Surabaya, Mei 2026
Ksatrian AAL Bumi Moro
"Jadi apa pemikiran dasar Saudara kadet untuk memilih Perancangan sistem kontrol sensor dan senjata (Sewaco) di KRI Usman Harun 359 dengan metode rekayasa balik Radamec 2500 series Electro Optic Weapons Director sebagai judul skripsi Saudara?"
"Siap. Integrasi sistem senjata", jawab Bima yang tidak bisa menghilangkan rasa gemetar di kedua lututnya selama mempresentasikan materi skripsinya. Ditambah lagi pertanyaan pertama dari dewan penguji kali ini adalah dasar pemikirannya.
Empat tahun masa pendidikan, tiga bulan masa penyusunan skripsi, dan seluruh nasib pendidikannya hanya ditentukan dalam 2 jam dari 2 hari yang sudah ditetapkan. Namun Bima bersyukur, pengalamannya terlibat langsung perbaikan sistem Sewaco di kapal perang yang pernah dijalaninya pada saat kegiatan magang itu, dimana sistem tersebut sudah dimodifikasi juga dengan integrasi sistem PIT buatan PT. LEN, membuatnya bisa mengimajinasikan komponen sistem dan cara kerjanya dengan cukup detail kepada dewan penguji. Dan akhirnya setelah melewati dua jam penuh tekanan, Bima bisa berbangga hati ketika dewan penguji menyatakan bahwa dirinya lulus ujian skripsi ini.
"ALHAMDULILLAAAAAAAAAAAAAAAH!!!!!!!!!!!", tiba-tiba keheningan suasana Bumi Moro terpecahkan ketika satu orang kadet meneriakan ucapan syukurnya dengan cara yang luar biasa. Siapa kadet itu?
Ya hanya Bima yang bisa berteriak hingga menggetarkan swargaloka, namun walaupun namanya sama, cerita ini bukanlah tentang Bima dalam kisah Mahabharata. Kalau Bima versi Mahabharata akhirnya harus berhadapan dengan para Batara penghuni swargaloka, Bima yang ini 'terpaksa' harus berurusan dengan petugas jaga Resimen saja.
===
Beberapa hari kemudian
"Bim, pesiar yuk", ajak Angga ketika mereka berdua sedang berisitrahat duduk di tribun penonton lapangan olahraga AAL. Keduanya baru saja menyelesaikan obstacle run mereka yang kesekian kalinya. Dan kini keduanya duduk dengan kaki terselonjor kedepan dan nafas masih saling berkejaran.
"Mau pesiar ngapain?", tanya Bima membalas ajakan Sermatutar Angga.
"Refreshing lah, masa iya habis stress selesai skripsi, gak mau santai-santai sejenak?", jawab Angga.
"Nanti habis Tupdik(*22) tuh, santai sebulan menjelang Praspa(*23)", gantian Bima yang menanggapi Angga. Sungguh walaupun rangkaian kegiatan pendidikan mereka sudah habis setelah mereka menyelesaikan skripsi, namun sehari-harinya mereka tetap tidak bisa bersantai seperti yang diinginkan. Selain disiplin harian yang harus mereka terus laksanakan sejak terbit fajar hingga tiba waktu istirahat malam lagi, mereka juga harus mengurus kelengkapan administrasi mereka agar 'layak' diwisuda pada hari penutupan pendidikan nanti.
"Ngomong-ngomong, Bim, pas Praspa nanti, Kamu didampingi siapa?", Bima dapat merasakan Angga begitu hati-hati menanyakan pertanyaan yang begitu sensitif ini.
Bukan pertama kali Bima melewatkan kegiatan yang biasanya boleh didampingi kedua orang tuanya. Ya hampir semua teman dekatnya tahu bahwa Bima tidak lagi memiliki kedua orang tuanya, sehingga biasanya posisi wali Bima dikosongkan begitu saja. Walau pada masa Laksamana Muda Sudarmo Sayidin dulu menjabat Gubernur AAL, Beliau sering meminta istrinya (yang juga menjabat sebagai Ibu Asuh Taruna) untuk mendampingi Bima.
Dan Bima-pun bukan tidak pernah mengharapkan ada walinya yang bisa menghadiri kegiatan akademinya, namun selain beberapa orang saudara dari ibunya yang tinggal di Semarang, yang mana merekapun sebenarnya memiliki keterbatasan ekonomi, bisa dibilang hampir tidak ada saudaranya yang cukup dekat dengan Bima. Ya tentunya apabila memang masih ada keluarga untuknya menumpang hidup, Bima tidak akan mengorbankan masa remajanya untuk berdagang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bima - Bahari
Adventuredi laut ia kehilangan orang yang dihormatinya, dan dilaut pula ia menemukan jati dirinya. Dan cerita ini memuat kisah hidupnya dalam menemukan passion-nya, jiwanya, dan jati dirinya sendiri.