15. Untuk Mereka yang Telah Pergi dan Kembali

345 44 114
                                    

Rintik hujan yang menghantam bumi di waktu yang masih gelap, menemani Julian yang tengah termenung di tepi ranjangnya usai menunaikan sholat Tahajud. Waktu masih menunjukkan pukul empat subuh, namun anak itu sudah terbangun dan tak bisa tidur lagi. Tak ingin membuang waktu, Julian bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja belajarnya.

Melanjutkan tugas sekolah yang masih belum selesai, Julian mulai fokus dengan soal-soal yang ada di hadapannya. Julian termasuk anak yang cerdas dan berprestasi di sekolah, jadi anak itu tidak akan merasa terlalu sulit mengerjakan tugas yang mungkin bagi murid lain tampak rumit.

Ketika sedang fokus dengan kegiatannya, gawai Julian yang terletak di atas meja belajarnya bergetar. Diambilnya gawai tersebut dengan cepat dan segera mengangkat telepon dari orang yang menelponnya di pagi buta itu.

"Assalamualaikum, ada apa Bang Dimas?"

"Waalaikumsalam, Dek. Udah bangun aja jam segini?"

"Hehe, aku gak bisa tidur lagi jadi ini aku lagi bikin tugas, Bang. Ada apa, Bang?"

"Ooh, gitu ya. Aku mau kasih tau sama kamu, semalam kata dokter Hendra udah boleh pulang. Tinggal rawat jalan aja, gak perlu rawat inap lagi."

"Alhamdulillah, syukurlah kalau gitu, Bang. Ian senang dengernya."

"Ini Hendra mau ngomong sama kamu, aku kasih ponselnya ya."

"Iya Bang, silakan."

Beberapa saat kemudian, terdengar suara orang yang begitu Julian kenali selama ini. "Assalamualaikum," ucap Hendra dari ujung telepon.

"Waalaikumsalam, Bang. Gimana keadaan Abang?"

"Alhamdulillah udah mendingan Dek, walaupun belum bisa jalan."

"Kalau Abang rajin melakukan rehabilitasi, Insyaallah Abang bakal bisa jalan lagi. Ian yakin itu."

"Iya Dek, makasih. Maaf gua telpon jam segini. Gak bisa tidur juga soalnya karena bangun cepat."

"Gak apa-apa Bang, aku senang dengerin suara Abang."

"Ya udah, lanjut deh bikin tugasnya. Gua tunggu lu di rumah sakit, ya."

"Iya Bang, nanti aku kesana sama Jaya."

"Oke. Gua tutup ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakaatuh."

Tuut tuut...

Julian meletakkan ponselnya dan kembali fokus pada tugasnya yang hampir selesai. Saking fokusnya, Julian baru sadar kalau waktu sholat Subuh telah masuk. Dia segera bangkit dari duduknya untuk menuju masjid, guna melaksanakan sholat berjamaah. Usai sholat, Julian kembali lagi ke rumah bersama beberapa tetangga yang juga ikut melaksanakan sholat berjamaah di masjid.

"Assalamualaikum," ucap Julian saat baru masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumsalam. Udah balik, Nak?"

"Udah, Bi Ina. Yang lain udah pada bangun, Bi?"

"Tadi Nak Marvin udah bangun, tapi nggak tau sama yang lain."

"Ooh, ya udah. Ian ke atas dulu ya Bi, mau bangunin mereka. Mana tau belum bangun."

"Iya Nak Julian, silahkan."

Julian memilih naik menggunakan lift daripada tangga, untuk menghemat waktu pikirnya. Setibanya di lantai dua, Julian mengetuk pintu kamar Marvin dan Chandra terlebih dahulu. Beberapa menit menunggu, akhirnya Marvin menampakkan diri dari dalam kamarnya.

"Apa ada?" tanya Marvin.

"Kak Chandra udah bangun, Bang?"

"Udah kok, dari tadi juga."

Maaf Dari Julian - Park Jisung [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang