XVII. EXPLANATION

88 15 2
                                    

Wattana menaruh pundaknya untuk bersandar pada kursi taman, Singto duduk di sampingnya mengikuti apa yang pria itu lakukan. Suasana senja mulai terasa karena langit mulai beralih ke warna lain. Singto diam sampai Wattana yang memulai percakapan.

Plastik berisi baju yang baru dibeli Singto ditaruh di tengah-tengah. Ia melihat ke arah langit sore seperti mengingat sesuatu. Singto tak berkomentar sama sekali, pemandangan beberapa orang yang sedang piknik di sana lebih menarik untuknya. Sebelum akhirnya Wattana membuka suara.

"Aku harus memulainya darimana?"

"Katakan saja awal mula permasalahannya, dan jangan mengarang cerita"

Flashback - Wattana (Ayah Singto)
Saat itu aku meminta Karn untuk membawaku ke rumah orangtuanya, aku ingin meminta restu bahwa sebentar lagi aku akan menikahinya. Sebuah rumah sederhana terbuat dari batu bata merah tanpa dilapis apapun. Tak lama seorang pria paruh baya keluar dan melihatku bersama Karnchana.

"Siapa dia Karn?"

"Pho.. Aku akan menikah..! Aku sudah bertemu dengan orangtuanya kemarin dan kami direstui.."

"Benarkah? Ayo duduk di ruang tamu.. Kau mengenal anakku darimana?"

"Kami bertemu beberapa kali di manapun, sepertinya kami memang sudah ditakdirkan.."

"Oh.. "

Ayah Karn menanggapi dengan singkat, dia melihatku dari atas hingga ujung kaki. Matanya berhenti pada kalung yang kupakai.

"Kau seorang Nasrani?"

"Iya.. Apa ada yang salah?"

Dia menatapku lama, aku merasa tak nyaman akan hal itu. Kemudian dia membuka suaranya kembali.

"Kami seorang Buddha dan tak bisa menikah jika tak seagama"

Hatiku sedikit terguncang mendengar itu. Namun aku segera menjawab.

"Tapi paman, aku menerima apapun keyakinan Karn.. Cinta tak bisa diukur oleh keyakinan.. Jika keyakinanku yang memberatkan kalian, maka aku bersedia menggantinya saat ini juga"

"Tidak perlu, karna kami Buddha saat dulu dan sekarang tidak lagi"

"Maksudnya?"

"Kami tak mempercayai siapapun.. Tuhan telah merebut istriku dengan cara yang tragis.."

"Maaf.. Aku turut berduka.."

Ekspresi ayah Karn selalu tak berubah, dia sepertinya sangat tak menyukaiku. Tapi aku tak tau apa sebabnya, karena aku menawarkan untuk mengganti keyakinan dia bilang tak perlu. Lalu apa?

Tak terasa, tanggal pernikahanku tinggal 1 hari lagi. Aku benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengan Karn lagi. Sebenarnya Ayah Karn tak merestui kami, tapi Karn meyakinkan padanya jika aku adalah pria yang tepat untuknya.

Waktu berlalu cepat ketika kita bersama dengan orang yang dicintai, Karn hamil, itu kabar yang sangat bahagia. Aku memperlakukannya seperti ratu, aku bahkan selalu pulang lebih awal karena takut ia akan kesepian.

Saat itu, sebulan sebelum kelahiran, ayah Karn datang padaku saat Karn sedang pergi dengan temannya untuk memeriksa kandungan bersama.

"Pho.. Silahkan masuk.."

"Tidak, di sini saja.. Bagaimana kabar anakku?"

"Baik, sangat baik.. Dia sedang bersama temannya untuk memeriksa kandungan bersama.. Aku siapkan minum du-"

Stay Here [Completed] - SINGTO×KRISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang