- Thirteen -

74 12 4
                                    

Hwappie Reading!

.
.

Alyssa merasa tubuhnya mati rasa saat dia menyentuh bidang elastis ini. Nafasnya terengah dengan pacuan jantungnya 2 kali bekerja ekstra. Matanya masih terpejam merasakan tubuh mati rasanya yang memantul pelan. Dadanya terasa nyeri yang perlahan nafasnya menipis dan teratur. Pertanda gadis itu mulai kehilangan kesadaran setelah didorong dari lantai 5 dan mendarat di trampolin.

Tenaga kesehatan yang sepertinya sudah dipersiapkan segera mengangkat tubuh Alyssa ke tandu, membawanya ke unit kesehatan untuk diperiksa lebih lanjut.

"Gak ngerti lagi sama rencana lo San."

"Alyssa yang didorong gue yang jantungan." Falon mengusap dadanya.

Rhysan hanya tersenyum sinis menanggapi teman-temannya.

"Pantas buat dia yang udah berani nyepelein gue." jawab Rhysan sambil memperhatikan perawat yang sedang memeriksa Alyssa.

"Kondisi saudari Alyssa baik-baik saja. Hanya saja jantungnya tadi sempat melemah karena terkejut. Dia hanya butuh istirahat selama beberapa waktu setelah ini, saya permisi tuan." perempuan dengan jas dokter itu menunduk lalu berlalu dari hadapan Rhysan dan teman-temannya.

"Cabut."

"Wah gila gak ada tanggung jawabnya ni orang." ujar Glen yang mengikuti langkah cepat Rhysan.

Beberapa menit kemudian Alyssa mulai membuka matanya. Tubuhnya terbaring diruangan sepi ini. Ia kira ini hari terakhir dirinya hidup, ia kira hidupnya berakhir saat tubuhnya terdorong, ia kira Tuhan akan menolongnya dari Rhysan dengan hidupnya yang berakhir, tapi ternyata tidak. Dirinya masih hidup dan tentu masih dalam permainan Rhysan.

Matanya memanas, dia ingin menangis karena sungguh dia masih sangat shock. Dia menggeleng pelan lalu dengan kasar mengusap matanya yang mulai berair. Dirinya mendudukkan diri diatas brangkar, menekan dadanya yang masih terasa nyeri. Kepalanya terangkat untuk mencari tasnya, mendapati tasnya berada di kursi ia beranjak bangkit dari brankar dan mengambil tasnya kemudian keluar dari ruangan ini. Entah kenapa kakinya terasa gemetar, Alyssa tidak ambil pusing karena ia tau ini efek dirinya yang masih shock.

Sepertinya dunianya sekarang tidak memberinya celah untuk menenangkan diri, hingga saat mental dan tubuhnya sedang down pun dia mendapat cibiran. Alyssa mengerjap saat snack dilempar kearahnya hingga beberapa serbuknya masuk ke mata. Belum lagi lemparan botol plastik yang mengenai kepala, atau lemparan kertas bekas dari tong sampah.

"Sadar diri lo yang bajingan! lo yang pembunuh!"

"Ini yang lo sebut bajingan!"

"Berani-beraninya ya lo sebut bajingan!"

"Rasain tuh kelakuan bajingan yang lo maksut!"

"Pembunuh tapi ngatain bajingan! muka lo dimana?!"

Rasanya kaki Alyssa semakin bergetar, ia berdecih dalam hati menertawakan dirinya yang entah kenapa lemah sekarang ini. Tidak ingin menunjukkan dia sedang lemah dia mendongakkan kepala tinggi, tatapannya datar seakan tidak mendengar dan terjadi apapun meskipun tubuhnya ingin ambruk sekarang ini. Rungunya menuli mengabaikan seluruh cacian yang seperti tidak ingin berhenti. Entah apa maksud mereka, Alyssa tidak paham dan tidak ingin memahami.

Kakinya melangkah ke tempat dimana ia dan Asher bertemu pertama kali. Tempat itu lebih dekat dijangkau daripada parkiran. Tangan Alyssa bersandar pada tumpukan kursi, bahunya sudah bergetar tapi dia tidak ingin menangis, sumpah. Dia tidak mau dirinya lemah. Dia memukul kuat dadanya yang kembali nyeri.

Not YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang