17. Perubahan yang Dicurigai

423 45 58
                                    

~ Happy Reading ~

.
.
.

Satu Tahun Setelah Kejadian

Tok!
Tok!
Tok!

Suara ketukan pintu di hari Minggu pagi membuat si pemilik kamar berjalan menuju pintu. Saat dibuka, tampak seorang wanita tua tersenyum padanya.

"Ayo turun, Nak. Makan dulu."

"Nggak, Bi. Makasih. Aku tidak lapar."

"Ini sudah lewat jam 9, Nak. Kamu belum keluar dari kamar dari tadi."

"Aku sedang mengerjakan tugas, Bi."

"Tapi, Nak..."

"Nanti aku turun sendiri ya, Bi. Makasih udah repot ke atas," ucapnya dengan senyum tipis.

Baru saja akan kembali masuk ke dalam kamar, tangannya di tarik pelan oleh tangan keriput dari wanita tua tadi. Berbalik badan, pandangan keduanya bertemu dalam diam untuk beberapa saat.

"Julian, kamu kenapa, Nak? Dua bulan terakhir kamu jadi jarang makan. Kamu kenapa, Nak?"

"Aku tidak apa-apa, Bi. Aku cuma lagi sibuk mempersiapkan diri untuk ujian akhir semester."

"Walaupun begitu, nggak seharusnya kamu melewatkan waktu makan, Nak."

"Iya, Bi. Maaf aku udah bikin Bi Ina khawatir. Nanti aku akan ke bawah, sebentar lagi."

"Beneran, ya?"

"Iya, Bi."

Dibalas anggukan dan elusan lembut di pipi, Bi Ina pergi meninggalkan kamar Julian dengan langkah pelan, karena usianya yang sudah senja membuat langkahnya sedikit tertatih-tatih. Memastikan Bi Ina sudah benar-benar jauh dari kamarnya, Julian segera mengunci pintu kamarnya.

Pandangan yang sedikit buram dan kepala yang terasa pusing, membuat Julian tidak bisa berjalan dengan benar. Dengan segala usaha, Julian berhasil sampai ke meja belajarnya. Diambilnya botol kecil yang berada di dalam laci, mengeluarkan isinya sebanyak empat butir dan menelannya dengan air yang selalu dia sediakan di atas nakas.

"Astaghfirullah... Ya Allah, sakit sekali..."

Berusaha menahan sakit yang menyerang, tubuh Julian merosot ke lantai dan tersandar pada sisi ranjang. Tangannya terus memegangi kepalanya yang masih terasa sakit dengan nafas tersengal-sengal yang begitu menyiksa. Setelah beberapa saat, efek obat mulai bekerja. Nafasnya mulai teratur dengan keringat dingin yang sudah membasahi tubuhnya.

Drrt.. Drrt....

Ponsel yang bergetar di atas nakas memaksa Julian untuk bangkit dan meraih benda pipih itu dengan sisa tenaganya. Nama yang tertera pada layar mengundang senyum kecil di wajah remaja itu.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Yan, lu di rumah, kan?"

"Iya, kenapa?"

"Suara lu kenapa? Lu baik-baik aja?"

Maaf Dari Julian - Park Jisung [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang