⋆⠀҂҂⠀๑⠀، 🌷୭
Terhitung sejak Pa Kara mengaku jika dirinya terkonfirmasi mempunyai penyakit sama seperti aku, hidung ini sangat sering mengeluarkan darah. Bangun tidur tadi, bantalku menyerap banyak bercak merah, bahkan sekarang aku sedang menundukkan kepala agar darah bisa keluar bebas. Membiarkan permukaan lantai digenangi oleh darah kotor dari hidungku.
Cahaya sudah masuk melalui celah jendela, beberapa orang juga mengetuk pintu untuk menyuruh aku pergi ke ruang makan. Yang pertama aku mengabaikannya, tetapi selanjutnya aku mengatakan jika nanti akan menyusul.
Perkataan Pa Kara membuat pikiranku berputar keras. Faktanya aku dinyatakan sakit sejak usia lima tahun, bukan sejak lahir seperti yang dikatakan oleh keluargaku. Paling parahnya, Kak Selena yang nyatanya keluarga paling dekat denganku menyembunyikan keterangan ini. Aku cukup kecewa.
"Sial, darahnya keluar terus," kesalku menggerutu. Aku bergegas pergi ke kamar mandi.
Di dalam terdapat kotak besar yang menyimpan tumpukan obat, aku mencari sebuah obat yang berhubungan dengan pengentalan darah. Ini perasaanku yang menyatakan jika darah dalam tubuh sedang sangat cair, seperti air. Meski mengonsumsi obat ini cukup berbahaya untuk ke depannya, lebih bahaya lagi jika aku kehabisan darah sekarang.
Setelah menelan pil pahit, aku mencuci wajah dan kedua tangan yang sekiranya terciprat oleh darahku. Kemudian aku memeriksa seluruh bagian baju, banyak sekali.
Namun, pikiran ini kembali teralihkan pada sebuah keterangan yang baru aku ketahui. Dahulu aku menginspirasi banyak orang, sama seperti sekarang. Bedanya dulu aku membanggakan kerajaan sebagai motivator cilik, dan sekarang hanya bisa membanggakan diri sendiri.
Untuk publik, aku memang tidak dianggap. Rakyat Tora sepertinya membenciku jika mengetahui aku masih hidup, kata Pa Kara tempo hari.
Aku tidak pernah mengetahui jika penyakit ini sangat berbahaya dan dibenci banyak orang. Pa Kara kemarin menceritakam tentang pengalamannya, tentu ketika Redum sedang asyik mengerjakan pekerjaan rumah—aku yang menyuruh karena melihat tumpukan cucian baju.
Saat Pa Kara kecelakaan ketika berlatih, di sanalah tanda-tanda penyakit itu muncul. Tangan kanan yang mendekati area bahu seketika menimbulkan nyeri yang teramat pedih, beliau terjatuh dari tunggangan yang menyebabkan tulang ekornya patah.
Sempat aku menduga jika aku dahulu tertular dari Pa Kara. Namun, rupanya tidak. Beliau selanjutnya mengatakan bahwa penykitku timbul bersamaan dengannya. Saat itu aku juga sedang bermain bersama pengasuh, tiba-tiba menangis histeris. Aku mempercayai perkataan Pa Kara, bagaimana tidak jika mengingat saat itu beliau merupakan ketua Panglima.
Lalu, Pa Kara melanjutkan hidup seperti rakyat Tora biasanya. Bekerja mencari nafkah demi sang putri, sebab istrinya resmi meninggalkan Pa Kara beberapa hari selepas diusir dari istana. Penyebab Pa Kara diusir adalah sikap Pa Kara yang menimbulkan tanda-tanda agresif, mudah marah, juga berteriak tidak jelas. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan antar penghuni istana lain. Pa Kara tidak menyebutkan lebih rinci perihal tanda-tanda dalam diriku, tetapi sangat kuyakini hampir sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Palimpsest
Novela JuvenilPada sebuah senja yang hampir menampakkan lembayung, Gamang Bumantara terus merapalkan sebuah kalimat yang kemudian ia curahkan di atas kertas lusuh. Membiarkan alam bawah sadarnya menguak berbagai fakta terkait penyakit dan rahasia di negaranya. K...