan kawan-kawan. Mereka semua tengah bersabar menunggu kabar baik dari balik bambu di depan mereka.
Rumah Gubuk yang luasnya tak seberapa ini hanya berisikan satu kamar tidur, dapur dan satu kamar mandi yang terpisah. Tak banyak barang hias gubuk ini, kebanyakan adalah tanaman obat yang dimasukan ke dalam toples dan berisi air yang membekukan tanaman tersebut seperti di toko obat milik Tabib Ali.
Sosok Kakek Sakti keluar begitu selesai menangani, Saka langsung menghampirinya.
"Apakah dia baik-baik saja?" tanyanya dengan tergesa.
Kakek Sakti tersenyum simpul. "Dia baik-baik saja. Untung saja aku keluar dan menemukanmu, Saka. Jika tidak nyawa temanmu tidak selamat akibat tembakan itu."
Saka tersenyum lega begitu juga Robin dan kawan-kawan yang mendengar seksama.
"Kalian boleh ke dalam tapi secara bergantian dua orang-dua orang," imbuhnya.
"Satu lagi, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu Saka." Kakek Sakti menatap Saka dengan dalam.
Kakek Sakti yang perawakannya tinggi dan masih tegap berbeda dengan Tabib Ali yang pendek dan bungkuk karena memiliki punuk. Rambut panjang putihnya terikat rapi dengan blankon putih sama seperti pakaian putihnya.
Saka pun mengikuti kemana perginya Kakek Sakti. Sampai di belakang rumahnya yang langsung menghadap hutan belantaran Kakek Sakti berhenti kemudian menatap tajam manik biru gelap Saka. Tiba-tiba sebuah temparan mulus mengenai pipinya.
Plak
"Bodoh!"
"Ma-maaf ... Pa-pama, sudah berapa kali bilang aku padamu untuk menyembunyikan siapa dirimu, hah!"
"Bagaimana bisa kamu berubah di depan manusia-manusia itu!"
"Bagaimana jika mereka memberitahu pada Ali siapa kamu sebenarnya. Dia akan membunuh dan mengusirmu!" Saka membulatkan matanya.
"Itu tidak mungkin! Mereka semua patuh denganku!" belanya.
"Terserah! Aku tak percaya mereka. Jika Ali sampai tahu siapa kau sebenarnya. Aku tak bisa membantumu lagi," balas Kakek Sakti.
Saka tertegun mendengarkan hal itu.
"Oh iya, beberapa hari lagi malam bulan perak. Semoga gadismu lekas sembuh."
Setelahnya Kakek Sakti pergi meninggalkan Saka yang menatap punggungnya pergi sebelum ia berteriak protes dengan perkataan terakhir Kakek Sakti.
"Kamu tak menyadari rasanya, tahu-tahu kamu sudah jatuh hati."
***
Dua hari berlalu, Asa masih nyaman menutup matanya. Gadis itu seakan-akan enggan membuka matanya paling tidak memanggil nama Saka dan bilang aku baik-baik saja. Agar rasa cemas berlebihannya berkurang.
Lingkaran hitam tercetak jelas di bawah matanya. Saka tidak tidur selama dua hari. Laki-laki itu bersikeras menjaga Asa sampai ia sadar. Sampai-sampai ia tidak mau bergantian dengan Robin dan kawan-kawan untuk berjaga. Ia tidak percaya pada bocah-bocah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Silver Apple
FantasyHai! Aku Asa dan ini adalah kisahku, banyak hal yang harus aku lalui demi buah penyembuh yang sangat legendaris dan hampir semua orang mengatakan itu adalah mitos. Tapi aku percaya buah penyembuh itu Ada. Demi kesembuhan ayahku aku rela melakukan ap...