- Sixteen-

80 9 4
                                    

Hwappie  Reading!

.
.

Hal yang sudah ia bayangkan akan terjadi, ternyata tidak terjadi. Ia pikir ia akan mendapatkannya lagi saat dirinya memijak bangunan yang sudah 3 hari ia tinggalkan. Namun tidak, sedikit heran mereka tenang dengan kegiatannya sendiri dan tidak mengganggu Alyssa sama sekali. Mereka seperti sudah dijinakkan oleh tuannya pagi ini. Merasa lega dia tersenyum dan berjalan santai dengan mengibaskan rambut barunya.

Salah satu lelaki yang pernah membully menatap Alyssa penuh takjub saat dirinya masuk kelas. Alyssa yang sadar akan hal itu kembali mengibas rambut dan memberi wink singkat. Baru menyadari Alyssa secantik itu huh? Alyssa terkekeh saat melihat kepala lelaki itu yang berusaha menoleh ke segala arah.

Sudah 1 jam berlalu tapi belum ada dosen yang memasuki kelasnya. Selama itu pula benar benar tidak ada yang mengganggu. Entah apa yang terjadi, Alyssa sempat merasa hari yang ia tunggu, dimana ia akan akan tenang untuk kuliah sudah tiba. Tapi tidak, ia tidak mau terlena. Ini baru satu jam dari 24 jamnya, masih ada 23 jam hari ini. Dia tidak tau apa yang akan terjadi di jam jam berikutnya. Dan benarkan, sekarang sudah ada 2 orang menariknya ke sebuah ruangan. Dahinya berkerut saat bukan Rhysan ataupun orang lain yang akan membullynya, tetapi seorang detektif.

"Nona Alyssa Moréanna?"

"Ya saya."

Alyssa digiring duduk setelahnya.

"Ibu dari Nona Maria memutuskan untuk membuka kasus mengenai bangkrutnya salon kecantikan miliknya. Dia juga akan membuka kasus tentang kematian Nona Maria."

Alyssa berdeham singkat, memahami situasinya yang harus ia kuasai sekarang agar tidak salah langkah. Ia heran, uang dari mana ibu Maria bisa membuka kasus ini bahkan sekarang seorang detektif yang mengintrogasinya. Dipikiran Alyssa hanya ada satu nama, Rhysan.

"Lalu, apa hubungannya dengan saya?"

"Menurut berita yang tersebar di kampus ini, kasus ini ada campur tangannya dengan anda."

Alyssa tersenyum simpul dan mengangguk, "tentu." ucapnya santai kemudian membuka laptopnya yang kebetulan ia bawa untuk mengerjakan tugas. Ia mencari file yang sialnya, menghilang?

"Mohon tutup dulu laptop anda, kami belum selesai introgasi."

Alyssa berdecak, "justru itu, kalian lebih baik lihat dulu bukti dari saya baru mengintrogasi saya."

Alyssa kembali mengotak atik laptopnya, sembari tangan kanannya. Ia mengirim email pada seseorang yang syukurnya langsung dibalas orang tersebut dengan mengirim bukti cadangan. Sudah dibilang Alyssa tidak sebodoh itu bukan?

"Let's see." Alyssa menunjukkan laptopnya pada detektif itu.

"Maria yang berulah sama saya terlebih dahulu." bukti terputar, memperlihatkan bagian Maria yang sedang membully Alyssa.

"Apa salahnya saya membalas? saya yang menguak kasus korupsi ayahnya, begitu juga dengan kebrangkutan salon kecantikan ibu Maria. Salon itu dibangun dengan dana korupsi, jadi pemerintah juga meminta ganti rugi atau menutup salon itu. Berhubung gabisa ganti rugi, ya sudah ditutup." jelas Alyssa konkret dengan tegas.

"Lalu kematian Maria? itu murni dari dia sendiri karena gak terima hidupnya melarat. Jadi kalau saya salah disini saya heran, apa salahnya menguak kasus korupsi?"

Jelas Alyssa panjang lebar dengan bukti konkret yang orang kepercayaannya hasilkan. Ia menutup laptop tersebut dan berdiri.

"Setidaknya cari kasus lain yang lebih membutuhkan kalian. Kasus ini murni kejahatan yang emang harus dibasmi, dan kematian Maria bukan pembunuhan, jadi percuma kalau kalian dibayar mahal hanya untuk kasus yang sudah jelas pekaranya apa."

Not YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang