20. Mengungkap Fakta yang Sebenarnya

521 40 30
                                    

🌼 Happy Reading 🌼

.
.
.

Hamparan pasir putih yang begitu luas ditemani semburat cahaya mentari dan desiran ombak yang menggelitik indra pendengaran, membuat seorang pria muda terbawa oleh deru angin lembut nan menyejukkan ke sebuah tempat yang sangat asing baginya.

Kedua kakinya melangkah menapaki jalan menuju ke sebuah pendopo kecil di bawah pohon rindang nan terlihat begitu sejuk. Tampak baginya dari kejauhan ada beberapa orang tengah duduk di sana seraya bercengkrama ringan.

Ingin lebih mendekat, namun langkah kaki lelaki itu terhenti dengan sendirinya di luar kendalinya, dan dia hanya bisa berdiri di balik sebuah pohon rindang. Namun dia bisa mendengar dengan jelas pembicaraan tiga orang yang sangat ia kenal betul siapa mereka.

"Bunda."

"Iya, Nak?"

"Aku boleh minta sesuatu, gak?"

"Minta apa, Dek?"

Sang anak melirik pada Ayahnya yang baru saja bertanya. Wajahnya sang anak yang tertunduk membuat sang Ibu dan Ayah tersenyum kecil melihatnya.

"Ada apa, Julian? Kamu mau minta apa?" ujar sang Ibu bertanya.

"Uhm... Aku..."

"Bilang aja. Bunda bakal dengerin kamu, Ian."

"Papa.. Bunda... Aku boleh ikut sama kalian, gak?"

"Ikut kemana?" tanya Pak Burhan sambil mengelus lembut surai anak bungsunya itu.

"Pergi sama kalian," jawabnya sedikit ragu.

Nggak! Jangan pergi, Julian. Tolong jangan pergi. Batin lelaki tadi yang masih berdiri diam di balik pohon.

"Tempat kamu bukan di sana, Nak," balas Bu Mentari menatap anak bungsunya. Wanita itu menarik pelan kedua bahu sang anak untuk menghadap padanya. "Abang-abang kamu nungguin kamu, Julian. Kamu nggak boleh pergi gitu aja, Sayang," sambungnya lagi seraya mengusap lembut pipi Julian.

"Tapi Bunda, mereka udah nggak sayang lagi sama Ian. Mereka jahat sama aku dan... Mereka benci aku, Bunda. Aku nggak suka."

"Nak, dengar Papa sini." Julian menoleh pada Pak Burhan yang menatapnya sendu. "Papa sama Bunda tau gimana kamu selama ini berusaha dan mencoba buat perbaiki semuanya. Dan jujur, kami sedih melihat semua itu, Nak. Tapi bukan berarti kamu harus pergi dari mereka supaya semua masalah selesai. Kamu paham?" Julian menggeleng pelan menanggapi.

"Jangan lari dari masalah, Nak. Apapun itu, hadapi semuanya dengan baik. Jangan biarkan perasaan kamu menguasai diri kamu hingga sulit untuk berfikir dalam mengambil keputusan. Hati dan pikiran harus seimbang, sehingga kamu bisa lebih bijak dalam menentukan sebuah pilihan dalam mengambil keputusan. Paham?"

Julian tersenyum kecil menanggapi ucapan Pak Burhan seraya mengangguk paham. Usapan lembut diberikan Pak Burhan dan Bu Mentari pada Julian yang duduk diantara keduanya. Mereka bertiga tampak tersenyum senang, membuat lelaki yang sedari tadi masih tetap memperhatikan ketiga orang itu tanpa sadar meneteskan air matanya.

Rasa sesak di dada membuat lelaki tadi mulai terisak pelan. Ingin rasanya dirinya menghampiri ketiga orang tersebut dan memeluk erat mereka, namun dirinya tak dapat mengendalikan diri di dunia yang ia tidak tau ada dimana saat itu.

Maaf Dari Julian - Park Jisung [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang