¶ Episode 14 Di Mana Orang Tua Kandung Delia?

54 54 29
                                    


"Jika aku bisa memilih, mungkin aku tidak ingin terlahir dari keluarga yang hancur."

***

Pagi ini udara sangat lembab, karena hujan turun sejak malam tadi.

"Cuaca pagi ini membuatku malas untuk bangun," ucapku menarik napas dalam.

Tiba-tiba aku teringat kotak yang berisi semua kenangan selama kecil, berharap menemukan petunjuk untuk mencari di mana tempat tinggal orang tua kandungku. Benar saja, aku menemukan secarik kertas.

"Ini sebuah alamat. Tapi, apa alamat yang tertulis di sini membantuku untuk menemukan siapa kedua orang tua kandungku? Sudahlah itu tidak penting, yang penting aku datang dulu ke alamat ini."

Aku beranjak dari tempat tidur bergegas mandi dan bersiap-siap. Ketika aku turun, tidak ada seorang pun di ruang tamu maupun makan.

"Bagus, lebih baik aku ke sana sendiri saja. Kak Rizqi tidak perlu ikut denganku."

Ketika aku membuka pintu aku dikagetkan dengan suara.

"Kamu mau ke mana hujan-hujan begini?"

Kak Rizqi! seruku dalam hati saat aku telah tertangkap basah olehnya.

"Aku ingin mencari buku. Oh iya, pada di mana semua orang?" tanyaku dengan melihat sekeliling.

"Umi dan Abi ada di pondok pesantren, sedangkan Kak Agam berada di asrama putra membantuku untuk pindah."

"Pindah?" tanyaku terkejut dengan yang Kak Rizqi jelaskan.

"Iya, kan memang seharusnya aku tinggal di sana. Nanti kalau kita sudah halal serumah lagi, oke? Ya sudah, aku akan melanjutkan memindahkan barang-barang."

Aku hanya cengengesan memalingkan tubuh dan pergi, begitu juga dengan Kak Rizqi.

"Huft, syukurlah dia tidak curiga," ucapku yang tengah menghidupkan mobil.

Di kertas itu tertuliskan dengan jelas kalau alamatnya masih di daerah Bandung.

"Tidak terlalu jauh, baiklah aku akan langsung ke sana."

Hanya memakan waktu 30 menit aku sudah sampai di perumahan elit. Karena memiliki pos satpam, aku harus berhenti untuk menunjukkan KTP dan memberitahu ingin ke rumah blok berapa.

"Saya belum pernah ke sini, Pak. Saya hanya berbekal alamat yang ada kertas ini," ucapku dengan menyodorkan kertas yang berisikan alamat itu. Dengan ramah satpam menjelaskan setiap belokan dan jalan yang harus lewati.

"Teteh tinggal lurus saja, setelah ketemu pertigaan belok kanan, dan Teteh bisa cari nomor rumah yang ada di kertas ini."

"Terima kasih, Pak," ucapku dengan mengangguk.

Sambil melaju dengan pelan, aku menyusuri rumah di perumahan tersebut.

"Itu dia, rumah nomor 129."

Aku meminggirkan mobil dan melangkah keluar menuju rumah itu. Dengan nuansa hijau, rumah itu sangat segar dipandang. Gerbang yang lumayan tinggi dengan sebuah tombol bel. Aku menekan tombol itu sekali. Namun, tidak kunjung ada jawaban. Aku mencobanya sekali lagi tetap tak ada respon.

"Apa tidak ada orang, ya?" gumamku.

Di waktu yangbersamaan seorang tetangga yang rumahnya tepat di sebelah keluar untuk membuangsampah.

"Pemilik rumah sedang pergi ke Jakarta, Teh, jadi rumah itu kosong." Dia berteriak dengan memandangiku.

"Terima kasih atas informasinya." Aku membungkuk dan kembali ke dalam mobil.

Cordelia✓ (Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang