EPILOG

141 17 2
                                    

"Benarkan apa kataku?", Krist bertanya pada Singto sambil tersenyum dengan manis.

Malam ini, mereka berlibur ke Pattaya setelah beberapa bulan sejak pengakuan hubungannya. Atas ijin dari orang tua angkat Krist dan juga Wattana. Mereka akan menginap selama dua hari, Singto mengambil cuti selama tiga hari pada Bibi Aom untuk berlibur bersama Krist dan disetujuinya. Ia tak meminta ijin pada Paman Wang, karena sudah kembali bekerja di lautan.

Melihat bintang-bintang yang bertebaran di langit gelap, berkelap-kelip menatap pasangan yang sedang berbahagia. Keduanya mendudukkan dirinya di atas pasir tanpa alas apapun.

Singto menatap Krist dan membalas senyumannya, "Kamu benar.. Suatu kebenaran harus diungkapkan apapun resikonya.."

"Tapi hidup dan hubungan tak akan selamanya berjalan mulus..", Krist mulai menyambung.

"Jika itu denganmu, akan ku lalui tanpa rasa putus asa.."

"Jika suatu saat aku ataupun kau terjadi sesuatu?"

Singto menaruh jarinya pada bibi Krist untuk menghentikan pertanyaannya.

"Berharaplah yang baik-baik saja.. Di sini, semuanya merekam pembicaraan kita..", Singto melepas jarinya dari bibir Krist.

"Siapa?"

"Pasir, ombak, angin, langit, bintang-bintang.."

Krist tertawa ringan mendengarnya.

"Omong-omong.. Aku pernah menemukan seseorang terdampar di pantai.. Pagi-pagi buta.."

"Hei.. Apa kamu membicarakan tentang aku?", Singto segera menoleh karena teringat pada saat melihat bintang-bintang di pantai kala itu.

"Tidak tau.. Aku tak mengerti kenapa ada orang bodoh yang bisa tidur di pantai yang dingin.."

"Aku tidak tidur..! Itu sudah bangun, tapi aku berniat untuk melihat bintang fajar.. Tapi saat itu aku mendengar suara langkah kaki, karena takut, aku pura-pura tidur.. Eh, ternyata itu kamu.."

Krist membulatkan matanya tidak percaya.

"Apaa? Jadi kau dengar apa yang kubilang saat itu? Kau juga tau aku menggendongmu?"

Singto mengangguk dan tersenyum geli, menampakkan gigi rapinya pada Krist.

"Sial", Krist mengumpat sambil melihat ke arah laut.

"P'Sing.."

"Heum?"

"Perasaan cinta yang keterlaluan tidak akan baik kan?", Krist teringat pada tetua desa yang balas dendam untuk istrinya karena begitu mencintainya.

Singto yang mendengar itu langsung mengetahui maksud dari Krist.

"Jika aku jadi dia, daripada balas dendam lebih baik segera menyusulmu.."

Krist seketika menoleh, "Hei..! Jangan bicara seperti itu..!"

"Jiwaku sudah dikuasai oleh mu lebih dari setengahnya.. Kalau kau pergi, bagaimana aku bisa bertahan?"

Krist bungkam, karena dirinya juga sama. Ia teringat pengakuannya saat di gereja waktu itu. Kemudian ia menganggukkan kepalanya tanpa berniat menjawab.

"Apapun keadaannya, apapun yang terjadi, aku akan terus bersama mu.. Aku tidak tau apa yang akan terjadi besok, lusa, dan hari-hari selanjutnya.. Tapi aku ingin selalu melangkahkan kaki bersama denganmu.. Tanpa terkecuali.. Aku akan selalu berusaha untukmu..", Singto menatap lurus mata Krist dan mengatakannya dengan serius.

"Jangan bicara seolah kita akan menikah.."

"Baiklah.."

Singto diam dan merogoh saku celananya. Mengambil sesuatu dari sana dan memperlihatkannya pada Krist. Membuat kekasihnya terkejut.

"Phi! Itu kau colong dari mana?"

Adegan manis yang diharapkan oleh Singto sirna sudah.

"Aku bekerja! Mana mungkin mencuri.. Aku menabung sisa gajiku untuk ini..! Pakailah.."

"Cih.. Tidak romantis.. Sini biar kupakai sendiri", Tangan Krist akan mengambil sebuah cincin, namun ditarik kembali oleh Singto.

"Biar aku yang memakaikan mu.."

Keduanya saling bertukar cincin seperti tunangan. Dibawah sinar bulan dan taburan bintang, ombak yang seirama dengan angin laut, mengiringi suasana malam itu dengan sedikit romantis.

"Mungkin, kita memang tidak akan menikah.. Karena seluruh dunia menentang hubungan kita, tapi dengan dukungan dari orang tua kita, itu sudah cukup untukku.. Karena aku berharap akan selalu seperti ini selamanya..denganmu.."

"Aku mengerti.. Dan aku sangat mencintaimu..akan selalu begitu, sampai rambutku memutih, kulitku berkerut, gigi-gigiku tanggal.. Kemudian melanjutkannya lagi di kehidupan selanjutnya.."

"Terimakasih, Krist.. Aku akan terus berjalan bersisian denganmu.. Sampai akhir kehidupan.."

Krist tersenyum tulus kemudian memeluk kekasihnya dengan erat. Menikmati dekapan hangat yang memanjakannya, ditemani dinginnya angin malam yang berhembus menyisir surai keduanya. Tidak ada rasa dingin yang berarti ketika berpelukan dengan seseorang yang dicintai.

"Apa kau bawa kondom?", Krist berucap tepat di kuping Singto. Membuat kuping kekasihnya memerah karena mengingat kegiatan erotisnya yang pertama kali.

Singto mematung tak menjawab. Sementara Krist melepas pelukannya dan mulai menyesap bibir kekasihnya dengan lembut. Sedikit demi sedikit mendapat balasan dan mulai memanas.

"Ayo ke kamar! Kita lanjutkan..", Singto menarik lengan Krist dan memaksanya untuk bangkit.

"Heeii.. Kau belum menjawab pertanyaan dariku..!", Protes Krist. Namun tak iindahkan oleh Singto. Mereka melanjutkan kegiatannya hingga pagi menjelang.

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

Terimakasih banget yang udah ikutin fanfict ini sampe sini, yaampun.. Awalnya mau dibuat misteri, tapi gajadi, karna merasa belom cukup belajar buat bangun cerita genre misteri/thriller..😟

Kalo ada kesamaan nama tokoh selain Singto & Krist, cuma kebetulan yang ga disengaja ya.. Karena nama tokoh pendukungnya diambil dari rekomendasi Google 😁

Nice to meet you here, bye dear😉🤗

Stay Here [Completed] - SINGTO×KRISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang