XX. THE TRUTH WILL SET YOU FREE

116 14 3
                                    

Krist tidak pulang ke rumahnya selama tiga hari dikarenakan tubuhnya yang belum normal, jalannya masih sedikit aneh. Singto juga menolak permintaan erotisnya mengingat mereka harus menutupi hal ini. Ia tak mau mengarang cerita untuk menutupi kegiatan cintanya, walaupun akhirnya mereka tetap melakukannya.

Alasannya adalah Krist ingin memberikan waktu berdua untuk kedua orang tua angkatnya, karena sudah pasti merindukan satu sama lain setelah beberapa bulan tak bertemu. Karangan yang briliant, karena Paman Wang dan istrinya tak menaruh curiga sama sekali. Krist sangat bersyukur untuk itu.

Kini, sudah seminggu sejak ia terakhir kali bertemu Singto. Krist mendudukkan dirinya di kamar, pikirannya berkelana entah kemana.

Ia baru saja ke kuil bersama orang tua angkatnya kemarin. Di sana, Krist bertemu dengan seorang Bhikkhu dan menceritakan sedikit tentang hubungannya dengan Singto.

Karena belakangan ini ia merasa sangat bersalah sudah membohongi kedua orang yang sudah banyak membantunya. Krist mulai mengerti jika mengakui kebenaran lebih baik daripada menutupinya terus menerus yang malah berakibat menyiksa dirinya dikemudian hari. Ia tentu tidak mau menabur karma buruk, maka Krist berniat untuk membuka kebenaran di antara dirinya dan juga Singto.

Mungkin, aku akan mengakui hubungan ini...Aku tidak tau apa yang akan terjadi.. Apa aku akan membuat banyak orang kecewa? Tapi, memang dalam setiap langkah, akan selalu ada resiko kan..

Krist memandangi mawar putih yang mulai layu, menggenggam tangkainya dan memutarnya sedikit sambil memakan coklat pemberian Singto yang belum sempat ia sentuh saat itu. Tatapannya hampa, memikirkan apa yang akan terjadi jika hubungan terlarangnya sampai tercium.

Dengan cara apapun aku menutupinya, suatu kebenaran akan muncul dengan sendirinya.. Sebelum mereka tau dari orang lain, mungkin aku harus mengakuinya duluan.. Lagipula, aku tak mau terus membohongi semua orang..

Krist menaruh sisa coklat dan bunganya di meja lalu menarik laci, mengambil sebuah kalung dari sana. Itu adalah kalung milik Singto yang saat itu ia ambil selagi sang pemilik belum siuman. Krist menaruh liontinnya di telapak tangan dan menatapnya dengan sendu.

Ia menaruh kalung itu di meja dan bergegas mandi lagi. Memakai baju rapi dan terlihat formal.

Krist memakai kalung itu dan pergi keluar dari kamarnya. Liontin kalung, ia sembunyikan di bawah bajunya.

Paman Wang sedang membaca koran di teras sementara istrinya sedang memperhatikan bunga-bunga yang mulai bermekaran lagi.

"Pho.. Mae..", Krist memanggil dengan pelan, tapi tetap terdengar oleh kedua orang tua angkatnya. Mereka mengalihkan tatapannya pada sang anak.

"Ada apa Krist?", Paman Wang menutup korannya, Bibi Aom segera menghampiri Krist.

"Hmm.. Boleh kah aku pergi ke tempat Singto bekerja?", Krist sedikit berbohong, sebenarnya ia akan pergi ke gereja dekat restoran sebelum menemui Singto.

"Hei.. Silahkan.. Kenapa wajahmu seperti gugup begitu? Atau mau ku antar?", Paman Wang menawarkan dan akan beranjak dari kursi.

"Tidak pho.. Aku akan ke sana sendiri dan pulangnya mungkin diantar Singto.."

"Ooh, baiklah.. Sini mana tanganmu?", Bibi Aom merogoh saku celananya dan memberikan beberapa lembar uang pada Krist dengan nominal yang tidak sedikit "Untuk mu.. Naiklah taksi, jangan tuk-tuk..", Ia tersenyum dengan hangat sambil menyentuh pundak Krist.

"Tapi-"

"Turuti ibumu.. Jangan pernah menolak", Paman Wang membela istrinya dan mempersilahkan untuk Krist pergi. Mereka saling melempar salam dan pesan, sebelum akhirnya Krist berjalan menuju jalan raya untuk menaiki tuk-tuk.

Stay Here [Completed] - SINGTO×KRISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang