🌼 Happy Reading 🌼
.
.
.Cahaya rembulan menyelinap masuk melalui jendela ruang rawat Julian. Semua saudaranya ternyata berada di sana, memutuskan untuk menginap bersama dalam semalam. Tapi tidak dengan satu orang yang tengah menyatukan kedua tangannya, menengadah seraya merakit kata dalam doa bersimpuh di atas sajadahnya.
Ukiran kata yang terucap dari bibir kecilnya mampu terdengar oleh Julian yang terbangun saat itu. Melirik ke arah orang yang sedang merapalkan doa, Julian hanya diam sambil terus mendengar doa yang dipanjatkan orang tersebut hingga akhir.
Menyudahi kegiatannya, lelaki tadi bangkit seraya melipat sajadah yang dipakainya. Netranya menangkap Julian yang tengah menatapnya dalam diam.
"Julian. Gak tidur?"
"Siapa?"
"Ini aku, Noval. Panggil Kak Noval, ya."
"Iya, Kak Noval."
"Butuh sesuatu, Dek?"
"Minum."
"Kakak ambilkan dulu, ya."
Noval mengambil gelas dari dalam lemari di samping ranjang Julian, lalu mengisinya dengan air, dan menyerahkannya pada Julian setelah memasukkan sedotan ke dalamnya. Dengan sabar Noval memegangi gelas, membiarkan Julian minum dengan nyaman.
"Udah?" tanya Noval saat Julian berhenti minum.
"Udah, Kak."
"Oke."
Meletakkan gelas di atas nakas, Noval kini berdiri di samping Julian. Tangannya terulur untuk mengusap surai kelam adiknya itu.
"Kamu masih belum ingat apa-apa, Dek?"
"Belum. Maaf."
"Jangan minta maaf. Itu wajar."
"Tapi..."
"Apa?"
"Tadi aku mimpi, Kak. Aku ketemu sama dua orang."
"Siapa?"
"Aku nggak tau, tapi entah kenapa aku panggil mereka Papa dan Bunda."
DEG!
Noval terdiam mendengar perkataan Julian. Dia jadi bingung harus mengatakan apa karena Julian masih belum mengingat apapun, termasuk kedua orang tuanya.
"Kamu lihat mereka seperti apa, Ian?" Ujar Noval bertanya.
"Mereka pakai baju putih, dan orang yang aku panggil Bunda pakai kerudung panjang. Kenapa, Kak?"
"Mungkin Papa dan Bunda kangen sama kamu, jadi mereka berdua mampir ke dalam mimpi kamu, Julian."
"Memangnya mereka kemana?"
"Orang tua kita sudah meninggal, Julian."
Bukan. Itu bukan Noval yang menjawab, melainkan Revan yang baru saja bangun dan sudah berdiri di samping ranjang Julian.
"Kapan?"
"Satu tahun yang lalu."
Kali ini Hendra yang menjawab. Lelaki itu entah sejak kapan sudah berdiri di samping Noval. Bukan hanya dia, Marvin dan Chandra pun terbangun karena mendengar percakapan Julian dan Noval.
"Maaf, kalian jadi terbangun karena aku," ucap Julian.
"Tidak apa, Dek. Lagian bentar lagi juga azan Subuh, emang udah harus bangun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf Dari Julian - Park Jisung [END]
RandomFollow before reading! Thanks Jika ditanya soal keinginan, maka Julian akan menjawab, "Aku ingin selalu bahagia bersama keluargaku, walaupun aku tidak bisa selamanya bersama mereka." Tapi kalimat itu hanya menjadi keinginan semata baginya, karen Jul...