⋆⠀҂҂⠀๑⠀، ⚘୭
"Pagi, Gamang."
Seseorang menyapa dari arah belakang, menggubris kesibukanku membenahi tumpukan buku yang akan dipajang untuk acara terbitnya novel ke-21.
"Halo, Mas Biru," sapaku ramah. Sembari meninggalkan kegiatanku untuk menyambut kedatangan Mas Biru. Begitulah aku memanggil beliau, selaku panggilan kepada orang yang jauh lebih tua.
Terhitung dengan jarak usia 25 tahun masih pantas aku menyebutnya dengan panggilan 'Mas' ketimbang Bapak. Mas Biru sebetulnya merupakan nahkoda kerajaan yang sering ditugaskan di daerah Provinsi Itya, sebagaimana daerah sana banyak sekali laut. Mas Biru selalu diminta untuk menghantarkan atau menerima pasokan senjata, baik ke negara asing maupun Tora sendiri. Intinya beliau adalah pimpinan nahkoda kepercayaan Raja.
"Sudah selesai semua?"
Aku menggeleng, "Belum. Kardus sebelah sana belum ditata di meja yang itu," jawabku seraya menunjuk kardus dan sebuah meja yang masih kosong tepat di belakang Mas Biru.
"Waktunya satu jam lagi. Tim acara gak kerja, kah?" tanya Mas Biru kemudian, sambil berbisik kecil diakhir perkataannya.
"Kerja kok, mereka lagi sibuk di belakang panggung. Antisipasi kalau peserta yang datang lebih dari perkiraan."
Mulut Mas Biru membulat. "Ya sudah, aku bantu, ya."
Dengan senang hati aku mengiyakan penawaran Mas Biru, berhubung aku juga sudah keteteran menata buku dari dua buah kardus besar hingga berjejer rapi, bahkan deretan teratas aku susun memakai sedikit hiasan. Sampul berwarna oranye bercampur hitam, menambah kesan yang cantik dan membuat banyak orang menganggap bahwa mereka melihat senja pada buku ciptaanku.
Aku Ingin Terlihat.
Aku membaca judulnya sebelum kutaruh buku terakhir itu ke tempat seharusnya. Seperti yang pernah kukatakan, buku ini kususun selama bertahun-tahun. Lebih istimewa ketimbamg tulisan lain; karena sesuai dengan kehidupan nyataku. Tentang seseorang yang bersanding dalam kesepian seumur hidupnya, hingga ia memutuskan untuk mencari pendamping hidup di negeri orang lain. Beruntung sekali tokoh lelaki yang aku tulis, dia menemukan gadis pujaan yang menerima segala penyakitnya. Baik mental maupun fisik, sang gadis akhir cerita mampu menyembuhkan.
Akan tetapi, satu-satunya tujuanku mengambil judul tersebut adalah ingin keluargaku membacanya, hanya itu. Kemudian kelak mereka memutuskan untuk mempublikasikan sosok Andrew, anak bungsu Raja kepada media.
Kak Selena selalu memberitahu Mama dan Papa tentang semua bukuku, dari buku pertama sampai buku ke-20 tahun lalu. Terbukti pada perpustakaan di rumah, ada satu lemari yang isinya khusus diperuntukkan buku-buku tulisanku. Beberapa kali juga aku memergoki Mama atau Papa sedang membaca sekilas tulisanku—meski hanya bagian sinopsis singkat di belakang buku—saat aku kebagian jadwal mengecek koleksi perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Palimpsest
Novela JuvenilPada sebuah senja yang hampir menampakkan lembayung, Gamang Bumantara terus merapalkan sebuah kalimat yang kemudian ia curahkan di atas kertas lusuh. Membiarkan alam bawah sadarnya menguak berbagai fakta terkait penyakit dan rahasia di negaranya. K...