Chapter 10

369 61 14
                                    

Malam sudah larut dan pengemudi mobil itu baru saja tiba di depan bangunan bertingkat dua, rumahnya yang selalu sama sejak awal meski sudah mengalami berbagai macam renovasi dan lain sebagainya untuk mengubah suasana hati namun tetap saja, apa yang telah ditanam oleh para penghuni rumah selaku orang-orang yang hidup berdampingan dalam satu atap disini memberi kejelasan yang pasti bahwasanya rumah juga merefleksikan para penghuninya.

Sang pengemudi, yang adalah wanita, segera keluar dari mobilnya yang sudah terparkir dalam deret rapi mobil-mobil lain di garasi luas yang keluarganya miliki.

Untuk saat ini tubuh serta pikirannya sama-sama penat setelah bekerja dari pagi hingga malam di rumah sakit tanpa ada jeda kecuali pada saat pergantian shift, sehingga langkahnya pun terburu dengan rasa ingin istirahat di kamar.

Ada satu istilah yang sering digunakannya dan teman-temannya perihal kedatangan seorang pasien yang tidak ada habisnya, yaitu bau. Seorang dokter itu dikatakan bau sehingga ia tidak bisa duduk santai di kursi selang satu jam saja dan secara silih berganti harus berurusan dengan berbagai kasus dari pasien.

Kang MiRi sadar bahwa potensinya memang ada di dunia kedokteran dari awal tapi selain itu tekad juga ambisinya bersikukuh menginginkan hal lain yang jauh lebih besar. Tidak ada jalan untuk kembali, itulah yang sering dikatakannya pada dirinya sendiri. Jika sudah memulai maka apapun yang ingin dicapai harus terlaksana karena jika tidak, yang menanggung malu pastilah bukan orang lain. Jadi dengan bermodalkan permintaan pada orang tuanya dulu, jalannya untuk menjadi dokter seperti sekarang pun terbuka lebar dan sangat mulus.

"Ah, sudahlah"

MiRi baru saja mengabaikan suara kecil dari dalam perutnya yang belum terisi apapun sejak dari makan siang. Ia memilih untuk lekas membersihkan diri kemudian naik ke atas tempat tidur. Berat badannya naik akhir-akhir ini dengan banyaknya ajakan berkumpul bersama teman-teman sehingga demi mengembalikan seperti semula, MiRi harus mulai mengurangi jam makan serta menolak beberapa ajakan.

Kadang hanya dengan menghadapi hal kecil seperti ini MiRi akan teringat pada Seohyun, teringat bagaimana sepupunya itu bisa mempertahankan berat badannya terlepas dari banyaknya sepupunya itu makan dalam sehari. MiRi tau Seohyun memang konsisten melakukan olahraga sebab dulu dia pernah mengikuti apapun yang Seohyun ikuti, termasuk menyamakan kelas mereka.

Ya, MiRi sangat suka menarik atau lebih tepatnya merebut atensi. Hal itu telah menjadi kebiasaannya sejak dirinya masih sangat kecil sehingga melihat Seohyun mendapatkan perhatian lebih selalu membuatnya tidak suka.

"Apa ini? Bukankah sudah kubilang untuk membuang foto bodoh ini?"

MiRi terpaku sesaat di ambang pintu ruang belajar yang terbuka, padahal bukan hanya dia melainkan kedua orang tuanya pun sangat jarang masuk sehingga ruangan ini lebih sering ditutup kecuali saat sedang dibersihkan.

Dang!

"Menyebalkan. Aku tidak mau mengingat masa-masa memuakkan itu lagi"

MiRi geram. Rasa marah yang mendidih ini merujuk pada masa saat ia masih kecil dan orang-orang sudah melabelinya bersadarkan bentuk tubuhnya. MiRi di masa itu memang dipandang sebagai anak lucu dan imut sehingga banyak orang dewasa tidak tahan dengan kegemasannya, sampai-sampai mereka merujuknya dengan sebutan anak gemuk dan parahnya MiRi baru menyadari betapa menjijikkannya hal itu saat ia memasuki fase remaja.

Benar jika besar tubuhnya dulu menjadi daya tariknya untuk mendapat perhatian dari orang-orang ketimbang Seohyun yang kecil dan kurus, sepupu perempuan yang lebih tua enam bulan darinya itu lebih banyak diam atau bermain sendiri. Seohyun tidak peduli dengan keadaan sekitar sehingga MiRi lah yang menguasai keadaan.

CATWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang