[2] Rumah Sakit

748 112 3
                                    

Chapter 2 [Rumah Sakit]

Beberapa hari setelah itu, aku masih menjalankan hidup seperti biasa. Siang ini aku sedang bersantai di lantai ruang tengah, yah nyaman saja rasanya tidur di atas karpet bersama laptop.

Saat aku sedang bersantai, aku merasakan sesuatu yang sangat tidak enak. Rasanya seperti ada monster yang akan menyerangku, yoi, aku laper.

Mau tidak mau, aku harus mencari sesuatu yang mudah di makan. Membuka laci di dapur, kulkas, dan lainnya, namun aku tak menemukan apa apa.

Aku mencari ke laci atas kompor, namun mataku tertuju ke arah pisau yang masih mengeluarkan cahaya itu. Ah aku jadi teringat ke anak dengan tangan yang dingin itu, ia tak pernah datang lagi.

Aku mengambil pisau itu, kenapa aku harus membunuh sang pelaku dengan pisau secantik ini? Jangan-jangan anak rambut putih itu menembak (menyatakan perasaan) ke sang pelaku!? Mikir apa sih aku ini. Kan ini piso bukan pistol, bodoh kali.

Rasanya seperti ada sesuatu yang membuatku ingin mengambil pisau itu, saat ku pegang rasanya aneh. Ini seperti bukan pisau biasa, apakah aku harus cari di internet?

Setelah berpikir panjang, aku tidak melakukannya. Mustahil pisau seperti ini ada di internet, aku yakin bahwa kedua anak itu bukanlah orang biasa. Dan juga anak berjubah putih itu, dia terlihat.... tidak baik-baik saja.

Sudah lama aku tidak melihat Indonesia, bagaimana jika aku menjenguknya? Apa aku perlu membawa buah tangan? Tapi aku sendiri saja belum makan siang.

Aku kembali berpikir ulang, yah aku makan dulu. Apa aku harus membawa pisau itu ke rumah sakit?

Btw- makan apaan jir, yakali minta tetangga >:(

Ini sudah jam 3 siang, aku bersiap lalu membuka pintu. Tempat ini tidak berubah sedari lama. Jalan di depan rumah ini tidak pernah ku pijak lagi sejak 7 tahun yang lalu.

Aku mengunci pintu rumah lalu pergi ke rumah sakit. Apakah ada yang penasaran aku pergi dengan apa? Aku ga bawa apa-apa, ini mau jenguk orang koma bukan ke arisan komplek.

Setibanya di rumah sakit, suasana disini sedikit berbeda. Mungkin karena banyak sesuatu yang bukan manusia normal disini. Mungkin seperti saudara Indonesia atau teman-temannya?

Dahulu kala, dimensi manusia dan dunia para 'negara' terpisah. Namun entah apa yang terjadi, ada suatu hal yang membuat kedua dimensi ini bertabrakan dan menjadi satu.

Setelah itu, Manusia dan 'negara' mulai hidup berdampingan walau jarang berinteraksi. Fisik manusia dan 'negara' bisa di katakan mirip, namun pasti ada aura atau sesuatu yang membedakan mereka, entah sayap atau rambut yang warnanya tidak biasa.

Aku membuka pintu rumah sakit, aku bisa merasakan bahwa ada beberapa personifikasi 'negara' disini. Aku berjalan perlahan ke meja resepsionis untuk menanyakan kamar Indonesia.

Resepsionis itu mengecek di laptop yang ada di depannya lalu mengarahkan ku ke ruang rawat di lantai 3. Aku berterima kasih kepadanya lalu pergi ke ruangan itu.

Aku membuka pintu itu lalu melihat Indonesia terbaring tak sadarkan diri dengan alat medis di mana-mana.

"Indonesia... lama tak berjumpa. Menyedihkan bukan? 7 tahun tak bertemu, sekarang kita bertemu namun kamu tak sadarkan diri" gumamku. Stres jir ngomong ama orang koma. Ck ck ck, kelamaan ngurung diri fix.

Aku menatap wajahnya yang pucat itu, apa ia akan segara mati? Aku mengepal tangan ku sekuat tenaga, entah seperti ada rasa penyesalan di dadaku. Sambil menggesek gigi²ku, aku berjalan dengan grogi dan duduk di sebelahnya.

Menceritakan banyak hal yang terjadi selama ini, menggungkap betapa rinduku kepadanya selama 7 tahun ini. Bahkan aku tidak menyadari jika air mataku keluar saat aku menceritakannya, aku mencengkram pakaianku karena rasanya sakit untuk mengingat semua itu.

"Ingat tidak saat kita masih bersekolah dulu? Aku terlihat sangat begitu bodoh bukan? Tertidur di kelas, di hukum, di ketawai oleh teman-teman. Tapi hanya kamu yang diam tak berkata apapun."

"Saat aku sudah berhenti sekolah, aku sangat rindu kepada dirimu. Terkadang aku berpikir untuk mengirim surat, namun aku khawatir surat itu di baca oleh saudara angkatmu. Bahkan sebelum kau seperti ini, aku masih berpikir untuk mengirimkan surat yang ku tulis selama ini"

"Surat itu sudah menumpuk di suatu ruangan, jika kau seperti ini aku juga tidak bisa mengirimkan surat itu untuk mu. Aku terlambat..."

"Apakah aku harus melakukan itu untukmu? Jika aku membunuh orang, apakah kau membenciku?"

Aku terus menatap wajah Indonesia seperti mengharapkan sesuatu yang mustahil. Aku membayangkan Indonesia menggenggam tanganku lalu menggeleng sambil tersenyum.

Aku beranjak dari kursi lalu tersenyum, "Terima kasih Indonesia." Lalu aku meninggalkan ruangan. Bersandar di tembok luar berpikir apakah Indonesia bisa mendengar ceritaku tadi.

Beberapa saat kemudian, 3 orang berjalan mendekat, aku langsung tau mereka adalah saudara Indonesia. Yah aku juga tidak yakin, namun aku yakin mereka adalah orang yang dekat dengan Indonesia.

Sehabis ini mungkin aku akan berjalan-jalan dan membeli beberapa bahan makanan sebelum pulang. Sudah lama juga aku tidak keluarkan?

Omong-omong...

Senang melihatmu lagi, Indonesia.

Who? [CountryHumans?] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang