Siang ini Krist bersama Bibi Aom dan temannya berkunjung ke restoran tempat Singto bekerja. Bibi Aom sebenarnya ingin bertemu Singto juga untuk memperkenalkannya pada Jane. Kini mereka sedang berada di meja dengan empat kursi. May adalah pelayan yang bekerja paling lama di sana, dia telah kenal cukup dekat dengan pasutri itu, May melayaninya dengan sangat hormat dan terbaik untuk mereka.
"Oh iya May, tolong panggilkan Singto kemari ya.. Kami akan makan siang bersama"
May sedikit membungkuk dan segera memanggil Singto di ruangannya, yang dipanggil pun tak membutuhkan waktu lama. Singto segera bergabung dan memberi salam.
"Nah.. Singto, ini Bibi Jane, teman Bibi..", Bibi Aom memperkenalkan Jane dengan senyuman yang biasa ia berikan dan melanjutkan "..Jane, ini Singto, teman anakku yang ku ceritakan kemarin.."
"Waahh Aom, ternyata kau dikelilingi lelaki tampan ya.. Astaga, bisakah aku meminta satu saja?"
"Heei, apa kau tidak ingat dengan umur?"
"Aku hanya bercanda, Aom.. Kau serius sekali sih.."
Bibi Jane tertawa diikuti Bibi Aom. Sementara Singto melihat Krist yang sedang menatapnya, Krist yang menyadari itu tanpa sadar tersenyum dengan canggung. Ia tak tau kenapa tiba-tiba sangat sulit untuk memulai bicara pada Singto, padahal biasanya lancar-lancar saja.
Selagi berbincang-bincang dan menikmati menu spesial, tak disangka Wattana datang ke meja mereka dengan raut yang masih sama, seperti banyak pikiran. Jane yang melihatnya sedikit terkejut.
"Loh, Wattana? Kenapa ke sini? Bukannya masih konseling?"
Singto yang mendengar nama 'Wattana' disebut segera menoleh ke arah pandangan Jane. Ia sedikit terkejut dengan Jane yang mengenal ayahnya. Ekspresi Singto tertangkap oleh penglihatan Jane, karena Singto duduk di depannya.
Jadi, mertua yang disebutnya itu Bibi Jane? Astaga, kenapa dunia sempit sekali.
"Singto, kau kenal dengan Wattana?.."
"Ehm.. Sepertinya, ya..", Singto menjawab pertanyaan Jane.
"Hmm..Min.. Tolong ambilkan kursi satu lagi untuk pria ini ya", Bibi Aom meminta tolong pada pelayan yang kebetulan sedang lewat di antara mereka. Ia mengetahui namanya karena semua pelayan terdapat nametag di bagian kanan bajunya.
Tak lama setelah duduk, Wattana segera menjelaskan apa yang terjadi dan menceritakan siapa Singto. Tujuan Wattana ke sana juga adalah untuk menemui Singto sekaligus ingin meminta maaf pada pelayan kemarin. Wattana tak ingin menutupi apapun dari mertuanya itu. Ia yakin suatu kebenaran memang seharusnya diungkapkan.
"Nak Singto, aku turut berduka soal ibumu.. Maaf aku tak mengetahui soal ini.. Tapi Singto, ayahmu adalah orang baik, kau boleh tak menerimanya karena masalah itu, tapi yang dibilang Wattana adalah kebenaran.. Maafkan ayahmu dan aku.. Karena anakku yang memaksa ayahmu agar tak bertemu dengan istri dan anaknya di Bangkok.. Aku tau sulit bagimu untuk menerima maaf dari kami, tapi kami berjanji akan memulai segalanya dari awal lagi..", Jane berkata sambil menyentuh pundak Singto dengan lembut.
"Apa benar begitu Bibi?", Singto masih merasa ragu.
"Singto.. kalau aku tak bisa dimaafkan tak apa.. Tapi ijinkan aku untuk terus melihatmu hidup, dengan melihatmu di sini, itu sudah sangat cukup untukku..", Raut Wattana terlihat sendu.
Krist yang melihat kejadian di depannya hanya diam memperhatikan. Ia merasa telah banyak melewatkan sesuatu, namun matanya terus menatap Singto yang sepertinya sedang banyak pikiran.
Kelima orang itu mengobrol selama beberapa jam, setelah Singto menganggukkan kepalanya kepada Wattana sebagai tanda jika ia mengijinkan ayahnya.
Bagus kalau begitu, berarti pelanggan setia akan bertambah mulai sekarang. Paman Wang, aku berjanji restoran mu tak akan pernah bangkrut!
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here [Completed] - SINGTO×KRIST
Fanfic[Boys Love] Seorang pemuda bernama Singto Prachaya ditugaskan untuk menjaga sebuah pulau yang ternyata menganut aliran sesat. Di sana, Singto bertemu dengan anak penduduk desa yang bernama Krist Perawat yang ternyata memiliki keinginan yang sama unt...