🌼 Happy Reading 🌼
.
.
.Satu persatu orang mulai berdatangan ke kediaman keluarga Almarhum Pak Burhan, setelah Chandra pergi ke masjid untuk mengumumkan bahwa adik satu-satunya telah berpulang ke Rahmatullah.
Keenam bersaudara itu sudah menghubungi kerabat mereka dan juga teman-teman Julian perihal kepergian remaja yang berusia tujuh belas tahun itu.
Semua orang menghampiri Julian yang sudah terbujur kaku di atas sebuah kasur kecil yang diletakkan di dekat jendela, menatap jasad yang sudah tak bernyawa dan kemudian memanjatkan doa untuk si mayat yang sudah lebih dulu berpulang.
Revan dan adik-adiknya menyambut kedatangan warga komplek dan beberapa orang lainnya yang mengenal baik Julian. Mereka cukup terkejut saat mendengar kabar bahwa si bungsu telah tiada.
"Apa dia sakit?" tanya seorang pelayat.
"Dia pernah sakit, tapi Julian pergi tidak dalam keadaan sakit," jawab Johan seraya tersenyum kecil.
"Yang sabar ya, kalian."
"Moga adiknya husnul khatimah, ya."
"Kalian harus tabah, ya."
Dan berbagai perkataan lainnya yang terdengar seperti hiburan untuk mereka yang sudah ditinggalkan. Ada pelayat yang tinggal, ada juga yang pergi dan akan kembali lagi nanti.
Di sisi lain, Gia baru saja tiba di depan rumah Julian, diantarkan oleh kedua orang tuanya. Gadis itu merasa heran kenapa ada banyak orang di luar rumah Julian di pagi hari, karena dia tidak tau bahwa rumah itu akan kedatangan banyak orang hari itu.
"Ayah, Bunda. Ayo kita masuk. Julian pasti udah nunggu."
"Iya, Nak."
Gia dan kedua orang tuanya lantas berjalan ke arah pintu masuk setelah Ayah Gia memarkirkan mobilnya. Baru saja akan melangkah masuk, Gia bertemu dengan Hendra di depan pintu.
"Assalamu'alaikum, Kak Hendra."
"Wa'alaikumsalam, Gia. Gimana kamu bisa datang ke sini?"
"Aku datang sama Ayah dan Bunda. Kemarin Julian bilang untuk datang ke sini pagi hari."
"Julian bilang gitu ke kamu?!"
"Iya. Kenapa, Kak?"
"Sepertinya dia sudah tau waktunya," gumam Hendra tanpa sadar yang di dengar jelas oleh Gia.
"Maksudnya, Kak? Waktu apa?"
"I-itu..."
"Julian ada kan, Nak?" tanya Bunda Gia menyela.
"Ada, Tante. Mari saya antarkan."
Gia dan kedua orang tuanya mengikuti langkah Hendra masuk ke dalam rumah. Saudara Julian yang lain begitu terkejut melihat kedatangan Gia yang tidak mereka ketahui, dan bahkan belum mereka beri kabar perihal Julian.
Hendra bergeser ke arah samping untuk membiarkan Gia dan kedua orang tuanya melihat Julian. Gia langsung terpaku melihat Julian yang terbujur kaku di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf Dari Julian - Park Jisung [END]
De TodoFollow before reading! Thanks Jika ditanya soal keinginan, maka Julian akan menjawab, "Aku ingin selalu bahagia bersama keluargaku, walaupun aku tidak bisa selamanya bersama mereka." Tapi kalimat itu hanya menjadi keinginan semata baginya, karen Jul...